Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

"Jalan Pintas" Itu Ambyar!

1 Desember 2020   16:42 Diperbarui: 4 Desember 2020   04:41 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terkadang, jalan pintas itu buruk | pixabay.com

Di sinilah kita memerlukan keseimbangan; sebuah efektivitas. Kita harus memerhatikan antara hasil yang diinginkan (telur emas) dan kemampuan atau aset untuk menghasilkan (angsa). Kita harus menjaga keseimbangan antara hasil (telur emas) dan penghasil (angsa).

Beberapa tahun yang lalu, saya membeli sebuah steering wheel (sebuah alat menyerupai kemudi sebuah mobil untuk bermain permainan balap di PS3). Saya menggunakannya berulang-ulang tanpa berbuat apa pun untuk memeliharanya. Alat itu bekerja dengan baik selama satu tahun, tetapi kemudian mulai rusak. 

Ketika saya mencoba untuk memainkannya lagi dengan beberapa perbaikan, saya mendapatkan alatnya sudah kehilangan lebih dari setengah kemampuan aslinya. Alat itu pada dasarnya sudah tidak berguna.

Seandainya saya melakukan pemeliharaan dan perawatan terhadap "penghasil" fungsi dari alat tersebut, saya masih akan terus menikmati "hasilnya"; yang berupa kesenangan untuk bermain permainan simulasi balapan. 

Oleh karena itu, saya harus menghabiskan jauh lebih banyak waktu dan uang untuk membeli steering wheel yang baru dibandingkan apa yang harus saya keluarkan seandainya saya memeliharanya. 

Ini benar-benar tidak efektif.

Dalam usaha kita mencari keuntungan atau hasil jangka pendek, kita sering merusak aset fisik yang berharga---mobil, komputer, mesin cuci atau alat pengering, bahkan tubuh kita atau lingkungan kita. Mengusahakan agar "hasil" dan "penghasil" tetap seimbang membuat perbedaan yang sangat besar dalam pemakaian efektif aset fisik kita.

Kita menginginkan "telur emas" berupa hubungan yang harmonis dengan orang-orang. Tetapi kita tidak menjaga "angsanya" dengan baik; tidak membantu mereka ketika kesusahan, tidak mendengarkan mereka ketika resah, atau tidak menanggapi mereka ketika kacau. 

Kita menginginkan "telur emas" berupa kesuksesan dalam mencapai impian kita. Tetapi kita mengabaikan "angsanya" sebagai syarat menjadi sukses; tidak cukup bekerja keras, jenuh dalam berlatih, menolak segala bentuk kegagalan, atau lari dari segala bentuk penderitaan.

Atau jika Anda adalah seorang ayah/ibu. Anda merawat putra dan/atau putri Anda dengan baik, mendengarkan segala keluhannya, menjalin komunikasi yang baik, atau mendidiknya secara tepat, tetapi tidak mampu melihat "telur emas" yang ada dalam potensi putra dan/atau putri Anda; sama saja Anda menyia-nyiakan "telur emas" tersebut.

Dan apa yang sering kita lakukan adalah mencari jalan pintas untuk cepat-cepat mendapatkan "telur emas" seperti si petani dalam kisah tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun