Mohon tunggu...
Muhammad Aziz Rizaldi
Muhammad Aziz Rizaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengangguran

Berusaha dan terus bergerak untuk berdampak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia Sungai

27 Februari 2022   22:39 Diperbarui: 27 Februari 2022   22:57 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Surip, seorang yang bermata pencaharian sebagai pemecah batu di sungai Klawing. Sungai yang memeluk kaki Gunung Slamet sebelah utara sampai ke Pantai Cilacap. Bantaran sungai Klawing masih berupa hutan lindung yang selalu dijaga oleh Polisi Hutan. Surip bermukim di rumah kumuh yang berlantaikan tanah di desa Dayan. Desa yang padat dengan pemukiman penduduk. Desa itu dipenuhi dengan rumah yang saling bersaing untuk mencakar langit, serba megah. Namun, di sisi utara masih banyak pemukiman kumuh seperti yang ditempatinya sekeluarga.

Adzan Azhar mendengung di langit Klawing. Surip bergegas memecahkan batu itu cepat-cepat agar bisa beristirahat. Dengan baju yang disampirkan ke bahu terlihat tulang kering yang hanya diselimuti oleh kulit keriputnya. Tapi, tenaga Surip sangat luar biasa. Dalam setengah hari ia mampu memecah batu sampai sebakul dan membawanya ke bantaran sungai. Setiap bekerja ia tak pernah sendiri. Ada beberapa orang yang memiliki kegiatan serupa. Di bantaran sungai sudah ada Yu Sal yang menjajakan hasil tangannya. Sebuah warung yang menjadi langganan orang-orang sungai.

Pekerjaannya telah usai dan Surip menepi ke warung Yu Sal untuk mengisi perutnya yang telah mengempis. Ia hanya memesan kopi, gorengan dan ketupat. Saat makanan telah dihadapannya barulah ingat bahwa ternyata ia tak memiliki uang. Ia merogoh semua saku celana yang setengah bolong itu. Bahkan sampai ke sela-sela pun ia tak menemui satu butir uang yang diharapkan. Mukanya tambah loyo.

"Itu lo, kopinya keburu dingin" Yu Sal memerintahkan Surip agar segera menenggak kopi buatannya. Tapi, mukanya juga agak bingung dengan kelakuak Surip yang tak seperti biasanya.

"Hehe, iya, Yu. Tapi, aku lupa ternyata nda punya uang untuk bayar" Jawab Surip dengan muka loyo yang dihiasi senyum gigi yang kuning.

"Oooo, tidak apa-apa. Banyak pelangganku yang sering hutang. Yang paling sering ya itu, temenmu si Kurim." Jawab Yu Sul dengan muka kecut dan jarinya menunjuk ke arah kurim yang tengah merampungkan pekerjaannya di sungai.

Perasaan tidak enak semakin mencuat di hati Surip ketika melihat muka masam Yu Sul. Tapi, bagaimana lagi perutnya sudah keroncongan, matanya sudah berkunang, kepalanya sudah sedikit miring karena terasa sangat pusing. Kalau tidak segera diisi ya semaputlah Dia. Ya, terpaksa dimakan dan minumlah pesanan itu.

"Aku bayar besok, ya, Yu, kalau batuku udah diambil juragan" Surip berkata dengan perasaan tidak enak yang menyelubungi hatinya.

"Iya, santai saja. Toh, kamu setiap hari di sini. Pastilah aku percaya padamu" Jawab Yu Sal sambil tersenyum cantik. Memang Yu Sul ini merupakan seorang janda muda yang baru cerai. Suaminya hanya judi nomer, sabung ayam, mabuk-mabukan dan bermain wanita. Mungkin karena itulah mereka berdua berpisah.

Surip kembali lagi bertemu dengan palu yang menjadi kekasihnya setiap hari. Dipukul-pukulkan palu itu ke bongkahan batu yang besar sehingga pecah. Pecahan batu itulah yang menjadi ladang penghidupan keluarga mereka. Tapi, ya itu dengan pecahan batu hidupnya hanya bisa pas-pasan bahkan banyak hutang untuk berobat jalan Si Midah, anaknya, di mana-mana yang masih terus memburunya seperti peluru yang tepat mengenai kepala sasarannya. Begitu ditagih langsung duarr, terasa meledak kepala itu karena ia tak punya uang untuk menutup.

Ia selalu bergairah saat memukul bebatuan besar itu. Ia tak pernah berpikir untuk mengubah jalur hidupnya yang terlalu melelahkan untuk dirasa. Tak dirasa ternyata pecahan batu tadi sudah memenuhi bakul dan ia langsung cekatan untuk mengangkatnya. Saat tengah memikulkan bakul ke punggungnya terasa encok di pinggulnya dan ia langsung terguling, semua batu tadi tercecer kembali ke sungai. Bahkan ada yang terbawa arus. Teman-temannya hanya menertawai lelaki paruh baya itu. Surip hanya membalas dengan senyum kecut sekecut tubuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun