Data hasil tes ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam kualitas pendidikan, sehingga kebijakan yang lebih tepat sasaran dapat diterapkan.Â
Misalnya, jika hasil TKA menunjukkan bahwa siswa di daerah terpencil memiliki skor jauh lebih rendah dibandingkan siswa di kota besar, maka intervensi berupa peningkatan kualitas guru, distribusi fasilitas pendidikan, atau penyesuaian kurikulum dapat dilakukan untuk mengatasi ketimpangan tersebut.
Namun, efektivitas TKA sebagai alat evaluasi pemerataan pendidikan masih menjadi perdebatan. Jika format tes tetap berbasis soal pilihan ganda atau berbobot akademik semata, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kondisi sosial-ekonomi, ketersediaan infrastruktur pendidikan, dan metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah, maka hasilnya mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.Â
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa sekolah-sekolah akan tetap berorientasi pada hasil ujian, bukan pada peningkatan kualitas pembelajaran yang sesungguhnya.
Apakah Perubahan Ini Mengurangi Beban Psikologis Siswa?
Salah satu alasan utama penghapusan UN adalah mengurangi stres dan tekanan pada siswa. Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional menjadi momok bagi banyak siswa karena hasilnya berpengaruh besar terhadap kelulusan dan masa depan akademik mereka.Â
Tekanan ini tidak hanya datang dari diri sendiri, tetapi juga dari sekolah, orang tua, dan masyarakat yang sering kali menganggap nilai ujian sebagai ukuran utama keberhasilan belajar.Â
Akibatnya, banyak siswa mengalami kecemasan berlebih, bahkan ada yang sampai mengalami gangguan psikologis karena takut gagal dalam ujian. Dengan dihapusnya UN dan digantinya dengan Tes Kompetensi Akademik (TKA), diharapkan tekanan semacam ini dapat berkurang.Â
Karena TKA tidak lagi menjadi satu-satunya faktor penentu kelulusan, siswa memiliki lebih banyak ruang untuk fokus pada pemahaman materi secara mendalam, bukan sekadar menghafal soal untuk ujian.Â
Selain itu, asesmen dalam sistem baru ini lebih menekankan pada pengukuran keterampilan berpikir kritis, literasi, dan numerasi, yang seharusnya lebih relevan dengan kebutuhan dunia nyata.
Kesimpulan: Evaluasi Nyata atau Formalitas?