Mengenal Tiga Pilar Utama Tri Dharma Perguruan Tinggi Â
Hidup di dunia kampus, sudah tentu kita tidak asing lagi dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik itu bagi para dosen, mahasiswa, ataupun civitas akademika yang lainnya. Tri Dharma ini merupakan pilar fundamental dan harus dilakukan.
Tri Dharma berasal dari kata Sansekerta, yakni; "Tri" artinya tiga, dan "Dharma" artinya kewajiban. Dari kata "Tri" dan "Dharma" dapat dikatakan bahwa Tri Dharma adalah tiga kewajiban yang ada dalam perguruan tinggi yang harus diimplementasikan oleh setiap perguruan tinggi yang ada, sebagaimana juga yang diperintahkan dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: "perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat".
Tri Dharma sebagai tujuan dari setiap perguruan tinggi yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, di dalamnya terdiri dari tiga point, yakni; Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Pendidikan; pendidikan adalah makna pertama dalam istialh Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus diselenggarakan. Pendidikan yang biasa dimaknai sebagai suatu proses perubahan sikap dan perilaku manusia pada hakikatnya memang tidak dapat dilepaskan dari sejarah manusia (animal aducandum and animal educandus).
Pada pernyataan Proopert Lodge, yakni "life is education and aducation is life"(Munir Yusuf, 2018: 7), juga merepresentasikan bahwa pendidikan itu tidak pernah bisa lepas dari sejarah manusia itu sendiri, artinya bahwa implementasi pendidikan dalam institusi universitas, sekolah tinggi, akademi atau bentuk institusi pendidikan yang lainnya amat perlu untuk dilaksanakan, tentunya dengan paradigma atupun metode, serta pendekatan yang digunakan, terlebih-lebih hal ini juga telah tercatat dengan rapi dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, bahwa aktivitas pendidikan adalah satu keharusan yang harus dilakukan untuk mencerdaskan generasi bangsa, membentuk kepribadian, karakter, akhlak, dan potensi para generasi bangsa. Â
Penelitian; pada makna yang kedua, Tri Dharma Perguruan Tinggi menyuguhkan istilah penelitian sebagai suatu keharusan untuk diimplementasikan. Penelitian adalah aktivitas akademik yang dimaknai sebagai suatu usaha pengembangan, penemuan hal-hal baru, serta suatu pengujian kebenaran ilmu pengetahuan menggunakan metode-metode ilmiah (Lexy J. Moleong, 2011: 2--6). Pada ruang lingkup akademik, penelitian sama pentingnya dengan aktivitas pendidikan. Melalui aktivitas penelitian akan dapat ditemukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan persoalan (mialnya persoalan covid-19), dan melalui aktivitas penelitian akan dapat ditemukan suatu hal yang baru dalam rangka pengembangan suatu ilmu pengetahuan, dan amat berguna untuk kemajuan pembangunan yang berkelanjutan (Suharsimi Arikunto, 2006: 20).
Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai sebuah acuan fundamental cita-cita besar dari setiap Universitas yang ada, tidak berhenti pada pendidikan dan penelitian. Melainkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, sebagaimana maknanya yakni; "Tri" artinya "tiga" dan "Dharma" artinya "kewajiban", menyuguhkan pula istilah Pengabdian (aktivitas membantu dan melayani masyarakat setempat tanpa mengharapkan imbalan tertentu) Â sebagai suatu aktivitas yang tidak boleh ditinggalkan dan harus dilaksanakan oleh setiap perguruan tinggi yang ada, sebagaimana aktivitas Pendidikan dan Penelitian dilaksanakan. Ketiga pilar (pendidikan, penelitian, dan pengabdian) yang dirangkum dalam istilah yang kita kenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi ini, tentunya harus terus menerus direncanakan dan diimplementasikan dengan sebaik mungkin oleh setiap perguruan tinggi yang ada, khususnya di Indonesia, sehingga apa yang kita cita-citakan bersama dapat tercapai dengan baik pula.
Membudayakan Tiga Serangkai Budaya Akademik di Dunia KampusÂ
Hidup di dalam dunia kampus, sudah tentu setiap orang yang ada disana tidak hanya mengetahui dan mengenal Tri Dharma Perguruan Tinggi saja. Melainkan mereka juga tidak akan asing dengan budaya-budaya akademik yang memang harus ada dan telah ada di dalam dunia kampus itu sendiri. Budaya akademik yang dimaksudkan itu, yakni; berdiskusi, menulis, dan membaca. Ketiga budaya ini amat sangat tidaklah asing, sebagaimana Tri Dharma bagi orang-orang yang hidup dalam dunia kampus, dan akan menjadi suatu pertanyaan yang besar apabila ketiga budaya ini dirsakaan sebagai suatu hal yang asing bagi orang-orang yang hidup dalam dunia kampus itu sendiri. Dan sebagai sebuah pengingat, perlu kiranya dalam tulisan ini, ketiga budaya akademik tersebut untuk diuraikan kembali sebagai bahan refleksi.
Al-Quran, Surah Al-Alaq pada ayat 1 (ayat yang diturunkan pertama kali), Allah Swt melalui Nabi Muhammad Saw (Nabi besar umat Islam) memerintahkan manusia untuk melakukan aktivitas yang namanya membaca. Membaca adalah salah satu aktivitas dalam mencari ilmu dan pengetahuan. Dengan membaca seseorang akan menjadi tahu dan memahami sesuatu, dan dengan membaca pula, seseorang akan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki. Membaca sebagai salah satu bagian dari budaya akademik, pada dasarnya bukanlah suatu aktivitas yang hanya boleh dilakukan secara konsisten/istiqomah oleh mereka-mereka yang hidup dalam dunia kampus. Melainkan aktivitas membaca sebagai sebuah perintah pertama dari Allah Swt, sudah tentu aktivitas ini juga harus dilakukan oleh setiap manusia yang terlahir di Bumi. Karna aktivitas membaca adalah kunci pertama untuk membuka pintu peradaban yang kita cita-citakan bersama, serta aktivitas membaca adalah salah satu ciri dari sikap sosok manusia akademis yang masuk dalam prinsip-prinsip ilmiah (Reza A. A. Wattimena, 2011: 70--72). Maka, membaca menjadi salah satu aktivitas yang tercatat sebagai salah satu bagian dari budaya akademik ini, harus dibiasakan dan dipertahankan oleh masing-masing manusia itu sendiri, khususnya bagi mereka yang hidup di dunia Kampus.
Membaca sudah barang tentu menjadi salah satu budaya yang harus dipertahankan dan dikembangkan dengan baik. Namun, jika kita lagi-lagi berbicara dalam ruang lingkup kampus, budaya akademik itu tidak hanya berhenti pada budaya membaca, melainkan ada dua budaya lainnya yang tidak jauh lebih penting juga dari budaya membaca itu sendiri, kedua budaya yang dimaksud yakni; menulis dan berdiskusi. Menulis adalah cara untuk mengikat pengetahuan dan pemahaman, sebagaimana yang dikatakan juga oleh salah satu ulama Islam yakni; Imam Syafi`i, "ilmu adalah buruan, dan tulisan adalah ikatannya". Menulis adalah pengikat pengetahuan dan pemahaman diatas keterbatasan daya ingat yang dimiliki, dan tidak hanya sampai pada tahapan itu. Akan tetapi, menulis juga memiliki beragam manfaat yang dapat diraih, baik bagi personal individu itu sendiri, masyarakat, ataupun nusa, bangsa, dan agama.
Dari budaya membaca dan menulis, kita bergeser pada budaya berdiskusi. Berdiskusi adalah salah satu media pengembangan pengetahuan dan pemahaman yang kita miliki. Berdiskusi bisa juga dikatakan dengan salah satu metode pelatihan mentalitas untuk menyampaikan pandangan dan pendapat, dan bisa juga dikatakan sebagai cara dalam memecahkan sebuah persoalan (Isjoni, 2013: 131), pertukaran informasi, pengalaman, serta pertemuan dan pertengkaran ide dan gagasan yang didasarkan pada teori-teori tertentu yang dijadikan landasan ataupun rujukan (Kamisa, 2013).
Membaca, menulis, dan berdiskusi pada dasarnya merupakan tiga serangkai yang tidak bisa dilepas antara satu dengan yang lainnnya. Ketiga-tigannya itu merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dan melengkapi, dan memiliki urgensi yang dapat kita katakan setara untuk dibiasakan dan dikembangkan dengan sebaik mungkin oleh setiap individu. Dan yang jauh lebih penting lagi, yang hendak ingin disampaikan pula bahwa, melalui ketiga budaya ini, pilar dasar dari perguruan tinggi yang kita katakan sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi, akan dapat terlaksana dengan baik ketika ketiga budaya ini dapat konsisten dilakukan sembari berpegang pada prinsip-prinsip ilmiah (Reza A. A. Wattimena, 2011: 70--72) oleh setiap individu yang ada di dalam dunia kampus itu sendiri. Karna membaca, menulis, dan berdiskusi merupakan tiga serangkai budaya dasar yang menjadi kunci utama di dalam mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Referensi
Isjoni. (2013). Pembelajaran Visioner Perpaduan Indonesia-Malaysia. Pustaka Pelajar.
Kamisa. (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cahaya Agency.
Lexy J. Moleong. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosda Karya.
Munir Yusuf. (2018). Pengantar Ilmu Pendidikan. Lembaga Penerbit Kampus.
Reza A. A. Wattimena. (2011). Filsafat Kata. Evolitera.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI