Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlukah Berdebat?

26 Agustus 2022   22:15 Diperbarui: 26 Agustus 2022   22:20 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stigma yang melekat pada debat sering membuat orang percaya bahwa debat harus dihindari | Ilustrasi oleh Gerd Altmann via Pixabay

Untuk memahami apa itu argumen, kita dapat memulainya dengan bertanya apa yang bukan argumen. Sejumlah kontras tentangnya diilustrasikan secara memukau oleh acara sketsa komedi legendaris dari Inggris, Monty Python, dalam salah episodenya yang berjudul "The Argument Clinic".


Adegan dimulai saat seorang pria datang ke sebuah klinik untuk meminta pelayanan berdebat. Setelah bertransaksi dengan resepsionis, dia mengambil pelayanan 5 menit berdebat dan lalu diarahkan menuju ruangan 12.

Dia berjalan menuju ruangan yang dimaksud dan tiba-tiba mendapati dirinya disentak secara agresif oleh seorang pria yang duduk di belakang meja. "Apa yang kaumau?" kemudian menyebut si pelanggan dengan kata-kata kasar dan kotor.

Karena kesal, si pelanggan dengan cepat-cepat menjelaskan bahwa dia datang untuk berdebat. Pria itu langsung menghentikan makiannya dan menjawab, "Oh, maafkan saya. Ini adalah abuse (ruang pelecehan)." Dengan kata lain, si pelanggan salah masuk ruangan.

Untuk sementara, kita dapat mengambil jeda sebentar dan menarik poin pertama kita bahwasanya argumen bukanlah pelecehan, pemakian, ataupun penghinaan. Sebuah argumen tidak boleh menyerang sifat pribadi lawan bicara (atau disebut argumentum ad hominem dalam istilah cacat logika).

Melompati adegan berikutnya untuk dibicarakan terakhir, sekarang si pelanggan memasuki ruangan berbeda di mana kepalanya dipukul menggunakan palu. Ketika si pelanggan bereaksi, dia diberitahu, "Tidak, tidak, tidak. Pegang kepalamu seperti ini, lalu teriaklah Waah."

Setelah kepalanya dipukul lagi dan lalu menjelaskan maksud kedatangannya, ternyata dia salah masuk ruangan lagi karena itu adalah ruangan untuk "pembelajaran memukul kepala". Meskipun terkesan absurd, namun kita dapat mengambil kontras kedua mengenai argumen.

Argumen bukanlah perkelahian, baik fisik maupun verbal, sebab tujuan argumen bukanlah untuk membuat kepala lawan sakit. Jika pertarungan argumen melibatkan kekerasan semacam itu, maka dapat disimpulkan bahwa itu bukanlah perdebatan, melainkan pertengkaran.

Ketika si pelanggan akhirnya mencapai ruangan yang benar, seorang pendebat (katakanlah dokter) sedang duduk di belakang meja dengan tenang. Pelanggan bertanya, "Apakah ini ruangan untuk berdebat?" Dokter itu menjawab kalem, "Saya sudah memberitahu Anda sekali."

Dari sana, si pelanggan mulai naik darah: "Tidak, Anda belum memberitahu saya." Lantas dengan segera dokter merespons, "Ya, saya sudah." Percakapan mereka terus berlanjut hingga menjadi saling cekcok satu sama lain antara "Ya-Tidak dan Ya-Tidak".

Pertentangan mereka akhirnya terhenti saat dokter bertanya, "Apakah ini (pelayanan) 5 menit berdebat atau setengah jam penuh?" Kemudian si pelanggan baru menyadari apa yang sedang terjadi: dia sedang dilayani. Dia tengah berdebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun