Sebaliknya, jika digunakan secara impulsif untuk membeli barang-barang yang tidak mendesak atau sekadar mengikuti gaya hidup konsumtif, pay later bisa menjadi jebakan yang berbahaya. Tanpa kontrol yang baik, seseorang bisa terjebak dalam siklus utang yang sulit dihentikan, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan finansial mereka dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Fenomena pay later adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ini memberikan solusi finansial bagi mereka yang membutuhkan, tetapi di sisi lain, bisa menjadi perangkap utang jika digunakan tanpa perhitungan.Â
Kemudahan akses dan fleksibilitas pembayaran menjadikannya alat yang menarik bagi banyak orang, terutama di era digital di mana transaksi online semakin mendominasi. Namun, tanpa manajemen keuangan yang baik, layanan ini bisa berubah dari sekadar kemudahan menjadi beban yang sulit dikendalikan.
Pada akhirnya, pay later bukanlah masalah, tetapi bagaimana cara pengguna mengelolanya. Jika digunakan dengan disiplin, untuk kebutuhan yang benar-benar penting, dan dengan pemahaman yang jelas tentang konsekuensi finansialnya, layanan ini bisa menjadi alat bantu yang efektif dalam mengatur cash flow.Â
Oleh karena itu, penting bagi setiap pengguna untuk memiliki kesadaran finansial yang baik sebelum memanfaatkan layanan pay later. Bijak dalam mengatur pengeluaran, selalu membayar tagihan tepat waktu, dan memahami batas kemampuan finansial adalah langkah utama agar layanan ini tetap menjadi solusi yang menguntungkan, bukan jebakan yang menjerumuskan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI