Mohon tunggu...
MUHAMMAD KEVINROBIUL
MUHAMMAD KEVINROBIUL Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Freelancer

Penulis biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penipuan Berkedok Investasi dalam Pandangan Filsafat

5 Mei 2024   12:53 Diperbarui: 5 Mei 2024   12:55 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Melalui kasus ini, persoalan yang dapat diambil hikmahnya adalah konsekuensi dari hawa nafsu serta sifat tamak manusia. Seperti yang telah dijelaskan pada sub judul sebelumnya, seseorang yang rasional hendaknya tidak mudah percaya dengan sesuatu yang tidak rasional, dalam hal ini adalah menjadi kaya secara instan. Akan tetapi, rasionalitas manusia sering kali digelapkan oleh perasaan rakus manusia untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

 Dari sudut pandang korban, sifat tamak mengganggu rasionalitas manusia untuk menilai bahwasanya tidak ada instrumen keuangan yang memiliki retur yang sangat tinggi dalam jangka waktu cepat serta risiko yang rendah. Apabila dilihat dari filosofi rasionalisme, korban telah gagal untuk menggunakan rasionalitas berpikirnya untuk menilai apakah investasi semacam itu masuk akal atau tidak. Alih-alih menggunakan rasionalitas, korban justru lebih banyak menggunakan ketamakan dan harapan yang ada di dalam diri sehingga korban tidak dapat membuat keputusan yang rasional. Akibatnya, korban masuk ke dalam jebakan penipuan oleh influencer-influencer tersebut.

Dari sudut pandang pelaku penipuan, sifat negatif yang dipakai oleh pelaku adalah sifat licik serta tamak. Dalam filosofi Existentialism yang dikemukakan oleh Sartre,  manusia memiliki kebebasan yang "radikal", yang berarti setiap orang dapat menjadi apa saja. Namun, ada istilah yang disebut "Bad Faith" yang terjadi pada pelaku penipuan dalam kasus ini, pelaku bertindak sebagai "static being" yaitu sang penipu. Karena pelaku berpikir sebagai penipu, pelaku tidak merasa telah melakukan sesuatu yang buruk/merugikan. Oleh sebab itu, pelaku tidak memikirkan bagaimana nilai moral dari tindakan yang dilakukan olehnya, serta kerugian yang akan diterima oleh korban. Berlainan dengan prinsip filosofi Sartre, manusia seharusnya bertindak sebagai "dynamic being" yang bebas menentukan apa itu dirinya.  

 

Kaitan Penipuan Investasi Dengan Ide Tentang Tuhan dan Manusia

Penipuan oleh influencer investasi sering kali menciptakan dilema moral yang dapat dikaitkan dengan konsep tentang Tuhan dan manusia. Karena didalam konsep Ketuhanan (agama) mengajarkan etika serta kejujuran dalam menjalani kehidupan yang baik seperti teori yang diciptakan oleh filsuf yunani kuno yaitu Aristoteles.


 Aristoteles selalu menekankan pentingnya etika dalam menjalani kehidupan yang baik. Bagi Aristoteles, kebaikan moral terletak pada tindakan yang sesuai dengan akal budi manusia atau norma-norma yang berlaku di masyarakat tanpa merugikan orang lain. Penipuan oleh influencer investasi bertentangan dengan kebaikan moral karena melanggar prinsip kejujuran dan menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain. Aristoteles juga mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang diarahkan untuk mencapai kebahagiaan melalui tindakan-tindakan yang baik dan bijaksana. Penipuan seperti ini akan menghambat pencapaian kebahagiaan sejati yang Tuhan inginkan untuk manusia.[4]

Penipuan oleh influencer investasi mengekspos sifat manusia yang rentan terhadap janji-janji palsu dan keinginan untuk memperoleh keuntungan cepat. Manusia sering kali tergoda oleh kesempatan untuk menghasilkan uang tanpa usaha yang berarti, dan influencer investasi memanfaatkan keinginan ini dengan menawarkan skema yang tampaknya menjanjikan dengan keuntungan yang sangat besar.

Dari perspektif konsep tentang Tuhan, penipuan seperti ini mencerminkan ujian terhadap keimanan dan integritas manusia. Banyak agama mengajarkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan pertanggungjawaban atas tindakan yang kita lakukan. Ketika seseorang terlibat dalam penipuan, ini bukan hanya melanggar nilai-nilai etika manusia, tetapi juga menciptakan pertanyaan tentang keimanan pada agama yang mereka percaya. Karena seseorang yang beriman akan mematuhi seluruh peraturan yang diatur didalam agamanya.

  

Kesimpulan dan Saran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun