Tekanan ekonomi yang terus berlanjut membuat kecemasan masyarakat kelas menengah Indonesia kian meningkat.Â
Setelah beberapa bulan bertahan dengan optimisme, kini tanda-tanda kekhawatiran mulai terlihat jelas.Â
Penghasilan stagnan, beban hidup meningkat, dan peluang kerja yang kian menyempit menjadi kombinasi yang memukul daya tahan kelompok ini.
Kelas menengah, yang selama ini menjadi motor penggerak konsumsi domestik, mulai mengencangkan ikat pinggang.Â
Banyak yang terpaksa menunda belanja non-prioritas, mengurangi pengeluaran harian, bahkan mulai mengkhawatirkan kelangsungan pekerjaan mereka.Â
Ketidakpastian ini tak hanya berdampak pada gaya hidup, tapi juga pada persepsi mereka terhadap masa depan ekonomi Indonesia.
Dalam situasi seperti ini, survei konsumen yang mencatat penurunan indeks keyakinan hanya mengonfirmasi apa yang sebenarnya telah dirasakan di lapangan: kelas menengah mulai kehilangan rasa aman finansial.Â
Penurunan ini bukan tanpa alasan. Banyak keluarga kelas menengah menghadapi situasi di mana penghasilan tidak bertambah, bahkan sebagian mengalami penurunan, sementara harga-harga kebutuhan pokok terus merangkak naik.Â
Kondisi ini menciptakan tekanan ganda: pendapatan tetap atau menurun, tapi pengeluaran terus meningkat. Akibatnya, daya beli mereka melemah dan ruang untuk menyisihkan dana cadangan pun semakin sempit.
Tidak sedikit yang harus mengubah gaya hidup secara drastis mulai dari mengurangi makan di luar, menunda pembelian barang konsumsi, hingga menahan diri untuk berinvestasi.Â