Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seni "Menabung" Kepuasan

11 Agustus 2021   05:30 Diperbarui: 11 Agustus 2021   20:45 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Menabung" kepuasan berarti mengorbankan kebahagiaan sesaat untuk kebahagiaan yang lebih besar | Ilustrasi oleh Pexels via Pixabay

Pada tahun 1960, peneliti di Universitas Stanford melakukan sebuah studi terkenal tentang mengapa menunda kepuasan itu bermanfaat. Dalam penelitian tersebut, anak-anak ditempatkan dalam sebuah ruangan dengan satu marshmallow di atas piring.

Mereka diberi instruksi sederhana: kamu bisa memakan marshmallow itu sekarang, atau menunggu 15 menit dan menerima dua marshmallow. Tentu secara keseluruhan, respons mereka berbeda-beda.

Beberapa anak tidak mempertimbangkan pilihan kedua dan langsung menyantap marshmallow tersebut. Sebagian lagi sempat menahan beberapa menit hingga akhirnya tidak tahan untuk memakannya. Dan sisa lainnya, mereka berhasil dengan pilihan kedua.

Bertahun-tahun kemudian, setelah anak-anak tersebut tumbuh dewasa, para peneliti kembali lagi untuk melihat bagaimana keadaan mereka di dunia orang dewasa. Dan apa yang mereka temukan sangat menakjubkan.

Anak-anak yang mampu menahan godaan marshmallow melakukan kehidupan yang lebih baik dalam hampir semua metrik: mereka mendapatkan nilai yang lebih baik di sekolah, menjalin hubungan harmonis, menghasilkan lebih banyak uang, dan lebih bahagia.

Penelitian tersebut telah berhasil memikat kita agar bisa menunda kepuasan kita saat ini dan menundanya untuk menjadi lebih besar di masa mendatang. Hanya saja kenyataannya, kita tidak terbiasa untuk itu.

Menurut "prinsip kesenangan" Freud, manusia diprogram untuk mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit. Tidak diragukan lagi, kesenangan adalah pusat kelangsungan hidup kita.

Itulah mengapa anak-anak suka mencari kepuasan instan. Mereka "terlepas" dari apa yang disebut prinsip sehingga mereka hanya peduli dengan dirinya yang sekarang.

Tapi ketika kita bertumbuh dewasa, keinginan tersebut bisa dilunakkan dengan prinsip "kenyataan", atau kemampuan manusia untuk mempertimbangkan risiko dengan imbalan, yang dengannya kita dapat menunda kepuasan alih-alih membuat keputusan buruk.

Seiring bertambahnya kedewasaan, kita perlahan mulai belajar menoleransi ketidaknyamanan dari kepuasan yang tertunda jika kita memiliki tujuan atau sasaran yang lebih besar dalam pikiran. Tapi bagaimanapun tetaplah sama: beberapa orang tidak punya kemampuan itu.

Lantas, apa yang berbeda antara mereka yang bisa menunda kepuasannya dengan mereka yang cenderung memilih kesenangan instan?

Kepuasan yang Ditunda

Rasanya luar biasa dapat memiliki sesuatu yang kita inginkan saat ini. Toh hidup ini singkat, bukan? Bagi beberapa yang mengerti, jawabannya tidak demikian.

Setidaknya, ada dua jalan yang bisa kita ambil dalam situasi tertentu: satu adalah jalan menghindari rasa sakit pada saat itu, dan yang lainnya adalah jalan yang lebih sulit dengan menunda kesenangan demi tujuan yang lebih besar.

Jalan pertama merupakan jalan kepuasan langsung di mana kita menghindari "rasa sakit" dalam bentuk apa pun seakan-akan dunia ini tidak menjamin adanya hari esok. Sedangkan jalan kedua merupakan langkah yang dapat kita sebut sebagai jalan kepuasan yang tertunda.

Pemuasan yang tertunda adalah kemampuan untuk menukar kebahagiaan kita saat ini dengan kebahagiaan masa depan yang lebih besar. Kepuasan yang tertunda adalah keputusan yang Anda ambil untuk menunggu 15 menit dan mendapatkan dua marshmallow alih-alih satu.

Kepuasan yang tertunda adalah ketika Anda mengabaikan makanan berlemak karena teringat dengan berat badan dan kolesterol Anda yang tidak terkendali. 

Kepuasan yang tertunda adalah berhenti membeli barang tidak berguna sehingga Anda dapat menabung untuk rumah impian.

Itu adalah momen ketika Anda menolak rokok sehingga Anda dapat konsisten berada di jalur untuk berhenti dan menyelamatkan paru-paru Anda.

Atas dasar itulah saya menyebut metode ini sebagai "Seni Menabung Kepuasan". Secara harfiah, kita menunda kebahagiaan kita yang ada saat ini demi terkumpulnya kebahagiaan itu sendiri yang akan menjadi lebih besar di masa mendatang.

Dan jika Anda seperti umat manusia lainnya di dunia ini, Anda mungkin cukup buruk dalam hal itu. 

Kita hidup di dunia yang dipenuhi hedonisme, kecanduan narkoba meningkat, kesehatan mental memburuk, tingkat obesitas mengkhawatirkan.

Andaikan nenek moyang kita bangkit dan melihat keadaan dunia saat ini, mungkin mereka akan menganggap kita sebagai generasi yang "gila". Dan saya akan senang hati untuk menganggukkan kepala pada mereka. Saya juga salah satunya.

Beberapa orang tidak melihat nilai dari kesabaran selama masa-masa sulit atau berjuang menuju suatu tujuan; mereka ingin kepuasan instan dan lebih suka membeli ponsel terbaru daripada menabung untuk masa pensiun atau sekadar berjaga-jaga dalam masa darurat.

Kita sering mengarahkan hidup kita pada bagaimana rasa sakit dapat terhindarkan, tetapi dalam proses pemikirannya, kita gagal untuk melihat bahwa jalan kepuasan yang tertunda acapkali menyimpan solusi nyata dari masalah yang kita keluh-keluhkan.

Inilah yang pada akhirnya menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita: apakah kita dapat menunggu untuk sesuatu yang benar-benar kita inginkan, bahkan jika itu harus mengorbankan kesenangan dan kepuasan kita saat ini?

Pada faktanya, kita hampir tidak tahu tentang apa yang akan kita lakukan ketika situasi tersebut ada di depan kita. 

Manusia dirancang untuk takut dengan ketidakpastian; sesuatu yang dapat membuat pertanyaan tadi akan diragukan dengan pertanyaan lain:

Apa jaminan yang kita punya atas pengorbanan kita dalam menunda rasa kepuasan itu? Bagaimana jika ternyata hasil akhirnya tidak sesuai dengan harapan, dan ujung-ujungnya kita menyesal karena telah melewatkan kepuasan instan tersebut?

Itulah risiko yang kita punya. Sebagai makhluk yang pragmatis, kita senantiasa menginginkan apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang berguna dan tidak sia-sia. Dan ini bertubrukan dengan sifat kehidupan yang pada dasarnya dipenuhi ketidakpastian.

Tapi karena kita adalah makhluk yang pragmatis, terlebih dahulu saya akan "menggoda" Anda dengan beberapa manfaat yang dapat diraih seandainya Anda mau menabung kepuasan serta kebahagiaan sejak sekarang.

Membiasakan diri untuk hidup minimal

Hidup minimal bukan berarti Anda menghancurkan satu telinga, mencungkil satu mata, menyumbat satu lubang hidung, dan membotaki separuh rambut Anda. Tapi jika Anda tertarik, itu hak pribadi Anda.

Apa yang saya maksud adalah hidup dengan sederhana, dalam artian tidak melebih-lebihkan apa yang sudah cukup. 

Beberapa orang begitu terbiasa untuk mencari lebih dan lebih lagi; mengabaikan kenyataan bahwa sebenarnya mereka sudah berkecukupan.

Nyaman dengan hidup secara minimal bukan saja dibangun atas dasar penundaan kepuasan, melainkan juga keberanian untuk menghadapi situasi yang mengancam kita di masa depan. Inilah yang membuat kita berteguh hati untuk menghadapi ketidakpastian.

Kita tidak bisa menyangkal bahwa kesenangan yang kita korbankan pada saat ini tidak terjamin akan menjadi kebahagiaan yang lebih besar di masa mendatang. Dan itulah yang membuat kita takut.

Tapi secara paradoksal, penundaan kita terhadap kepuasan saat ini justru akan menjadi modal kita untuk bisa membiasakan diri dengan penderitaan. Karena ketika kita memutuskan untuk mengambil "rasa sakit" itu, kita sedang menyuntikkan "vaksin" pada mental kita.

Ini seperti racun yang menyehatkan: sesuatu yang kita kira akan menjadi buruk, ternyata malah mendorong kita untuk terbiasa dengan sesuatu yang "buruk" itu.

Pemberani adalah mereka yang bersedia untuk menderita demi kenikmatan hidup itu sendiri. Dan untuk menjadi berani, kita mesti terbiasa dengan taraf minimal yang hidup sediakan pada kita.

Dalam konteks ini, taraf minimal bukan berarti kita tidak mampu menjangkau taraf maksimal, tapi kita mengambilnya atas dasar tujuan yang lebih besar dan menundanya seperti bom waktu yang akan luar biasa jika meledak pada waktu yang tepat.

Kita menjadi lebih siap dalam situasi darurat dan punya lebih banyak untuk berbagi

Sejak kecil, saya sangat suka untuk menyisihkan uang saya setiap minggu. Alasannya sederhana: ketika situasi darurat menimpa saya, kekhawatiran tidak diperlukan. Hasilnya benar-benar bekerja. Bukan hanya rasa aman, tapi juga keberanian untuk melangkah.

Begitu pun ketika kita mampu untuk "menabung" rasa puas kita. Pemuasan yang tertunda terbukti berhasil karena manfaatnya berlipat ganda. 

Ketika Anda menahan nafsu belanja Anda yang sering tergoda oleh iklan, secara harfiah, Anda sedang menghemat uang.

Anda tidak hanya menjamin bahwa Anda memiliki uang dalam waktu beberapa bulan, Anda juga melindungi diri Anda dari situasi darurat seperti yang saya maksud sebelumnya. Dan tadi saya katakan "berlipat ganda"!

Lebih dari sekadar rasa aman, Anda pun juga punya kekuatan untuk menolong orang-orang yang sekarat karena kelaparan atau kekeringan. Anda membebaskan waktu mereka untuk mengejar hal-hal yang lebih berguna daripada mencari makan sepanjang waktu.

Ini mengarah pada inovasi lebih lanjut yang kemudian membuat hidup lebih baik. Malah bisa dibilang, kepuasan yang tertunda adalah fondasi peradaban. Ini adalah panggilan untuk mengorbankan sedikit kepuasan hari ini untuk meningkatkan kualitas hidup besok.

Menghargai proses dan perjuangan

Salah satu cara untuk berani menghadapi ketidakpastian adalah dengan menetapkan tujuan. Ketika Anda mempunyai sebuah visi yang kuat, di sisi lain, Anda menumbuhkan keberanian untuk menunda (sedikit) kepuasan yang ada saat ini.

Dan itu bagus. Pemuasan yang tertunda bukan hanya tentang keyakinan bahwa masa mendatang punya kepuasan yang lebih besar, tapi juga tentang kecintaan kita terhadap proses yang mewarnai langkah kita seiring mendekati "kepuasan yang dinanti".

Pada akhirnya kita tahu bahwa kehidupan bukan tentang apa yang kita impikan, melainkan apa yang kita perjuangkan dan seberapa jauh kita menikmatinya.

Berbahagia di masa kini

Mendapatkan apa yang kita inginkan saat ini, seiring waktu, pada akhirnya malah mengarahkan kita pada ketidakpuasan. Aneh, kan? Secara paradoksal, itu memang sering terjadi. Itulah mengapa kita mengenal sesuatu yang disebut penyesalan.

Pada dasarnya, ketergesa-gesaan kita untuk memutuskan apa yang harus kita petik saat ini telah meluputkan kita dari opsi-opsi yang kita miliki. Ketika kita keliru menilainya, kita tidak bisa lagi menariknya.

Tapi mari kita lihat dari sudut pandang lain.

Barangkali Anda mengira bahwa pemuasan yang tertunda merupakan cara untuk mengabaikan kesenangan saat ini dan menyimpannya untuk besok. Atau secara lebih kasarnya: kita sengaja mengambil rasa "sakit" untuk menguranginya di masa mendatang.

Kenyataannya, ini melampaui asumsi tersebut.

Orang bijak bilang, "Fokuslah pada saat ini dan di sini." Tapi bagaimana ... bagaimana kita bisa mempraktikkan itu di tengah ketidakpastian yang semakin absurd sekarang ini?

Saya berpendapat bahwa dengan "menuntaskan" kecemasan terhadap masa mendatanglah, kita bisa nyaman dengan apa yang ada saat ini. Psikologis manusia amatlah lemah terhadap ketidakpastian. Jadi ketika ketidakpastian itu tidak bisa terstrukturkan, kita semakin cemas.

Setidak-tidaknya, dengan menunda kepuasan yang kita yakini sebagai cara untuk mencapai tujuan yang lebih besar adalah keterampilan kita untuk memetakan ketidakpastian yang ada di hadapan kita. Saya tahu ini berkontradiksi, tapi sejauh Anda merenungkannya, ini nyata.

Secara sekilas, kepuasan yang tertunda terdengar menyeramkan bahwa kita mengabaikan kesenangan di masa kini untuk menghadapi ketidakpastian yang kita yakini akan lebih baik.

Tapi secara paradoksal, ketika visi kita mampu memetakan masa depan, kita akan menjadi jauh lebih bahagia di masa kini. Untuk alasan yang jelas, kita menjadi tahu tentang apa yang akan kita hadapi dan sekurang-kurangnya ... mengurangi kecemasan.

Menerapkan Seni "Menabung" Kepuasan

Saya sadar bahwa judul artikel saya memberi harapan kepada Anda tentang petunjuk-petunjuk bagaimana caranya menerapkan seni "menabung" kepuasan. Dan saya tidak akan pernah menipu pembaca (setidaknya sejauh saya menyadarinya).

Interupsi autopilot

Apakah Anda mendapati diri Anda kembali jatuh di lubang yang sama? Barangkali Anda terlalu menuruti autopilot pikiran Anda sendiri yang pada dasarnya tidak bisa menilai baik-buruknya sesuatu.

Autopilot yang saya maksud di sini bisa semacam nafsu yang ada dalam diri kita.

Kesadaran saja tidaklah cukup. Ketika pengendara sadar bahwa mobilnya sedang mengarah ke tebing yang curam, dia juga perlu membanting roda kemudinya dan mengarahkan mobil tersebut ke lintasan yang seharusnya.

Autopilot ini muncul ketika suatu hal sudah menjadi kebiasaan. Karena sifatnya yang otomatis, kita nyaris tidak pernah memikirkannya lagi sebagai baik atau buruk pada konteks tertentu.

Ketika Anda melihat diri Anda melakukan sesuatu karena kebiasaan, cobalah untuk berhenti sejenak. Tanyakan pada diri Anda mengapa Anda melakukan itu dan mengapa pula menjadi kebiasaan.

Ingat kembali bahwa manusia cenderung memusatkan dirinya pada kesenangan yang ada pada saat ini. Jika Anda punya komitmen terhadap tujuan yang lebih besar dari kebahagiaan sesaat itu, Anda perlu menginterupsi autopilot Anda.

Perhatikan prioritas

Pemuasan yang tertunda bukan berarti membuat Anda menahan lapar berhari-hari atau tidak membeli apa pun selama sebulan. Itu bukan tertunda, tapi berhenti. Dan itu jelas ekstrem serta di luar konteks saya.

Seandainya Anda mengalami sakit dan harus membeli obat, apakah Anda akan menunda pembelian obat tersebut demi menabung untuk rumah impian Anda? Saya tidak berharap Anda melakukan itu. Obat jelas-jelas merupakan prioritas daripada rumah impian Anda.

Jadi sebelum memutuskan untuk menunda kepuasan kita, alangkah baiknya kita mengerti tentang apa yang menjadi prioritas kita sehingga kita bisa tahan untuk menunggu sesuatu yang lebih besar nantinya.

Tidak terlihat, tidak terpikirkan

Penelitian Marshmallow menunjukkan bahwa menutupi camilan dapat membantu anak-anak menahan godaan untuk memakannya. 

Dengan sedikit kreativitas, pelajaran ini dapat kita terapkan pada banyak keburukan yang kita perjuangkan dalam hidup kita sendiri.

Ingin menabung? Berhenti membuka aplikasi online shop atau apa pun yang selalu menggoda Anda untuk menghabiskan uang. Ingin diet? Berhenti menatap iklan yang menggiurkan dan alihkan perhatian pada mereka yang berhasil menurunkan berat badannya.

Mengingat "biaya" yang kita pertaruhkan

Sekali lagi, manusia adalah makhluk yang pragmatis. Ketika kita mendambakan kepuasan segera, kita cenderung hanya mempertimbangkan dari tindakan segera.

Tetapi jika kita berhenti dan mengingatkan diri kita sendiri tentang biayanya, itu dapat dengan cepat memengaruhi perasaan kita saat itu. Menyoroti kerugian yang terkait dengan memilih kepuasan langsung daripada yang tertunda ... dapat berhasil.

Saya telah sukses besar untuk mengurangi penggunaan media sosial ketika saya mencatat semua hal yang merugikan saya karena media sosial, mulai dari waktu yang terbuang untuk belajar, kesehatan saya, stigma sosial, pergeseran paradigma, dan seterusnya.

Menetapkan sasaran yang realistis

Cara terbaik untuk mencapai tujuan adalah dengan menetapkan sasaran kita bersama tenggat waktu yang realistis. Ini akan bekerja sangat baik untuk memperkuat motivasi kita dan membantu kita menunda kepuasan.

Syarat untuk bisa memenuhi sasaran-sasaran itu adalah dengan keyakinan yang sedari awal telah saya tekankan. Sasaran hanyalah omong kosong dan tidak akan membawa kita ke mana-mana. Kita tidak akan mempercayainya.

Dan karena kita tidak mempercayainya, kita tidak akan melakukan apa-apa. Itu sebuah fakta klasik.

Kita harus yakin bahwa tabungan kita akan mendatangkan kebahagiaan yang lebih besar. 

Anda harus yakin bahwa diet akan membuat badan Anda perlahan langsing dan meningkatkan rasa cinta kekasih Anda secara drastis.

Mengelola emosi dan bukan melawannya

Apa yang terjadi ketika Anda membenci dan menghajar musuh-musuh Anda? Mereka akan melawan dan balas menghajar Anda. Tapi apa yang terjadi ketika Anda memaafkan dan mulai akrab dengan mereka?

Begitu pula emosi kita. Bagaimanapun juga, ia bersemayam dalam diri kita. Jika kita terus melawannya, kita malah akan semakin tersiksa olehnya. Kita mesti belajar untuk menundukkannya dan mengelolanya.

Dengan begitu, ia akan menjadi sekutu kita.

Pada akhirnya, seni "menabung" kepuasan lebih dari sekadar pengendalian diri. Ini juga melibatkan peran kuat dari konteks situasional dan emosi yang sering kali bertanggung jawab atas pilihan kita.

Pemuasan yang tertunda menjadi semacam transaksi yang sering kita hadapi. Apakah kita rela untuk menukarkan kesenangan saat ini untuk kebahagiaan yang lebih besar di waktu nanti? Sejauh mana kita mampu menghadapi rasa sakit itu untuk hasil yang menunggu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun