Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi Tak Terpisahkan: Mengapa Mudik Selalu Dinanti?

27 Maret 2025   17:58 Diperbarui: 27 Maret 2025   17:56 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik lebaran (sumber gambar: unika.ac.id)

Mudik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Indonesia, terutama saat momen Lebaran. 

Setiap tahunnya, jutaan perantau berbondong-bondong kembali ke kampung halaman untuk merayakan hari kemenangan bersama keluarga. 

Perjalanan yang sering kali melelahkan, penuh kemacetan, dan membutuhkan banyak persiapan ini tetap dijalani dengan antusiasme tinggi. 

Bagi banyak orang, mudik bukan sekadar perjalanan pulang, tetapi juga bentuk pelepasan rindu, perayaan kebersamaan, serta cara untuk mengenang kembali akar budaya dan tradisi yang telah lama ditinggalkan.

Meskipun zaman terus berubah dengan kemajuan teknologi dan transportasi, semangat mudik tetap sama: keinginan untuk berkumpul dengan keluarga, menikmati momen hangat di kampung halaman, dan merasakan kembali nuansa khas Lebaran yang sulit ditemukan di perantauan. 

Lalu, apa sebenarnya yang membuat mudik begitu istimewa dan selalu dinanti?

1. Ajang Silaturahmi dan Reuni Keluarga

Salah satu alasan utama mengapa mudik selalu dinanti adalah kesempatan untuk bertemu keluarga besar. 

Bagi para perantau, momen ini menjadi waktu yang paling ditunggu setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berjauhan dari orang tua, saudara, dan sanak keluarga lainnya. 

Suasana rumah yang hangat, kebersamaan dalam menyambut Lebaran, serta canda tawa bersama menjadi obat rindu yang tak tergantikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun