Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kebahagiaan Tidak Gratis, Bagaimana Cara "Membayarnya"?

15 Maret 2021   16:28 Diperbarui: 16 Maret 2021   23:25 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sama halnya dengan makan siang, kebahagiaan pun tidaklah gratis | Ilustrasi oleh Med Ahabchane via Pixabay

Telinga kita sudah tak asing mendengar ungkapan, "Tidak ada sesuatu pun yang gratis." Segala sesuatu memiliki biaya, meskipun biaya tersebut tidak selalu langsung terlihat. Untuk mencapai apa pun, Anda harus melepaskan sesuatu yang lain.

Namun, banyak dari kita yang beranggapan bahwa kebahagiaan itu gratis. Kita ingin bahagia tanpa biaya. Kita ingin imbalan tanpa risiko, keuntungan tanpa rasa sakit.

Ironisnya, keengganan untuk mengorbankan apa pun inilah yang membuat kita semakin sengsara.

Kebahagiaan ada biayanya. Kebahagiaan tidak gratis. Kebahagiaan adalah hasil. Karenanya, ini bukanlah sesuatu yang tumbuh dengan tiba-tiba, atau sesuatu yang sedang menunggu kita di suatu tempat. Kita harus rela "membayar" untuk menjadi bahagia. Nah, bagaimana cara kita "membayarnya"?

1. Kita harus menerima ketidaksempurnaan dan kecacatan

Saya sangat yakin, setiap orang memiliki bayangannya masing-masing terhadap gambaran dari hidup yang sempurna. Pasti pernah suatu ketika, Anda bergumam dalam hati, "Seandainya aku bla bla bla." Lalu Anda mencentang setiap item dari daftar keinginan, bahagia dan tumbuh tua bersama senyuman, kemudian Anda mati.

Sayangnya, hidup tidak berjalan seperti itu. Masalah tidak pernah hilang. Keberhasilan Anda hari ini akan terasa seperti secuil sampah di masa mendatang, karena setelahnya Anda ingin lebih dan lebih lagi.

Kesempurnaan adalah idealisasi. Itu bisa didekati, tetapi tidak akan pernah tercapai. Apa pun persepsi Anda tentang "sempurna" hanyalah gagasan yang cacat dan tidak bisa dicapai. Pada kenyataannya, itu tidak ada.

Kita tidak bisa memutuskan apa kesempurnaan itu. Yang kita tahu hanyalah apa yang lebih baik dan lebih buruk dari apa yang terjadi sekarang. Bahkan dalam banyak kasus, kita sering salah.

Kita mungkin saja sedang berproses menuju kesempurnaan, tapi kita tidak akan pernah mencapai kesempurnaan yang sesungguhnya. Memangnya apa kesempurnaan itu? Semua jawaban yang bercokol di pikiran Anda hanyalah bayangan kesempurnaan yang terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman Anda. Bahkan pengalaman pun bisa menunjukkan persepsi yang salah.

Karenanya, tujuan hidup adalah kemajuan dan perkembangan, bukan kesempurnaan.

Ketika kita melepaskan persepsi kita tentang apa itu sempurna dan seperti apa kita "seharusnya menjadi", kita akan mampu melepaskan diri dari stres dan frustrasi yang disebabkan oleh kita sendiri yang menjalani beberapa standar yang sewenang-wenang. Dan biasanya, sering tidak disadari, standar itu bahkan bukan milik kita! Itu adalah standar yang kita adopsi dari nilai-nilai orang lain.

Menerima ketidaksempurnaan dan kecacatan itu sulit karena ini memaksa kita untuk menerima bahwa kita harus hidup dengan hal-hal yang tidak kita sukai.

Tapi faktanya memang begitu. Hidup tidak akan pernah sesuai dengan semua keinginan kita. Dan ironisnya, penerimaan akan hal inilah yang membuat kita bahagia, memungkinkan kita untuk menghargai segala kekurangan dalam diri kita dan orang lain. Dengan begitulah, pembaca, hidup akan menjadi lebih sederhana.

2. Menjadi proaktif

Menyalahkan dunia atas masalah kita adalah jalan keluar yang mudah. Ini menggoda dan bahkan terkadang bisa memuaskan. Kita berkubang dalam bayangan kita sebagai korban untuk membuat diri kita merasa istimewa dan layak diperlakukan dengan spesial.

Tapi, kebahagiaan sejati tidak datang dengan cara itu. Sebaliknya, kebahagiaan datang saat kita menjadi proaktif.

Kata "proaktif" berarti bahwa sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi kita. Kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunyai inisiatif dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi.

Prinsip ini juga menjadi dinding pembatas kita dengan hewan. Tentu, kita bukanlah kawanan monyet yang masuk ke dalam rumah dan membuat kekacauan di sana-sini, kemudian lari dengan wajah tanpa dosa.

Kita adalah makhluk yang dianugerahi dengan kesadaran diri. Artinya, kita punya tanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi. Jika suatu hari seorang pengendara motor menabrak Anda, tetap saja Anda juga bertanggung jawab karena Anda memilih untuk berdiri di tempat itu. Ya, itu contoh yang kasar.

Stephen Covey menulis dalam bukunya, "Izin yang kita berikan secara rela atas apa yang terjadi pada diri kita inilah yang menyakiti kita jauh lebih besar daripada apa yang sebenarnya terjadi terhadap diri kita."

Karenanya, dengan menjadi proaktif, kita lebih sadar terhadap setiap keputusan yang kita ambil dan itu berarti kita bertanggung jawab juga terhadapnya.

Ini akan membuat Anda berkata, "Oh, aku menjadi aku yang hari ini karena pilihan yang aku buat di hari kemarin." Maka begitulah Anda menjadi bahagia.

3. Kita harus merasa takut dan tetap melakukannya

Keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut. Keberanian adalah merasakan ketakutan, keraguan, ketidakpastian, dan lalu memutuskan bahwa ada sesuatu yang lebih penting.

Keberanian adalah sepercik cahaya di gua yang gelap. Anda tidak akan bisa melihat cahaya itu jika tidak ada gelap yang menaunginya. Begitu pun keberanian, Anda tidak akan tahu seberapa beraninya seseorang sebelum dia mengalami ketakutan.

Kebahagiaan jangka panjang kita berasal dari nilai-nilai mendalam yang kita definisikan untuk diri kita sendiri. Kita harus berani mengujinya untuk kemudian bisa memastikan bahwa itu sangat berarti bagi kita.

Kepuasan yang tinggi tidak ditentukan oleh apa yang kita lakukan dan apa yang terjadi pada kita, tetapi mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan dan apa artinya bagi kita. Begitulah kita menjadi bahagia.

4. Menemukan tujuan dan makna

Lingkungan pribadi kita selalu berubah dengan kecepatan yang meningkat. Perubahan yang begitu cepat tersebut membuat lebih banyak orang yang merasa nyaris tak dapat mengatasinya, nyaris tak dapat menanggulangi hidup ini.

Pada hakikatnya, mereka menyerah, berharap segala yang terjadi pada diri mereka akan menjadi lebih baik.

Tetapi, tidak harus selalu begitu. Seorang tawanan Nazi pada masa Holokaus, Viktor Frankl belajar tentang pentingnya tujuan hidup, tentang arti hidup ini di kamp tahanan. Meskipun kawan-kawannya di kamp selalu membayangkan kematian yang sedang menunggu, Frankl justru mencari sesuatu yang amat penting untuk menjadikan hidup singkatnya sangat berharga.

Dengan kata lain, begitulah cara Frankl mencari kebahagiaan dalam waktu yang tersisa (sebelum dikirim menuju kamar gas). Dan usahanya terbukti berhasil, ia menemukan jurang pembatas antara hewan dan manusia, bahkan ia berhasil lolos dari kamp tahanan.

Frankl mengembangkan sebuah filosofi yang disebutnya dengan "Logoterapi". Inti dari filosofi ini adalah, bahwa banyak dari apa yang disebut penyakit mental dan emosional sebenarnya hanyalah sintoma dari rasa tak berarti atau kehampaan.

Logoterapi menghilangkan kekosongan tersebut dengan membantu individu mendeteksi arti dirinya yang unik, misi dirinya dalam hidup ini. Demikianlah orang tersebut merasa utuh dan menjalani hidup dengan bahagia.

Jadi, temukanlah misi dan makna dari hidup Anda, sebab itu akan menjadi emas yang berkilauan sepanjang waktu.

5. Kita harus mau gagal dan malu

Hal yang indah tentang kemanusiaan adalah keanekaragaman nilai-nilai kehidupan. Ketika Anda menjalankan nilai-nilai Anda dan membiarkannya untuk memotivasi setiap tindakan Anda, Anda pasti akan berbenturan dengan nilai-nilai orang lain yang bertentangan.

Karenanya orang-orang tersebut tidak akan menyukai Anda. Mereka akan meninggalkan komentar hujatan di akun Instagram Anda secara anonim. Apa pun yang Anda lakukan, akan ada satu atau beberapa iblis yang ingin Anda gagal.

Bukan karena mereka orang jahat, tapi karena nilai mereka berbeda dengan Anda. (Atau mungkin saja beberapa dari mereka benar-benar jahat.)

Dalam usaha apa pun, kegagalan diperlukan untuk membuat kemajuan. Dan kemajuan, adalah pendorong kebahagiaan. Tanpa kegagalan, tidak ada kemajuan dan tanpa kemajuan, tidak ada kebahagiaan.

Saya hanya membolak-balik kalimat itu, ngomong-ngomong.

Terima rasa sakitnya. Mandilah dalam cemoohan. Salah satu keterampilan terpenting dalam hidup adalah ketika kita tidak lagi menghindari kehancuran, melainkan belajar bagaimana berdiri kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun