Mohon tunggu...
Muhammad Aziz Rizaldi
Muhammad Aziz Rizaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengangguran

Berusaha dan terus bergerak untuk berdampak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kambing Kemiskinan

3 Maret 2022   21:11 Diperbarui: 3 Maret 2022   21:20 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber (=www.daffaardhan.com)

Matahari karam tak seperti biasanya, ia masih memantulkan bias sinar yang berwarna-warni. Begitu menakjubkan sekali pertunjukan alam yang kali ini terjadi. Seluruh lamuk berwarna jingga semu bercampur hitam cerah. Langitan itu menyelimuti seluruh ruang kosong terutama menyorot ke sebuah  desa yang bernama Sugeng. Lingkungan hidupnya masih sangat asri, penuh pepohonan yang sangat besar-besar. Bahkan sebesar lima dekapan tangan orang dewasa. Seluruh wilayah Desa Sugeng dikelilingi oleh sawah dan hutan dan hanya dihuni beberapa kepala keluarga dan binatang-binatang melata.

Mbok Jum dan Bapa Suradi adalah salah satu penduduknya. Di sore menjelang malam itu mereka berdua tengah berkeluh di kursi bambu buatan sendiri dari sisa-sisa bambu yang tak terpakai ditaruh di depan rumah gubuk yang beralaskan tanah. Di bawah pohon beringin besar itu membuat suasana menjadi dingin, tapi dinginnya lebih ke hawa mistis. tapi tak sedingin pemikiran mereka.

"Siki lagi musim udan, Mbok? Aku wedi nek mangkat nderes." Terlihat Wajah Bapa Suradi penuh dengan keluhan yang susah untuk diungkapkan oleh keadaan.

"Iya, Pa, Aku juga ngerti. Dewek pasti angel nempur nggo wulan ngarep, Pa." Wajah Mbok Jum semakin tak jelas arahnya. Terlihat perempuan itu patah arah dan tak mau mau bagaimana lagi untuk bisa membeli beras untuk bulan kedepan.

"Iya, Mbok, jajal sesuk ko nyilih duit maring Bu Sri. Nek ora disilihi ya jajal utang beras maring tokone Bu Yani" Jawab Bapa Suradi dengan mata kosong menandakan kepasrahan.

"Aku jane wis isin, Pa. Aben-aben nyilih duit meng kue wong loro, rikuh lah, Pa" Jawab Mbok Jum membantah permintaan suaminya tercinta. Baru kali ini Mbok Jum menolak keinginan suami yang begitu dicintainya.


Mereka terdiam dengan perkataan Yu Jum yang membuat mereka berpikir keras. Apalagi mereka berdua hanya sekolah SD itupun tidak selesai. Untuk berpikir seperti itu pasti selalu mendapati kebuntuan. Mereka tak mau tahu dan langsung masuk ke sentong yang berdipan bambu. Keroncongan perut Yu Jum membangunkannya. Dia lapar sekali sehari kemarin hanya makan tela yang dibubut di belakang rumah. Dia bangun namun hanya terdiam dan tidak mau membangunkan suaminya yang tengah tertidur pulas seperti tak merasa lapar. Padahal Yu Jum tahu suaminya pasti sangat lapar sekali. Kokokan ayam menjadi pereda lapar Yu Jum. Suara jangkrik semakin mengentir tak jelas nadanya membuat Yu Jum semakin meradang.

Sinar mentari meletak menjepret semakin panas. Ayam babon yang sudah ke luar kandang tengah mengarahkan anak-anaknya untuk makan dedek. Tak diduga datang dua orang berpakaian serba hitam mengendarai sepeda motor dan mengetok pintu rumah.

"Assalamualaikum, Mbok Jum" Ucapan salam itu disertai dengan gedoran pintu yang cukup lancang.

"Mbok Jum! Nang ndi ko? Wis 5 dina setoranmu nunggak." Ucapan itu dirasa kurang sopan. Ya, kurang sopan karena mereka hanyalah tamu. Dalam adab perilaku seperti itu jelas disalahkan mentah-mentah.

Tiba-tiba Yu Jum datang dan menemui mereka berdua dengan muka muram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun