Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Harus Perempuan, 5 Penulis Laki-laki Ini juga Mendukung Feminisme

6 Maret 2023   07:16 Diperbarui: 8 Maret 2023   16:21 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak harus perempuan, laki-laki juga bisa menjadi seorang feminis | Ilustrasi oleh Markus Winkler via Pixabay

Dari perspektif liberalisme, Mill menentang subordinasi perempuan karena mereka juga berhak memiliki pilihan yang bebas dan rasional tentang bagaimana mereka menjalani hidupnya. Dengan begitulah perempuan menjadi individu yang otonom.

John Stoltenberg (lahir tahun 1944)

John Stoltenberg adalah aktivis yang menentang kekerasan seksual, penulis buku "Refusing to Be a Man: Essays on Sex and Justice" (1989). Sejak tahun 2000, dia giat mengampanyekan pencegahan pelecehan seksual dengan tema "My strength is not for hurting".

Ada perbudakan dan sadisme dalam pornografi, menurut Stoltenberg, yang mendorong pria untuk memperlakukan wanita sebagai masokis. Wanita ditundukkan untuk menikmati rasa sakit dan penghinaan; jika mereka diperkosa, mereka (dipaksa) menikmatinya.

Kesimpulannya yang paling banyak dikutip barangkali adalah ini: "Pornografi berbohong tentang perempuan. Namun, pornografi mengatakan kebenaran tentang laki-laki."

Itu berarti, bagi Stoltenberg, pornografi adalah representasi akurat dari cara laki-laki, gay atau heteroseksual, membangun seksualitas mereka di sekitar dominasi, objektifikasi, dan dehumanisasi perempuan.

Apa yang disebut maskulinitas, termasuk identitas seksual laki-laki, sepenuhnya merupakan konstruksi politik dan etika yang keuntungannya tumbuh dari ketidakadilan. Namun, justru karena maskulinitas hanyalah hasil konstruksi, maka dimungkinkan untuk menolaknya.

Kasus yang sama juga berlaku untuk perempuan. Bahkan, selain melawan dan mengubah konstruksi politik dan etika yang menomorduakan perempuan, laki-laki juga bisa ikut serta dalam pembebasan tersebut (Stoltenberg, 2000, hlm. xxxi).

Memang, banyak perempuan memiliki keluhan yang dapat dibenarkan tentang individu pria yang mengabaikannya. Namun, para lelaki seharusnya tahu lebih baik soal apa yang harus dilakukan, sehingga tak perlu dibentak dan diajak oleh perempuan untuk bersekutu.

Sebagaimana orang kulit putih mengikuti gerakan hak-hak sipil orang kulit hitam di Amerika, anak-anak kelas atas dalam gerakan keadilan ekonomi, orang non-Yahudi dalam gerakan menentang anti-semitisme, begitu pula semestinya laki-laki dalam gerakan feminisme.

Sekutu yang berkomitmen dengan tulus seperti itu, bagi Stoltenberg, selalu mengenali dan mengakui hak istimewa yang berasal dari keanggotaan mereka dalam kelas dominan. Ini berarti, kontribusi lelaki terhadap feminisme agak lain daripada peran perempuan sendiri.

Kaum lelaki pertama-tama harus mengakui hak istimewa mereka, tidak pernah lupa bahwa mereka adalah bagian dari kelas dominan. Dengan begitu, mereka mesti mendekonstruksi dan menginterupsi supremasi laki-laki dari dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun