Dalam era digital, media sosial menjadi wadah bagi banyak orang untuk menampilkan gaya hidup mereka. Dengan hanya beberapa ketukan di layar, seseorang bisa membagikan momen perjalanan mewah, koleksi barang branded, atau kesuksesan finansial mereka.Â
Fenomena ini semakin diperkuat oleh algoritma media sosial yang mendorong konten viral dan interaksi tinggi, membuat gaya hidup glamor semakin terlihat menarik dan diidolakan banyak orang. Di tengah tren ini, muncul fenomena flexing kebiasaan memamerkan kekayaan atau kesuksesan secara berlebihan.Â
Mulai dari influencer hingga masyarakat umum, banyak yang terpancing untuk menunjukkan pencapaian mereka demi mendapatkan validasi sosial dalam bentuk likes, komentar, dan jumlah pengikut. Flexing bukan sekadar tren sesaat, tetapi telah menjadi bagian dari budaya digital yang terus berkembang.
Namun, di balik gemerlapnya tampilan tersebut, ada berbagai dampak yang perlu diperhatikan. Apakah flexing hanya sekadar ekspresi kebahagiaan dan motivasi, atau justru menciptakan tekanan sosial dan gaya hidup konsumtif?Â
Apa Itu Flexing?
Istilah flexing berasal dari bahasa Inggris yang berarti "memamerkan" atau "membanggakan diri." Dalam konteks modern, terutama di media sosial, flexing merujuk pada kebiasaan seseorang menunjukkan harta, pencapaian, atau gaya hidup mewah dengan tujuan menarik perhatian dan mengukuhkan status sosial.Â
Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru, tetapi semakin marak seiring dengan perkembangan platform digital yang memungkinkan siapa saja untuk menampilkan kehidupan mereka secara instan dan luas.
Di Indonesia, flexing sering dikaitkan dengan konten yang menunjukkan saldo rekening fantastis, koleksi barang bermerek, kendaraan mewah, hingga gaya hidup eksklusif di tempat-tempat mahal.Â
Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan selebritas dan influencer, tetapi juga merambah ke masyarakat umum, termasuk pekerja kantoran, mahasiswa, bahkan anak-anak muda yang baru merintis karier.
Dalam beberapa kasus, flexing juga digunakan sebagai strategi pemasaran atau personal branding. Banyak pelaku bisnis, terutama di bidang investasi dan motivasi keuangan, menggunakan citra kaya dan sukses untuk menarik calon pelanggan atau investor.Â