Mohon tunggu...
Muhammad Ari Pratomo
Muhammad Ari Pratomo Mohon Tunggu... Lawyer, Writer, Songwriter No Viral, No Justice

Lawyer, Writer, Songwriter No Viral, No Justice

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ketika Hukum Tak Bisa Menyembuhkan : Aku Menulis Untuk Bertahan

1 Juni 2025   20:04 Diperbarui: 1 Juni 2025   20:04 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Hukum Tak Bisa Menyembuhkan, Aku Menulis untuk Bertahan

Oleh: Muhammad Ari Pratomo

Banyak orang mengira menjadi pengacara itu berarti menjadi kuat --- tak tergoyahkan oleh air mata, terbiasa menghadapi konflik, dan tahu caranya berdiri tegak meski dunia runtuh di sekeliling. Tapi mereka lupa, kami pun manusia. Yang menyerap cerita-cerita pahit setiap hari, namun tak selalu punya tempat untuk melepaskannya.

Namaku Muhammad Ari Pratomo. Di ruang sidang, aku terbiasa menjadi suara bagi mereka yang kehilangan suara. Aku membela hak, menyusun pasal, dan memperjuangkan keadilan --- entah itu untuk pasangan yang berpisah, korban penipuan, atau bahkan terdakwa yang mencari jalan kembali. Tapi di balik semua itu, aku pulang ke rumah yang tak ada siapa pun di dalamnya. Hanya aku. Dan sunyi.

Tak ada pelukan. Tak ada tawa kecil menyambut di pintu. Yang ada hanyalah gitar yang kusandarkan di sudut kamar, kertas kosong di meja kerja, dan bayangan dari kasus yang belum selesai benar-benar hilang dari pikiran.

Orang tak tahu, setiap selesai sidang, seringkali aku merasa seperti membawa pulang energi luka orang lain. Sebagian darinya menempel. Dan karena tak tahu ke mana harus kularikan, aku menulis. Atau bernyanyi perlahan, agar tak terdengar oleh siapa pun --- kecuali hatiku sendiri.

Ilustrasi By: Muhammad Ari Pratomo
Ilustrasi By: Muhammad Ari Pratomo

Menulis dan bermusik bukan lagi soal karya. Ini soal bertahan. Ini tentang menyelamatkan diriku dari tenggelam dalam beban yang tak terlihat. Karena hidup dalam dunia hukum, setiap hari rasanya seperti berdiri di antara dua sisi luka: mereka yang tersakiti dan mereka yang menyakiti. Keduanya menuntut untuk dipahami, dan aku berada di tengah, mencoba menjadi jembatan.

Aku tak ingat kapan terakhir kali benar-benar jatuh cinta. Mungkin karena terlalu sering melihat cinta hancur dalam dokumen gugatan. Atau karena takut mencintai lalu kehilangan. Aku tak tahu. Tapi yang kutahu, aku mulai terbiasa hidup sendiri --- dan anehnya, sunyi itu menjadi ruang paling jujur untuk berbicara dengan diriku sendiri.

Dalam sunyi itu aku bertanya: Apakah aku masih manusia yang bisa merasa? Atau sudah menjadi mesin hukum yang bekerja tanpa jeda?

Jawabannya datang dalam bentuk puisi yang kutulis tengah malam. Datang dalam nada lagu yang kugubah diam-diam. Dalam catatan kecil di buku harian digitalku yang tak pernah kubagikan ke siapa pun... hingga malam ini.

Aku menulis ini bukan untuk mengundang simpati. Tapi karena aku yakin, banyak dari kita yang juga memikul beban dalam diam. Banyak yang tampak kuat di siang hari, tapi menangis tanpa suara di malam hari. Dan tak apa. Karena itu berarti kita masih hidup. Kita masih punya hati.

Menjadi pengacara memang mengajarkan aku untuk berani. Tapi kesepian mengajarkanku untuk jujur. Bahwa kadang, yang paling kita butuhkan bukan kemenangan di persidangan, tapi seseorang yang bisa mendengarkan kita tanpa menilai.

Jika kamu membaca ini dan merasa hal yang sama --- kesepian, tapi tetap ingin percaya pada makna --- ketahuilah, kamu tidak sendiri. Kita sama. Kita bertahan. Dengan cara yang mungkin berbeda, tapi tujuan yang serupa: tetap waras. Tetap hidup. Tetap manusia.

Dan malam ini, aku kembali membuka laptopku, menulis satu per satu kalimat ini dengan jari gemetar. Bukan karena sedih. Tapi karena akhirnya, aku memberanikan diri untuk jujur pada dunia... dan pada diriku sendiri.

Muhammad Ari Pratomo
Pengacara | Penulis | Musisi
Menyuarakan keadilan bukan hanya di ruang sidang, tapi juga lewat lirik dan kata --- untuk mereka yang tak bersuara, termasuk diri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun