Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mengapa Kita Kecanduan Buku-buku Self-Help?

21 Maret 2023   08:53 Diperbarui: 22 Maret 2023   11:48 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku-buku self-help dapat mengalihkan kita dari emosi negatif seperti kecemasan, depresi, atau kebosanan, karena kita ditawari rasa tujuan dan arah. Namun, pengalihan ini tak jarang hanyalah pindah masalah, mengalihkan kita dari satu problem ke problem lain.

Ketika orang dengan kecemasan berlebihan membaca materi self-help, biasanya terjadi dua hal, dan tak satu pun dari keduanya yang dapat menyelesaikan masalah.

Pertama, mereka hanya mengganti satu neurotisme dengan neurotisme lain yang sedikit lebih sehat. Misal, seorang pecandu rokok dan pengangguran, setelah membaca materi self-help, jadi terbiasa meditasi tiga jam sehari dan masih tak punya pekerjaan.

Kedua, materi self-help itu sendiri tiba-tiba terasa jauh lebih penting daripada menerapkan saran yang dibaca. Seorang teman membaca buku tentang cara mendapatkan teman baru dan mengobrol dengan asyik.

Hampir setiap hari dia duduk di pojokan untuk membaca buku-buku semacam itu, sendirian. Dengan membaca semua buku itu, dia merasa telah melakukan sesuatu. Materi self-help, alih-alih memecahkan, malah bikin orang mengalihkan masalah.

Dalam hal itu, orang kecanduan self-help karena mereka alergi terhadap fokus. Rasanya amat berat kalau kita duduk hening memikirkan masalah kita, mencari solusi dan memecahkannya. Lewat buku-buku self-help, kita merasa orang lainlah yang memecahkan masalah kita.

Barangkali itu juga terjadi karena orang cenderung memilih apa yang nyaman baginya. Saya suka candaan ini: "Seorang perokok berat membaca buku tentang bahaya-bahaya merokok. Esoknya, dia berhenti membaca."

4. Menyamakan kuantitas informasi dengan kualitas diri

Saya pernah punya keyakinan begini: "Semakin banyak buku self-help yang saya baca, maka semakin bijaksana pula saya." Belasan buku tentang penderitaan saya lahap, dan saya merasa perlu untuk membagikannya kepada teman atau bahkan dunia.

Saya berpindah dari satu orang ke orang lain, memberitahu bahwa derita itu diperlukan oleh manusia sampai tingkatan tertentu. Sementara pada saat yang sama, saya sendiri ogah kalau kalah lomba atau terjebak macet berjam-jam. Saya maunya hidup mudah.

Di sini saya telah menyamakan kuantitas informasi dengan kualitas diri, padahal banyaknya informasi yang kita miliki tentang sesuatu belum tentu mengubah sikap kita terhadap sesuatu itu.

Saya tahu betul bahwa konsumsi gula berlebihan itu berbahaya buat kesehatan. Tapi, sambil menulis ini, saya sedang minum segelas besar teh manis, dan nanti saya butuh kopi untuk bergulat dengan tulisan lain.

5. Taktik pemasaran dan paradoks pilihan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun