Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadilah Orang Awam yang Baik!

14 Juni 2021   14:37 Diperbarui: 14 Juni 2021   14:47 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda bisa mengawali pendapat Anda dengan disclaimer semacam "ini menurut pendapat saya dan bisa menjadi pertimbangan", atau "dalam sudut pandang saya sebagai masyarakat kelas bawah, kebijakan ini ...", atau "sepanjang yang saya tahu" dan sebagainya.

Dengan begitu, orang-orang yang membaca atau mendengar pendapat Anda bisa tahu lebih awal bahwa itu adalah sebuah pendapat dan perlu dipertimbangkan kembali kebenarannya.

Dan itu bagus, maksud saya dalam hal kebijakan publik, berpendapat itu bagus karena kebijakan itulah yang kemudian akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kita. Sekurang-kurangnya, pendapat kita dapat menjadi masukan pada mereka.

Tapi menjadi buruk jika pendapat kita disampaikan secara kasar dan mencaci, seolah-olah apa yang kita katakan adalah kebenaran mutlak. Sebab jika demikian, kita telah menghancurkan keindahan demokrasi yang selama ini kita impi-impikan.

Seni menjadi orang awam

Menjadi orang awam itu tidak bisa sembarangan. Mengingat lebih banyak jumlah orang awam ketimbang orang yang ahli, kita mesti tahu bagaimana cara menjadi orang awam yang baik. Seperti kata pepatah, "Kalau tidak bisa berbuat baik, setidaknya jangan berbuat buruk."

Mengapa ini penting?

Kebanyakan dari sering sok tahu terhadap sesuatu. Kebiasaan ini menjadi buruk karena bisa menimbulkan kesalahpahaman yang meluas. Beberapa dari kita juga begitu mudah tergoda untuk ikut menanggapi segala perkara.

Alasannya ingin dianggap sebagai orang kritis, padahal aslinya amatlah krisis. Kita punya naluri untuk meningkatkan citra diri sehingga menanggapi berbagai persoalan menjadi topeng dalam panjat sosial.

Kita juga cenderung terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Ketika suatu persoalan begitu hangat, kebanyakan dari kita segera menyimpulkan bahwa si A salah dan si B benar. Nyatanya, mereka tidak benar-benar tahu apa yang sedang terjadi.

Pada akhirnya, sarana berpendapat seperti media sosial malah menjadi ajang penghakiman dan cacian.

Perlu kemampuan tertentu untuk menjadi orang awam yang baik. Jadi, inilah seni menjadi orang awam (versi saya).

Akui ketidaktahuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun