Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Maraknya Gaya Hidup Flexing: Budaya Baru atau Masalah Sosial?

26 Februari 2025   14:00 Diperbarui: 26 Februari 2025   12:58 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaya hidup flexing (Sumber: Pexels via liputan6.com)

Dalam era digital, media sosial menjadi wadah bagi banyak orang untuk menampilkan gaya hidup mereka. Dengan hanya beberapa ketukan di layar, seseorang bisa membagikan momen perjalanan mewah, koleksi barang branded, atau kesuksesan finansial mereka. 

Fenomena ini semakin diperkuat oleh algoritma media sosial yang mendorong konten viral dan interaksi tinggi, membuat gaya hidup glamor semakin terlihat menarik dan diidolakan banyak orang. Di tengah tren ini, muncul fenomena flexing kebiasaan memamerkan kekayaan atau kesuksesan secara berlebihan. 

Mulai dari influencer hingga masyarakat umum, banyak yang terpancing untuk menunjukkan pencapaian mereka demi mendapatkan validasi sosial dalam bentuk likes, komentar, dan jumlah pengikut. Flexing bukan sekadar tren sesaat, tetapi telah menjadi bagian dari budaya digital yang terus berkembang.

Namun, di balik gemerlapnya tampilan tersebut, ada berbagai dampak yang perlu diperhatikan. Apakah flexing hanya sekadar ekspresi kebahagiaan dan motivasi, atau justru menciptakan tekanan sosial dan gaya hidup konsumtif? 

Apa Itu Flexing?

Istilah flexing berasal dari bahasa Inggris yang berarti "memamerkan" atau "membanggakan diri." Dalam konteks modern, terutama di media sosial, flexing merujuk pada kebiasaan seseorang menunjukkan harta, pencapaian, atau gaya hidup mewah dengan tujuan menarik perhatian dan mengukuhkan status sosial. 

Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru, tetapi semakin marak seiring dengan perkembangan platform digital yang memungkinkan siapa saja untuk menampilkan kehidupan mereka secara instan dan luas.

Di Indonesia, flexing sering dikaitkan dengan konten yang menunjukkan saldo rekening fantastis, koleksi barang bermerek, kendaraan mewah, hingga gaya hidup eksklusif di tempat-tempat mahal. 

Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan selebritas dan influencer, tetapi juga merambah ke masyarakat umum, termasuk pekerja kantoran, mahasiswa, bahkan anak-anak muda yang baru merintis karier.

Dalam beberapa kasus, flexing juga digunakan sebagai strategi pemasaran atau personal branding. Banyak pelaku bisnis, terutama di bidang investasi dan motivasi keuangan, menggunakan citra kaya dan sukses untuk menarik calon pelanggan atau investor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun