Mohon tunggu...
MuhammadNoorsahli
MuhammadNoorsahli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pengalaman di Semarang Mengunjungi Bangunan Tua

18 Mei 2021   22:15 Diperbarui: 18 Mei 2021   22:29 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Hari Jumat 14 Mei 2021 kemarin saya sempat membaca tulisan bapak Arifuddin Patunru  yang berjudul, “hadirkan kembali bangunan tua itu” Serentak saya teringat pengalaman saya beberapa waktu yang lalu saat menghabiskan masa libur lebaran di kota Semarang, Jawa Tengah. Sebagian waktu libur saya menghabiskan waktu dengan mengunjungi kawasan kota lama.

Semarang is one of one city in Indonesia yang tetap mempertahankan kawasan bangunan orang tuanya. Kawasan ini pula yang kemudian menjadi salah satu daya tarik ibukota Jawa Tengah tersebut.

Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-18, Semarang memiliki kawasan yang menjadi pusat perdagangan. Kawasan inilah yang kemudian dikenal sebagai kawasan kota tua atau dulunya disebut Oude staadt. Waktu itu jalur pengangkutan lewat air sangat penting. Hal itu dibuktikan dengan adanya sungai yang melaporkan kawasan ini yang dapat dilayari dari laut sampai dengan daerah Sebandaran di kawasan Pecinan.

Pemerintah Hindia Belanda dulunya membangun benteng di sekitar kota lama. Benteng ini dinamai Benteng Vijhoek. Bila dilihat dari kondisi geografi, kawasan yang luasnya sekitar 31 Ha. ini memang terpisah dari lingkungan sekitarnya. Wajar kalau kawasan ini mendapat julukan Little Netherland.

Di kawasan yang menjadi saksi bisu penjajahan Belanda di Indonesia ini masih berdiri di sekitar 50 bangunan kuno meski sebagian telah termakan usia. Beberapa di antaranya difungsikan kembali sebagai gedung perkantoran.

Pada akhir 1990-an, Pemerintah Kota Semarang merevitalisasi kawasan Kota Lama dengan memperbaiki dan membenahi jalan, drainase dan membuat polder untuk mengendalikan rob (rembesan air laut ke daratan). Ruang terbuka di sekitar polder tepat di depan stasiun kereta api Tawang itu juga digunakan untuk rekreasi, pentas apung, dan “dugderan” menjelang datangnya bulan puasa.

Berjalan kaki di kawasan Kota Lama ini rasanya seperti kembali ke masa seratus tahun yang lalu. Hampir tidak ada perubahan yang berarti. Tidak heran bila kawasan ini telah berkali-kali digunakan sebagai lokasi pembuatan film yang bersetting masa lampau. Salah satunya adalah “GIE”

Bangunan-bangunan tua penuh kisah itu dibiarkan tetap berdiri. Sebagian memang sudah tampak kusam dan tak terurus, tapi sebagian lagi sudah siap dan dipergunakan sebagai kantor. Seluruh bangunan gaya arsitektur Eropa abad 18 dan 19, namun banyak juga perpaduan arsitektur Eropa dengan arsitektur Jawa dan Cina. Setiap bangunan yang berada dalam blok-blok terpisah itu tidak memiliki halaman, pintu langsung berada di pinggir jalan. Blok-blok tersebut melayani oleh jalan-jalan kecil yang saat ini melayani paving blok. Sungguh sebuah kawasan yang memanjakan para pecinta bangunan tua.

Gereja Blenduk

Salah satu bangunan tua yang masih tegak dan tampak rapih adalah sebuah gereja Protestan yang lazim disebut Gereja Blenduk. Nama ini diberikan merunut pada bentuk kubahnya yang dalam bahasa Jawa disebut Blenduk (menggembung), sampai sekarang nama asli gereja tidak diketahui.

Menurut catatan, gereja ini dibangun pada abad ke-17 dan telah mengalami 3 kali renovasi, yaitu pada tahun 1753, 1894 dan terakhir tahun 2003. Setiap renovasi diabadikan lewat tulisan di atas batu marmer yang terpasang di bawah gereja. Renovasi-renovasi tersebut tidak mengubah ciri khas bangunan yang bergaya arsitektur Eropa klasik yang anggun dan aristokrat.

Gereja Blenduk memiliki denah segi delapan atau segi delapan beraturan dengan ruang induk di tengah, tepat di bawah kubah. Di bagian atas gereja, tepatnya di balkon masih terlihat organ (orgel) peninggalan Belanda yang sudah berusia ratusan tahun. Sayang orgel ini sudah tidak bisa difungsikan lagi sebagai pengiring saat jemaah gereja bernyanyi.

Lawang Sewu.

Setelah puas berkeliling di kawasan Kota Lama, saya kemudian menyempatkan diri mengunjungi salah satu bangunan tua yang juga menjadi ikon kota Semarang. Namanya Lawang Sewu. Tidaklah sulit untuk mencapai lokasi gedung tua ini karena cocok dengan monumen Tugu Muda di salah satu sudut kota Semarang.

Bangunan monumental dan indah ini di desain mengikuti kaidah arsitektur morfologi bangunan sudut yaitu dengan model menara kembar gotik di sisi kanan dan kiri pintu gerbang utama ini dan bangunan gedung memanjang ke belakang yang mengesankan kokoh, besar dan indah. Gedung kuno menurut catatan sejarah dibangun pada tahun 1903, dan selesai atau diresmikan penggunaannya pada tanggal 1 Juli 1907.

Lawang Sewu adalah gedung megah bergaya art deco yang bercirikan ekslusif dan berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa. Bangunan ini salah satu karya dua arsitek Belanda ternama saat itu, yaitu: Prof. Jacob F. Klinkhamer dan BJ Queendag. Awalnya digunakan sebagai kantor perusahaan kereta api Belanda atau dikenal dengan nama Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij atau dikenal NIS.

Oleh masyarakat setempat bangunan ini disebut Lawang Sewu yang berarti pintu seribu. Nama ini sebagai kiasan yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut memiliki banyak pintu.

Tahun 1945 tepatnya tanggal 8 september, terjadi pertempuran hebat antara Angkatan Muda Kereta Api Indonesia yang berusaha merebut bangunan ini dari tangan Kempetai dan Kido Butai Jepang. Untuk mengenang jasa-jasa mereka yang gugur dalam pertempuran 5 hari tersebut, di depan Lawang Sewu dibangun sebuh tugu peringatan.

Dua tahun lalu saat masuk saya berkunjung ke Lawang Sewu, oleh penjaga saya tidak diizinkan sebelum mengantongi ijin khusus dari PT. Kereta Api, pihak yang sekarang menjadi pemilik gedung tersebut. Sebelum diambil alih oleh PT. KA, Lawang Sewu pernah dijadikan kantor KODAM Diponegoro dan Kanwil Perhubungan Jawa Tengah.

Hari itu saat saya berkunjung, Lawang Sewu telah dibuka untuk umum. Ini adalah salah satu bagian dari program pariwisata kota Semarang yang dikenal dengan Semarang Pesona Asia (SPA). Wisatawan yang datang cukup banyak, hanya dengan membayar Rp. 5000, - untuk biaya pemeliharaan dan perawatan gedung kami bisa masuk dan berkeliling di Lawang Sewu.

Lawang Sewu terdiri dari sebuah bangunan utama yang membentuk huruf U dengan taman terbuka di bagian dalam. Dari pintu utama kita langsung disambut sebuah tangga besar menuju lantai 2. Di bagian bordes tangga terpasang sebuah kaca grafir yang menutupi jendela dengan ukiran yang indah.

Memasuki gedung ini aroma mistis segera menyergap kita. Lorong-lorong gelap dan kusam tampak cukup menyeramkan. Saya teringat sebuah tayangan reality show bertema mistis beberapa tahun lalu yang ditampilkan oleh Trans TV. Waktu itu dalam segmen uji nyali yang berlokasi di Lawang Sewu, kamera sempat menangkap penampakan bayangan putih yang dipercaya sebagai salah satu penunggu Lawang Sewu.

Banyak orang percaya kalau Lawang Sewu memang banyak dihuni oleh mahluk-mahluk halus dari berbagai jenis. Katanya beberapa waktu yang lalu pernah muncul wacana untuk mengubah Lawang Sewu menjadi sebuah hotel. Namun setelah pihak investor meminta bantuan paranormal untuk mengecek keberadaan para penghuni Lawang Sewu, niat tersebut dibatalkan karena sang paranormal sendiri kewalahan untuk membersihkannya.

Saya sedikit banyaknya mempercayai tentang keberadaan para mahluk halus penghuni Lawang Sewu tersebut karena aroma mistisnya memang sangat terasa.

Dan aroma mistis yang menegangkan semakin terasa saat saya mengikuti tur ke penjara bawah tanah Lawang Sewu yang terletak di bagian belakang. Di ruang bawah kamera inilah penampakan yang ditempatkan oleh kamera Trans TV itu berlokasi. Cukup dengan membayar tambahan Rp. 5000, - kita sudah bisa ikut turun ke penjara bawah tanah tersebut.

Penjara yang dimaksud berada di kedalaman kurang lebih 3 meter dari permukaan. Suasananya gelap gulita dan sumpek. Begitu masuk kami membawa lorong-lorong selebar 1,5 meter dengan ketinggian langit-langit yang tak lebih dari 2,5 meter dengan bantuan senter besar dari.

Pemandu yang menemani kami menunjukkan kamar-kamar di sebelah kanan dan kiri lorong yang dulunya dijadikan penjara atau tempat penyiksaan para pejuang kita baik oleh pihak Belanda maupun pihak Jepang.

Ruangan pertama yang ditunjukkan kepada kami adalah ruangan yang berisi bak-bak beton sepanjang 1 m. Dalam bak-bak beton tersebut katanya para pejuang kita dipaksa untuk berjongkok dan direndam udara di bagian atasnya ditutup jeruji besi. Ruangan ini bernama penjara jongkok. Saya bergidik membayangkan derita para tahanan yang disekap di situ.

Selanjutnya ada jejeran sekat batubata lemari selebar 1 x 1 meter yang disebut penjara. Di sekat-sekat yang sempit tersebut dijejalkan 4 sampai 5 tahanan dan ditutup dengan jeruji besi. Katanya tahanan akan dibiarkan di dalam sana sampai mati lemas.

Tapi ruang yang paling menyeramkan adalah ruang eksekusi. Di dalam ruangan tersebut terdapat bekas meja baja yang ditanam ke lantai. Katanya di dalam ruangan para tahanan dieksekusi dengan cara dipenggal. Saya hanya mengintip bentukan ke dalam dengan bantuan pusat informasi, rasanya bulu kuduk saya merinding membayangkan proses eksekusi pada para pejuang kita itu.

Setelah mengitari lorong-lorong bawah tanah selama kurang lebih 15 menit kami akhirnya kembali ke atas. Rasanya lega sekali bisa menghirup udara di permukaan. Sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan sekaligus menegangkan.

Bangunan tua yang tetap terjaga sebagaie pecintabangunan tua dan bersejarah, saya merasa sangat dimanjakan oleh Pemerintah Kota Semarang. Saya diam-diam mengangkat topi dan menjawab komitmen Pemerintah Kota Semarang yang tetap menjaga bangunan tua tersebut. Selain di kasawan Kota Lama, masih banyak lagi bangunan-bangunan tua yang populer di seluruh kota Semarang.

Walaupun tidak semua bangunan tersebut dirawat dan digunakan kembali, tapi setidak-tidaknya jejak sejarah bangsa kita masih sangat mudah ditemui di kota itu. Bangunan-bangunan tersebut mungkin beruntung karena berdiri di atas kota di mana pemerintahnya masih tetap keberadaan keberadaan mereka. Saya bahkan sempat berpikir nakal, “wah kalau di Makassar, pasti kawasan ini sudah lama dijadikan kawasan ruko.

Secara tidak sadar saya memang membandingkan kepedulian Pemkot Semarang dalam merawat bangunan-bangunan orang tuanya dengan sikap Pemkot Makassar yang kadang-kadang semena-mena terhadap bangunan tua penuh nilai sejarah. Di pati, hanya ada segelintir bangunan tua yang tersisa.yaitu RSK tayu Itupun sudah fakum.

Kebijakan Pemkot Semarang yang cukup peduli pada bangunan orang tua dibuktikan dengan SK Walikota no. 650/50/1992 yang melindungi 102 bangunan tua termasuk Lawang Sewu. Selain itu tampak di berbagai jalan besar juga dipasang spanduk yang bertuliskan kata-kata, ”mari kita jaga dan lestarikan bangunan tua di Semarang“. Bangunan-bangunan tua tersebut terbukti berhasil menarik minat wisatawan lokal maupun internasional yang ujung-ujungnya tentu menambah pundi-pundi pendapatan daerah.

Saya membayangkan betapa senangnya orang-orang Belanda yang pernah tinggal atau pernah tinggal atau tinggal di Semarang saat mereka bisa kembali dan bernostalgia di daerah yang menyimpan banyak kenangan buat mereka. Sangat berbeda dengan keadaan di kotaku

Memang semuanya sudah terlambat bagi kota Makassar. Membangun kembali bangunan baru yang berarsitektur seperti bangunan tua tersebut bukan sebuah jalan keluar, karena sebenarnya yang paling penting adalah konsep kawasannya. Bagi saya dan mungkin juga anda, sekarang yang terpenting adalah jangan sampai semua peninggalan bersejarah itu dihilangkan dari kota Pati. Apalagi untuk sebuah alasan komersil semata-mata. Bukankah begitu?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun