Mohon tunggu...
Muhammad Isnaini
Muhammad Isnaini Mohon Tunggu... Dosen

Membaca dan menulis adalah Dua sisi dari satu koin: membaca memperkaya wawasan, sementara menulis mengolah dan menyampaikan wawasan tersebut. Keduanya membangun dialog tak berujung antara pikiran dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru dan Beban Administrasi: Saatnya Pendidikan Fokus pada Pembelajaran Bukan Laporan

21 Juli 2025   22:45 Diperbarui: 21 Juli 2025   22:41 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saatnya ke Pembelajaran bukan laporan bersama Kemenag RI

Melaksanakan Pembelajaran bersama dosen dan Guru 
Melaksanakan Pembelajaran bersama dosen dan Guru 
Guru adalah ujung tombak pendidikan. Dalam dirinya terletak harapan besar bangsa untuk membentuk generasi yang cerdas, berakhlak, dan berdaya saing. Namun, harapan ini sering kali berbenturan dengan kenyataan yang dihadapi guru di lapangan. Alih-alih fokus pada proses pembelajaran dan pendampingan siswa, banyak guru saat ini justru dibebani oleh tumpukan pekerjaan administratif yang tidak jarang menguras energi dan mengalihkan perhatian dari tugas utamanya: mengajar.

Dalam praktiknya, guru sering kali lebih sibuk mengisi berbagai formulir, menyusun perangkat ajar yang terlalu teknis, memperbarui data pada sistem daring, hingga memenuhi tuntutan pelaporan dari berbagai jenjang birokrasi. Di beberapa sekolah, guru bahkan merasa bahwa tugas mengajar hanyalah bagian kecil dari keseluruhan beban kerja mereka. Sebagian dari mereka mengeluh bahwa waktu untuk berinteraksi secara mendalam dengan siswa semakin terbatas karena harus mengejar kelengkapan dokumen, baik untuk keperluan akreditasi, evaluasi kinerja, maupun pelaporan rutin.

Kondisi ini bukan hanya dialami guru di sekolah umum, tetapi juga di madrasah. Bahkan, dalam konteks madrasah, beban administratif sering kali bertambah karena adanya laporan kegiatan keagamaan yang bersifat harian, mingguan, dan bulanan. Mulai dari laporan kegiatan tadarus, program keasramaan, kegiatan tahfidz, hingga pelaporan EMIS dan BOS yang semuanya menuntut perhatian serius. Di tengah kondisi ini, semangat untuk mendidik dengan sepenuh hati kerap tergerus oleh tekanan administratif yang terus membayangi.

Menurut teori Role Strain dari Goode (1960), seseorang yang mengalami banyak tuntutan peran yang tidak seimbang cenderung mengalami tekanan psikologis dan penurunan efektivitas kerja. Ini sangat relevan dengan realitas guru hari ini yang tidak hanya dituntut untuk menjadi pendidik, tetapi juga administrator, operator sistem, pengarsip, dan bahkan kadang menjadi "pekerja birokrasi" di lembaga pendidikannya sendiri. Padahal, dalam pandangan John Dewey, pendidikan seharusnya adalah proses yang hidup dan berpusat pada interaksi antara guru dan murid---sebuah relasi yang tidak bisa dibangun secara berkualitas jika guru kehilangan waktu, fokus, dan ketenangan batinnya.

Namun, harapan tetap ada. Guru masih memiliki ruang untuk mengelola peran dan prioritasnya dengan bijak. Yang paling utama adalah menyadari bahwa inti profesi guru adalah mendidik. Segala bentuk tugas lain, meski dianggap penting, tetaplah bersifat penunjang. Guru perlu berani memosisikan dirinya kembali sebagai pendidik yang tidak kehilangan orientasi karena beban administratif. Dalam ruang sekolah maupun madrasah, semestinya ada pembagian kerja yang adil dan proporsional agar tugas administratif tidak sepenuhnya ditanggung oleh guru seorang diri. Tim kerja, kolaborasi antarguru, serta dukungan tenaga administrasi harus diperkuat sebagai sistem pendukung.

Literasi digital juga menjadi kunci penting. Jika guru dibekali dengan kemampuan mengelola teknologi secara efektif dan efisien, maka banyak tugas administratif sebenarnya bisa diselesaikan lebih cepat dan tidak berulang. Namun, ini hanya mungkin jika sistem yang digunakan memang ramah pengguna dan tidak terlalu sering berubah tanpa sosialisasi yang memadai.

Sudah waktunya sistem pendidikan nasional mereformulasi kembali esensi kerja guru. Jangan sampai pendidikan berubah menjadi ruang formalitas yang kaku dan penuh laporan, tetapi kosong dari makna dan relasi. Guru harus diberi ruang untuk hadir secara utuh di hadapan siswa---menjadi inspirator, pembimbing, sekaligus teladan. Pendidikan tidak akan pernah berhasil jika guru kehilangan energi dan semangatnya hanya untuk memenuhi format-format yang tidak menyentuh langsung proses belajar. Maka, mari kita kembalikan ruh pendidikan pada tempatnya: fokus pada pembelajaran, bukan semata pada pelaporan.

Untuk mengimplementasikan pergeseran fokus dari beban administrasi ke kualitas pengajaran, langkah konkret perlu dilakukan di tingkat sekolah dan madrasah secara sistemik. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan penataan ulang pembagian tugas guru. Kepala sekolah dan kepala madrasah memiliki peran strategis dalam mengorganisasi tugas-tugas yang bersifat administratif agar tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru mata pelajaran. Misalnya, dengan membentuk tim administrasi sekolah yang khusus menangani pengelolaan data dan laporan, serta menyediakan operator yang kompeten dalam pengelolaan sistem digital seperti Dapodik, EMIS, atau ARKAS. Dengan demikian, guru tidak lagi harus terbagi antara mengajar dan mengisi data yang sebenarnya bisa diselesaikan oleh petugas administrasi.

Langkah berikutnya adalah memperkuat kultur kerja kolaboratif antar guru. Guru-guru dapat berbagi tanggung jawab dalam menyusun perangkat ajar, membuat laporan reflektif, atau menyusun evaluasi pembelajaran dalam kelompok kerja seperti MGMP atau KKG. Kolaborasi ini tidak hanya mengurangi beban individu, tetapi juga membuka ruang diskusi dan peningkatan mutu secara bersama. Di madrasah, forum seperti MGMP PAI atau KKG Keagamaan bisa menjadi sarana untuk menyusun dokumen administratif secara kolektif, sekaligus berbagi praktik baik dalam pembelajaran nilai-nilai keislaman.

Implementasi lainnya adalah melalui penguatan sistem pelatihan dan pendampingan guru, khususnya dalam penguasaan teknologi pendidikan yang aplikatif. Guru tidak hanya perlu dilatih untuk menguasai platform digital, tetapi juga bagaimana menggunakannya untuk meringankan beban kerja dan meningkatkan kualitas pengajaran. Banyak platform pembelajaran hari ini yang sebenarnya dapat digunakan sebagai alat untuk menilai dan mendokumentasikan capaian siswa secara otomatis, namun belum semua guru mampu memanfaatkannya secara optimal.

Penting juga untuk mendorong evaluasi kebijakan dari dinas pendidikan dan kementerian terkait, agar instrumen pelaporan disederhanakan, tidak tumpang tindih, dan berorientasi pada esensi. Ketika laporan dibuat sekadar untuk menggugurkan kewajiban birokrasi, maka maknanya menjadi semu. Di sinilah kebijakan yang berpihak pada mutu pendidikan sangat dibutuhkan, dengan mempertimbangkan realitas guru di lapangan. Guru bukan pelaksana sistem, tetapi aktor utama pendidikan yang harus dilibatkan dalam perumusan sistem itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun