Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Cara Efektif untuk Membaca agar Waktu Anda Tidak Sia-sia

23 Juni 2021   15:33 Diperbarui: 2 Juli 2021   07:53 1615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca buku dengan asal hanya akan membuang-buang waktu kita yang berharga | Ilustrasi oleh Pexels via Pixabay

Tidak peduli seberapa bencinya seseorang dengan membaca, dia tetap membaca juga. Bagi saya, orang-orang semacam itu terlalu naif untuk mengakui bahwa dirinya sendiri butuh membaca.

Jika Anda benci membaca, jangan mengutuk apa pun selain diri Anda sendiri. Klaim negatif itu tidak melekat pada aktivitas membacanya, melainkan melekat pada asumsi subjek yang menyamakan membaca dengan kebosanan dan memancing rasa kantuk.

Para pelajar kita banyak yang tidak suka membaca buku, sebab dalam pandangannya, buku itu sebatas tumpukan kertas yang biasa mereka jumpai di kelas. Hanya sedikit dari mereka yang membaca buku ajar kecuali terpaksa.

Jika Anda membaca buku ajar untuk bersenang-senang, kirimi saya email. Saya perlu mewawancarai Anda, karena menurut saya, Anda tergolong manusia yang patut dilindungi negara. Membaca buku pelajaran itu aneh. Saya merasakan pengalaman itu hingga sekarang.

Tapi, tentunya adalah keliru kalau kita mengira jenis buku di dunia ini hanya sebatas buku ajar. Buktinya, novel-novel remaja yang menyajikan kisah cinta picisan sudah laku keras di pasaran. Jadi antara benci dan suka membaca; remaja kita benar-benar membingungkan!

Mungkin terkesan aneh ketika saya menulis artikel yang mengarah pada kegiatan membaca. Lagi pula, jika Anda membaca ini, berarti Anda bisa membaca. Tetapi membaca secara efektif dan efisien adalah persoalan lain yang perlu keterampilan khusus.

Barangkali, keterampilan semacam ini tidak pernah diajarkan kepada kita di kelas. Padahal, lingkungan kelas itu sendiri yang menuntut kita untuk tekun membaca. Tapi biarlah. Karena pelajaran semacam itu tidak ada di kelas, maka artikel ini punya nilainya tersendiri.

Sepanjang kehidupan akademis, kita diprogram untuk percaya bahwa membaca yang efektif itu diukur dari kecepatan dan keluasan bacaan kita. Semakin banyak bacaan kita, semakin kita terlihat pintar. Dan semakin luas bacaan kita, semakin kita terlihat cerdas.

Akan tetapi, obsesi untuk membaca lebih cepat dan lebih banyak malah membuat kita mudah terpeleset dalam menemukan wawasan yang berharga. Pada akhirnya, semua bacaan yang kita "telan" itu tidak mengenyangkan apa pun dan malah berpotensi membawa penyakit.

Jadi, inilah beberapa hal yang mesti kita perhatikan dalam kegiatan membaca (versi saya).

Tentukan tujuan membaca dan pilihlah buku yang tepat

Meskipun titik ini bersifat pribadi, tetapi Anda perlu memilih bahan bacaan yang tepat untuk Anda. Dan parameter yang bisa digunakan untuk ini adalah tujuan atau kebutuhan Anda sendiri.

Apa yang sedang Anda perjuangkan saat ini? Apa yang ingin Anda pelajari lebih lanjut? Apa yang menghambat pertumbuhan pribadi Anda?

Ketika Anda hendak memulai, tegaskan tujuan Anda dan gunakan itu sebagai patokan dalam memilih buku. Jika Anda sekadar bersenang-senang, tentu saya tidak merekomendasikan Anda untuk membaca buku ajar (walaupun tidak ada salahnya juga).

Tapi Anda mengerti apa yang saya maksud. Pada intinya, ini merupakan bagian dari skala prioritas Anda dalam memilih bahan bacaan.

Andaikan Anda sedang stres terhadap kehidupan, Anda dapat memilih buku pengembangan diri dan bukannya novel-novel cinta menyedihkan yang malah membuat Anda semakin stres. Memang tidak ada larangan khusus, tapi waktu dan energi Anda terbatas.

Hindari sikap repetitif

Jika Anda seorang ahli dalam bidang tertentu, saya sarankan Anda untuk berhenti membaca buku-buku yang berkaitan dengan bidang Anda. Anda sudah menguasai bidang itu; apa lagi yang Anda cari? Dunia ini punya banyak harta karun yang mesti Anda gali.

Dan tampaknya, inilah yang menjadi kebiasaan banyak orang di Indonesia. Mereka suka membaca buku-buku serupa yang sebenarnya sudah sangat mereka pahami kedalamannya. Ada kenikmatan (palsu) saat mereka membaca buku yang menegaskan pengetahuan mereka.

Mereka menghindari buku-buku yang berlawanan dengan keyakinannya. Hanya satu alasan yang mereka punya, yaitu rasa takut keyakinan mereka akan goyah. 

Orang-orang seperti demikianlah yang merasa puas dengan pengetahuannya dan menutup pintu dari semua tamu.

Dalam kata-kata Nietzsche, "Terkadang orang tidak ingin mendengar kebenaran karena mereka tidak ingin ilusi mereka dihancurkan."

Perkembangan kita akan jauh lebih pesat saat kita membuka tangan dengan sepenuh hati pada hal-hal yang berseberangan dengan pengetahuan kita. Dengan sikap anti-repetitif inilah kita memperkaya diri kita, dan semakin mendekat pada kebenaran (sejati).

Pinjam waktu membaca dari sesuatu yang kurang penting

Ketika saya coba memaksakan diri untuk membaca di tengah-tengah desakan kesibukan, saya tidak bisa mengingat gagasan apa pun dari buku yang saya baca. Ini jelas tidak efektif! Waktu yang saya curi dengan paksa, pada akhirnya, hanyalah kesia-siaan yang malang.

Penting untuk mengosongkan pikiran saat membaca. Maksud saya, pikiran yang dipenuhi oleh hal lain dapat membuat Anda sulit untuk berkonsentrasi. Apa pun yang diserap oleh mata Anda tidak dapat tersampaikan kepada pikiran yang telah dibanjiri oleh pikiran lain.

Anda tidak akan menikmati liburan Anda di kota Bandung kalau pikiran Anda terus mengungkit kenangan di Jakarta.

Dan cara ampuh untuk mengosongkan pikiran Anda dari kesibukan adalah dengan menyelesaikannya terlebih dahulu.

Misalnya Anda sedang disibukkan oleh pekerjaan dan perkiraannya akan selesai tengah malam nanti. Tidak apa-apa untuk melewatkan kegiatan membaca, meskipun selama ini Anda tidak pernah melewatkan sehari pun tanpa membaca.

Jika Anda memaksakan diri untuk membaca, setidaknya ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, Anda membaca buku dengan pikiran yang dipenuhi masalah pekerjaan. Kedua, Anda bisa mengosongkan pikiran, tapi Anda telah melewatkan tenggat waktu pekerjaan Anda.

Keduanya tidak lebih baik daripada menyelesaikan pekerjaan Anda terlebih dahulu untuk kemudian memiliki waktu senggang yang berkualitas. Waktu senggang tersebut bisa Anda habiskan untuk apa pun, tetapi pinjamlah untuk membaca.

Tidak memberikan prioritas pada kegiatan membaca bukan berarti ia tidak penting. Justru karena begitu penting, pelaksanaannya tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.

Seperti menyelami kedalaman samudra, diperlukan kehendak yang kuat untuk menyelami dunia bacaan. Kalau tidak, maka tidak akan ada mutiara yang bisa Anda temukan. Anda hanya sampai di permukaan, sedangkan mutiara selalu berkilau di dasar sana.

Di sini saya tidak menyarankan Anda untuk terlalu berkomitmen dalam membaca. Tentu Anda dapat menjadwalkan kegiatan membaca kalau Anda memang punya waktu khusus untuknya; momen ketika Anda tidak mengemban tuntutan apa pun yang mendesak.

Tapi jika Anda terus memaksakan kehendak membaca di tengah jepitan tuntutan lain, saya khawatir dampak yang baik tidak berpihak kepada Anda. Mungkin Anda malah stres dan kehilangan nilai berharga darinya.

Satu-satunya cara terbaik untuk memperbanyak bacaan adalah dengan membaca bacaan apa pun tanpa memiliki tenggat waktu.

Cari suasana yang nyaman

Saya tidak suka kebisingan. Ketika lingkungan sekitar saya terlalu gaduh, saya tidak bisa mendengar suara hati dan pikiran saya sendiri. Pada akhirnya, saya melewatkan gagasan penting yang semestinya bisa saya kenang.

Karena itulah, saya suka mencari tempat yang sunyi dan sepi. Kesunyian adalah musik terbaik untuk bisa menari bersama pikiran.

Mungkin Anda punya kenyamanan yang berbeda. Jadi apa pun itu, sesuaikanlah. Situasi yang membuat Anda tidak nyaman malah akan mengurangi kualitas Anda dalam membaca.

Mulai dari belakang

Ini bukanlah cara curang untuk mengetahui akhir cerita dengan lebih cepat. Lagi pula, saya tidak khusus merujuk pada buku fiksi. Tapi dalam buku apa pun, biasanya saya akan melihat blurb (uraian singkat yang berada di belakang sampul) terlebih dahulu.

Tujuannya adalah untuk menangkap gambaran besar isi buku lebih awal sehingga proses penangkapan ide-ide dalam setiap bab/bagian lebih mudah dicerna. Tenang saja, penulis yang andal tidak pernah memberikan bocoran cerita di bagian blurb.

Selepas membaca blurb, saya akan membaca bagian "Tentang Penulis" atau semacamnya untuk mengetahui latar belakang penulis. Saya perlu tahu segala tetek bengek dari penulis, mulai dari tujuannya menulis, latar kehidupan sosial, dan jalur akademis.

Meskipun kebanyakan tidak selengkap itu, tapi setidaknya kita bisa tahu latar belakang dari penulis sebagai penilaian layak atau tidaknya buku itu untuk kita. 

Mungkin saja penulis merupakan bagian dari kelompok tertentu sehingga tulisannya cenderung berpihak pada kelompok/mazhabnya.

Dengan bekal itu saja kita bisa berhati-hati, sebab informasi yang ditulisnya bisa saja sekadar opini dan bukannya fakta. Tidak hanya itu, kita juga bisa mempertimbangkan kualitas buku yang akan kita baca.

Jika Anda membaca sebuah buku fisika, sedangkan penulisnya tidak punya latar apa pun di bidang fisika, tentu Anda bisa mempertimbangkan kembali kelayakan buku tersebut.

Akhir-akhir ini, banyak sekali orang yang terobsesi untuk menjadi penulis sehingga mereka rela menuliskan sesuatu yang tidak dipahaminya. Mereka hanya ambil dan tempel, ditambah lagi dengan sarana penerbitan buku yang semakin mudah.

Oh, saya juga menyarankan Anda agar tidak melewatkan bagian Kata Pengantar atau semacamnya, karena biasanya penulis akan memaparkan konteks tulisannya di sana sehingga kita bisa mengerti jalan pemikirannya lebih awal.

Kecepatan membaca bukan yang utama

Ada yang disebut sebagai Teknik Skimming, yaitu teknik membaca sekilas saat kita ingin menemukan ide utama dari keseluruhan isi bacaan. Saya dapat mengapresiasi teknik ini saat membaca koran, majalah, konten online, atau buku ajar. Tapi selain dari itu, saya tidak menerapkannya.

Memotong sudut bukanlah intinya. Anda perlu menginvestasikan waktu untuk mencerna informasi dengan benar dan memikirkannya. Membalik halaman secepat mungkin tidak berarti apa-apa kecuali ketergesaan Anda untuk menambah daftar buku yang sudah dibaca.

Terburu-buru berarti Anda tidak bisa mengajukan pertanyaan, meragukan tentang berbagai hal, atau benar-benar menikmati materi.

Kenyataannya, membaca dengan lebih cepat bukanlah sebuah solusi untuk membaca lebih banyak. Beberapa laporan menemukan bahwa membaca cepat atau sekilas menyebabkan detail dari gagasan penulis sering terlewatkan dan terlupakan.

Jauh lebih baik membaca satu buku bagus secara perlahan daripada membaca sepuluh buku dengan kilat. Saya dapat menjamin Anda lebih memahami buku dalam kasus pertama itu ketimbang sepuluh buku yang hanya menjadi bahan pamer.

Seorang teman pernah meminjam buku "Everything is F*cked" karya Mark Manson milik saya. Hanya selang tiga hari kemudian, dia mengembalikan buku itu karena sudah selesai membacanya. Saya heran. Padahal saya sendiri butuh waktu sepuluh hari untuk membacanya.

Lalu saya iseng bertanya, "Apa yang kamu pahami dari buku ini?"

Dia tertawa kecil seperti merendahkan dan menjawab, "Ya, Mark Manson mengajari kita untuk membentuk sebuah agama baru!"

Sontak saya tertawa lepas sejadi-jadinya dan dia sangat kebingungan. Saya tahu bahwa Mark memang menuliskan tentang itu. Tapi dia tidak merujuk ke sana! Apa yang Mark bicarakan adalah kritiknya terhadap agama yang ... itu!

Hanya ada satu cara untuk membaca lebih cepat, dan itu adalah membaca lebih banyak buku---secara perlahan.

Menjadi pembaca aktif

Pada awal kegemaran membaca, saya hanya seorang pembaca pasif. Maksudnya, saya hanya membaca secara mekanis, membolak-balik halaman, dan setelah menutup buku, saya tidak mengingat gagasan apa pun dari buku itu.

Sedangkan seorang pembaca aktif akan menyalakan mode waspada di mana dia melibatkan diri dengan materi yang dibacanya. Bahkan lebih dalam dari itu, dia suka mempertanyakan atau meragukan gagasan dari penulis kalau dia punya pendapat yang berseberangan.

Cobalah Anda berhenti di setiap bab untuk merenungkannya. Kalau tidak keberatan, Anda dapat menguraikan inti dari bab itu dengan bahasa Anda sendiri. Pastikan pemahaman Anda telah sejalan dengan maksud penulis.

Jika Anda hanya seorang pembaca pasif, saya pastikan tidak ada buku apa pun yang bagus untuk Anda di dunia ini. Sebongkah emas yang paling berat pun tidak akan berguna apa-apa kalau berada di tangan seekor koala.

Menyelesaikan buku adalah opsional

Mereka bilang mentalitas seorang pemenang adalah "tidak pernah berhenti". Tetapi dalam konteks membaca buku, itu bukanlah sebuah nasihat yang efektif. Berhenti lebih awal memberi Anda lebih banyak waktu untuk membaca buku bagus.

Jika Anda tidak menyukai buku itu, atau menurut Anda materi tersebut tidak relevan bagi Anda, ingatlah bahwa menyelesaikan buku itu adalah opsional (kecuali karena desakan dari luar).

Anda tidak perlu melanjutkan dan bekerja keras melalui ratusan halaman itu hanya untuk menyelesaikannya. Semakin tua kita, semakin sedikit waktu yang tersisa untuk membaca. Jadi kita mesti selektif.

Saya mengerti bahwa setiap penulis punya kisahnya tersendiri yang perlu diapresiasi. Tapi jujur saja, tidak semua karya ditulis dengan cinta. Sebagian (besar) hanya ditulis dengan ketergesa-gesaan.

Dan seperti yang pernah dikatakan seseorang pada saya, "Hidup ini terlalu singkat untuk membaca buku-buku buruk!"

Anda bisa menerapkan aturan praktis versi Anda sendiri. Biasanya saya akan membaca hingga dua bab pertama. Kalau kesan saya bagus, saya lanjut membaca. Tetapi kalau tidak, saya segera mencari buku lain yang mungkin lebih menarik.

Ingatlah bahwa nilai besar dari membaca adalah pengembangan pengetahuan kita dan bukannya buku itu sendiri. Jika waktu Anda dihabiskan hanya untuk membaca buku-buku nihil pengetahuan, saya khawatir Anda mulai bosan dengan membaca.

Kritik atau resensi buku yang dibaca

Sebagai pelengkap pemahaman Anda terhadap buku yang dibaca, saya sarankan Anda untuk mengkritik buku tersebut sejauh Anda mampu melakukannya. Tidak ada buku yang nihil kekeliruan, sebab buku itu sendiri ditulis oleh makhluk yang tidak sempurna.

Pasti ada setitik gagasan yang bisa Anda kritik dari buku tersebut. Jika tidak ada, saya ragu Anda benar-benar memahami buku tersebut. Dan penyampaian kritik ini tidak wajib Anda sampaikan kepada penulis. Anda bisa menjadikannya sebagai catatan pribadi belaka.

Atau kalau mengkritik tetap tidak bisa, saya menyarankan Anda untuk meresensi buku tersebut. Dan tidak wajib pula Anda mengunggahnya ke publik; menjadi catatan pribadi saja sudah cukup baik sebagai bukti bahwa Anda adalah pembaca yang aktif.

Nah, semua poin di atas merupakan titik-titik yang tengah saya upayakan dalam membaca buku. Di sini Anda bisa mengetahui bahwa semua poin tersebut hanyalah pendapat saya sendiri yang perlu Anda pertimbangkan sesuai kebutuhan Anda.

Benar kata mereka bahwa buku itu adalah jendela dunia. Tapi buku hanyalah benda mati. Ia hanya bisa hidup kalau kita sebagai subjek menghidupkannya. Karena apa jadinya buku tanpa pembaca? Ia hanyalah bola mutiara yang berlumut di derasnya arus samudra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun