Dipandang berdasarkan banyaknya sesuatu, realitas terbagi menjadi dua: keberadaan (eksistensi) dan keapaan (esensi). Jika dilihat dari segi keberadaan, segala sesuatu itu hanya satu, tidak berbilang, karena yang benar-benar ada hanyalah satu, yaitu yang Esa. Namun, saat ditinjau dari segi keapaan, barulah sesuatu itu tampak beragam. Sebelum kita membahas apa-apa tentang sesuatu, kita harus memastikan apakah sesuatu itu ada atau tidak. Jika sesuatu tidak ada, maka pertanyaan tentang sifatnya menjadi sia-sia, seperti mempertanyakan keadaan istri kedua pada seorang yang masih jomblo.
Eksistensi: Asal Mula Keberadaan Segala Sesuatu
Tidak ada yang ada kecuali yang ada. Maka, diluar keberadaan, segala sesuatu itu tidak ada. Yang ada hanyalah yang ada. Yang tidak ada adalah tidak ada.Keberadaan hanya bisa dijelaskan oleh keberadaan itu sendiri. Karena selain keberadaan, adalah ketiadaan. Keberadaan tidak berawal dan tidak berakhir dari dan menuju ketiadaan. Karena untuk mengadakan dirinya sendiri saja, ketiadaan tidak mampu. Apalagi mengadakan yang lain. Jika ketiadaan tidak mampu mengadakan dirinya sendiri, mustahil ia dapat mengakhiri keberadaan yang lain. Jadi, keberadaan berawal dan berakhir dari dirinya sendiri. Atau, awal dan akhir segala sesuatu bermula dan berujung pada keberadaan.
Definisi Keberadaan: Tantangan Logika dan Pelajaran Manajemen
Untuk mendefinisikan sesuatu, kita memerlukan batasan, penyusun, dan pembeda antara sesuatu dengan yang lainnya. Namun, batasan, penyusun, dan pembeda hanya bisa dilakukan oleh sesuatu selain yang ingin kita definisikan. Sedangkan di luar keberadaan itu tidak ada apa pun. Maka, tidak ada yang sanggup membatasi, menyusun, atau membedakan keberadaan. Keberadaan hanya dapat didefinisikan oleh dirinya sendiri. Dalam manajemen, hal ini mengajarkan kita bahwa tidak semua hal bisa didefinisikan dengan parameter yang kaku; terkadang kita harus menerima keberadaan sebuah fenomena apa adanya sebelum mencoba mengukurnya.
Esensi: Apa Saja yang Ada, dan Bagaimana Kita Menatanya
Jika keberadaan sesuatu sudah pasti, barulah kita bisa mempertanyakan keapaan atau esensinya. Esensi sendiri tidak memiliki kemandirian; ia selalu membutuhkan eksistensi. Jika eksistensi dihilangkan dari esensi, maka esensi pun ikut lenyap. Misalnya, air hujan, air sawah, air sumur, dan air laut, semuanya berbeda pada level esensi, namun satu pada level keberadaan: kesatuan yang bernama air. Hal ini menegaskan dalam manajemen: kita perlu mengenali keanekaragaman esensi untuk menata keberagaman dalam kesatuan, baik dalam tim, strategi, maupun sumber daya.
Substansi dan Aksiden: Menentukan Prioritas dalam Manajemen
Dilihat dari urgensinya, esensi terbagi menjadi dua: substansi dan aksiden. Substansi adalah unsur yang jika ditiadakan, maka keberadaan sesuatu juga hilang. Sementara aksiden adalah unsur yang bisa diubah atau ditiadakan tanpa menghapus eksistensi sesuatu itu sendiri. Rumus dalam logika formalnya:
- X = Y + Z, di mana X adalah esensi, Y substansi, dan Z aksiden.
- Y = X - Z, artinya substansi adalah apa yang tetap ada dalam esensi setelah aksiden disisihkan.
- Z = X - Y, artinya aksiden adalah bagian esensi yang bukan substansi.
Sebagai contoh, substansi laut adalah air; jika air tiada, laut pun hilang, karena laut tidak mungkin ada tanpa air. Sedangkan aksiden laut adalah jenis ikan; laut tetap dianggap laut meskipun jenis ikan di dalamnya berbeda-beda atau bahkan tidak ada sama sekali. Contoh lain, substansi manusia adalah akal atau kepala; tanpa akal atau kepala, manusia tidak lagi dapat disebut manusia. Sementara aksiden manusia adalah jari; manusia tetap eksis sebagai manusia meski kehilangan jari, bahkan tangan sekalipun. Dalam manajemen, substansi adalah inti yang wajib dijaga, seperti visi, kompetensi inti, atau nilai organisasi, sebab tanpa substansi tersebut organisasi kehilangan identitas dan tujuannya. Aksiden dalam manajemen adalah elemen pendukung seperti gaya komunikasi, desain logo, atau aksesoris kantor, yang meskipun penting, tidak menentukan eksistensi organisasi itu sendiri.
Darimana Segala Sesuatu Berasal?
Jadi, untuk menjawab pertanyaan darimanakah segalanya berasal, jawabannya adalah dari keberadaan atau eksistensi. Dalam bahasa Arab, keberadaan disebut wujud. Dalam terminologi filsafat, keberadaan disebut Prima Causa. Dalam konsep teologis, keberadaan disebut Tuhan. Dalam Islam disebut Allah, Yahudi menyebutnya Yahuweh, ilmuwan menyebut energi abadi, dan Aristoteles menyebutnya Penggerak yang tak digerakkan. Apa pun sebutannya, semua mengarah pada realitas yang satu, yaitu sumber keberadaan dari segala sesuatu.
Kesimpulan: Mengelola Realitas Melalui Manajemen Eksistensi dan Esensi
Segala sesuatu bermula dari keberadaan. Tanpa eksistensi, pembahasan keapaan tidak hanya tidak relevan, tetapi juga tidak mungkin. Setelah memastikan keberadaan, barulah kita menata esensi agar lebih terarah. Dalam manajemen, pemahaman ini menuntun kita untuk lebih logis, sistematis, dan relevan dalam mengelola realitas, baik dalam skala individu, tim, maupun organisasi secara keseluruhan. Dengan memahami eksistensi dan esensi, kita dapat mengatur hal-hal substansial dan aksidental dengan tepat, memastikan yang inti tetap terjaga dan yang pendukung dikelola secara bijak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI