Mohon tunggu...
M. Hasybi Rabbani
M. Hasybi Rabbani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulusan S1 Sejarah dan Kebudayaan Islam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Merupakan seorang lulusan Prodi S1 Sejarah dan Kebudayaan Islam. Selain tertarik terhadap hal yang berhubungan dengan sejarah maupun kebudayaan, saya juga terkadang menyukai hal tentang lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Dayah Darul Ihsan: Membangun Kembali Warisan Abu Hasan Krueng Kalee

17 Juli 2022   17:15 Diperbarui: 3 Juni 2023   18:49 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto udara komplek Dayah Darul Ihsan. Sumber: Instagram Dayah Darul Ihsan Abu Hasan

Beberapa kali pihak keluarga mencoba kembali menghidupkan dayah tersebut, namun gagal. Terakhir pada 31 Mei 1999, pihak keluarga mencoba mendirikan dayah tersebut dibawah naungan Yayasan Darul Ihsan. Adalah cucu beliau, Bapak Waishul Qarany Aly bersama dengan para sepupunya, Ustadz Mutiara Fahmi, Ustadz Muhammad Faishal, H. Musannif dan juga salah seorang anak Abu Hasan Krueng Kalee, Teungku Razali Hasan berhasil mendirikan Dayah Darul Ihsan dibekas tanah Dayah Krueng Kalee.

Pada awalnya, pihak yayasan mencoba merekrut anak yatim maupun anak kurang mampu sejumlah 49 orang. Mereka dibiayai penuh oleh pihak yayasan, bersekolah formal di SMP Lambaro Angan dan mengaji malamnya di komplek dayah. Namun dari sekian banyak yang direkrut, hanya beberapa orang saja yang berhasil mencapai tingkat kelas 3 SMA dan melanjutkan studi di Al-Azhar Mesir.

Darul Ihsan sendiri menyimpan banyak kitab-kitab peninggalan Abu Hasan Krueng Kalee, kebanyakaan merupakan kitab yang beliau gunakan dalam menimba ilmu sewaktu di Mekkah. 

Pada awalnya kitab-kitab ini berceceran dan rusak karena sering dipindah-pindahkan. Namun beberapa tahun belakang Dayah Darul Ihsan mempunyai tenaga pengajar berkebangsaan Mesir bernama Syeh Muadz. Beliau memulai untuk mengidentifikasi, preservasi, konservasi serta merestorasi naskah dan kitab-kitab milik Abu Hasan Krueng Kalee selama 3 tahun lamanya. 

Beliau berpendapat bahwa kitab-kitab tersebut memang benar dipelajari secara serius, melihat banyak nya catatan tangan yang terdapat didalam kitab tersebut, dan juga hanya segelintir orang yang benar-benar serius yang berani menginvestasikan uangnya dalam membeli kitab-kitab tersebut pada masa itu. Kitab-kitab tersebut saat ini di simpan di kediaman Ustadz Muhammad Faishal di komplek Dayah Darul Ihsan.

Pada masa konflik GAM-RI, kawasan Mukim Siem dikatakan sebagai tempat yang rawan. Namun pihak yayasan sendiri selalu menghindari pertikaian diantaar dua kubu ini. Mereka berpendapat bahwa lebih baik menghindari hal seperti ini ketimbang menjadi pahlawan kesiangan. 

Beberapa kali komplek dayah ini menjadi medan adu tembak antara GAM dan RI, namun karena konsisten akan posisi netralnya, Darul Ihsan tetap masih bisa bertahan hingga saat ini. Hal ini juga yang dilakukan oleh Abu Hasan Krueng Kalee sebelumnya, menghindari pertikaian antara DI/TII dengan pihak Indonesia dan tidak ingin ikut campur didalamnya. 

Hingga saat ini Dayah Darul Ihsan sering dipercaya oleh aparat keamanan negara, bahkan pada beberapa bulan kemarin dayah ini menjadi agenda kunjungan Kasad TNI, Bapak Dudung Abdurrahman dalam lawatannya ke Aceh.

Untuk sekedar diketahui, Mukim Siem tempat berdirinya Dayah Darul Ihsan terdapat banyak artefak berupa batu nisan kuno. Dari hasil wawancara kami dengan informan dijelaskan bahwa kawasan tersebut sejak dari dahulu merupakan pusat kegiatan pengkajian Islam di Aceh, khsusunya Aceh Besar. 

Dikatakan bahwa leluhur dari Abu Hasan Krueng Kalee merupakan para tokoh-tokoh agamawan terkemukan, hal ini diperkuat dengan bukti adanya makam-makam kuno ulama-ulama besar, sebut saja terdapat makam Teungku Chik Di Krueng Kalee dan Teungku Glee Iniem di Mukim Siem ini. 

Batu nisan ini dapat ditemukan berceceran di tepi jalan dan jumlahnya dapat mencapai puluhan. Namun sangat disayangkan, kebanyakan nisan di wilayah ini dibiarkan terbengkalai begitu saja, tanpa ada perawatan ataupun pengumpulan. Oleh karenannya kami berharap Mukim Siem ini dapat menjadi pusat studi dan kajian arkeologi guna mengungkap sejarah di Aceh lebih dalam.

(Tulisan ini hasil dari wawancara bersama Bapak H. Musannif, SE selaku ketua Yayasan Darul Ihsan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun