Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

7 Persoalan dalam Industri Self-Help yang Patut Diwaspadai

12 Maret 2023   06:00 Diperbarui: 13 Maret 2023   03:34 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku-buku self-help biasanya menjadi best-seller, tetapi ada beberapa persoalan serius tentangnya | Ilustrasi oleh Thought Catalog via Pixabay

Jika Anda membacanya dalam versi bahasa Inggris, yang berarti terbitan aslinya sebelum ada sensor kata oleh penerjemah, Anda bakal menemukan banyak sekali kata umpatan, seolah pengarangnya menulis hanya untuk menumpahkan rasa depresinya.

Ini bukan ungkapan benci saya pada pengarangnya. Malah, saya telah lama mengikuti blog-nya. Di sini saya sekadar memberi contoh tentang poin kedua saya: self-help jarang memberi pengetahuan baru, tapi bikin kita ketagihan untuk membacanya.

3. Efek plasebo

Ini adalah sebuah industri, sebuah bisnis. Tak ada yang salah dengan membuat bisnis, tapi ketika kita membayar untuk sebuah layanan, mungkin mereka hanya berniat memaksimalkan keuntungan dan bukannya membantu kita. Inilah yang menimbulkan masalah.

Dengan motif keuntungan, insentifnya bukan pada menciptakan perubahan nyata, melainkan persepsi perubahan nyata. Ini dapat dilakukan dengan efek plasebo: konsumen yang cemas dibuat tenang oleh lebih banyak informasi, sehingga merasa seperti relaksasi.

Mereka kemudian menciptakan sensasi pencapaian dan perbaikan, tapi biasanya menghilang dalam beberapa hari atau minggu. Setelahnya, mereka kembali merasa cemas sebagaimana dialaminya seminggu yang lalu.

Terlebih, banyak produk self-help yang menjanjikan solusi cepat dan mudah untuk aneka persoalan kompleks. Ini bisa menimbulkan ekspektasi yang tak realistis dan kekecewaan saat hasilnya tak terwujud dengan cukup cepat.

4. Kurangnya regulasi

Industri self-help jarang diatur, yang berarti siapa pun dapat menyebut diri mereka sebagai motivator dan profesional meski tanpa kredensial atau keahlian apa pun. Ketika semua orang mengaku sebagai ahli, kita biasanya dihadapkan pada saran-saran yang saling bertentangan.

Haruskah saya melakukan lebih banyak, atau lebih sedikit? Haruskah saya mengunduh aplikasi meditasi, atau berhenti bermain ponsel? Haruskah saya membuat jadwal ketat, atau mengikuti arus?

Semua itu menunjukkan kebenaran paling penting soal self-help: semua penulis membagikan perjalanan, pengalaman, atau pendapat terbaik mereka. Dan itulah yang berhasil buat mereka. Kita ingin solusi mereka juga berhasil untuk kita, tapi itu amat jarang terjadi.

Jadi, apa gunanya semua ini? Sekarang kita harus memetakan kemajuan kita, menghitung langkah kita, menyadari ritme tidur kita, mengubah pola makan kita, mencatat kegelisahan kita. Analisis semua data itu, kalibrasi ulang. Begitu seterusnya.

Saya agak malu atas pernyataan itu, seolah saya adalah seorang psikolog yang hendak menasihati Anda. Intinya cukup sederhana: tak apa untuk mengetahui apa yang berhasil bagi orang lain, tapi jangan berasumsi semua itu juga cocok buat kita. Jadilah skeptis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun