Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Penikmat kopi hitam

Biografi Ulama Tanah Banten (Rangkasbitung Pandeglang Serang Cilegon Tangerang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Abuya Sanja Kadukaweng Pandeglang Banten

4 Agustus 2023   00:34 Diperbarui: 4 Agustus 2023   00:57 3018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abuya Kadu kaweng. begitulah kami orang kulon (Banten) biasa menyebut KH.Sanja yang terkenal akan Ilmu Nahwu sharafnya itu. apa itu Ilmu Nahwu Sharaf? ilmu tata bahasa arab yang menjadi kunci utama agar bisa memahami teks-teks bahasa arab yg tidak berharokat/kitab gundul yang biasa dikaji para santri di pesantren. dengan menguasai nahwu Sharaf makna yang terkandung didalam setiap kata akan mudah dipahami.

Di zaman Rasulullah SAW. ilmu ini digagas pertama kali oleh Khalifah ke empat yakni Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. diteruskan oleh para ulama yg diberikan keluasan ilmu dan pengetahuan oleh Allah SWT sehingga sampai kepada kita, pemahaman akan risalah yang dibawa Rasulullah masih dapat ditanyakan ke beliau ketika beliau masih hidup, tentunya sepeninggal beliau pemahaman akan alquran dan hadits harus perlu penjagaan pemahaman melalui kaidah-kaidah bahasa Arab.

Abuya Sanja adalah Sosok yang sangat sederhana tapi mampu melahirkan ratusan Ulama yang menjadi garda terdepan dalam melanjutkan perjuangan Dakwahnya. terkhusus di tanah Banten.

Mama Sanja sang Raja Alfiyah ini lahir dari pasangan H.Kasmin bin Ki Adil dan ibunya bernama H.Elas di Desa Cigintung, Pandeglang, Banten  pada tahun 1917 M. Setelah menikah beliau tinggal di kampung isterinya di Kadu Buluh yang jaraknya tak lebih dari 500 meteran ke arah selatan Kadu Kaweng, dan dikaruniai seorang putra bernama KH. Encep Fathoni (alm). Sepeninggal istri pertama, beliau menikah lagi membuka lahan kosong yang asalnya Kampung Babakan (tidak berpenghuni) yang seterusnya di sebut Kadukaweng, nama pesantrennya Riyadlul Alfiyah Seperi yang tertera jelas di papan nama bernama "Pesantren Islam Riyadlul Alfiyah Kadukaweng" disingkat PIRAK.

Penamaan ini disesuaikan dengan kekhususan pelajaran yang dikaji di pesantren ini yaitu kitab Alfiah. kitab yang membahas tentang ilmu alat gramatikal bahasa Arab karangan dari Syaikh Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Malik yang gelaran masyhurnya adalah Ibnu Malik. Adapun arti nama Riyadl adalah taman, orang Sunda menyebutnya 'kebon/kebun" dan sesuai dengan tempat yang baru dibuka yaitu 'ngababakan' karena asal tempat itu berupa (tempat yang belum berpenghuni di kelilingi banyak sawah) setelah sepeninggal istri pertamanya bermukim di Kadubuluh.

Selain kitab Alfiyah yang di Muhith secara periodik, bila tamat maka kembali dari awal. begitu seterusnya tiada henti yang dikaji dan di ajarkan tiap harinya. Banyak juga fan (disiplin) ilmu yang diajarkan di pesantren ini. diantaranya fan ilmu mantiq yaitu sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara berpikir yang tepat sehingga melahirkan kesimpulan yang tepat pula.

Di Pesantren ini keistimewaannya dalam pengajaran isi kitab Alfiyah, Abuya Sanja menggunakan Syarah kitab Alfiyah dari kitab Alfiyah Maimuniyah. Isi yang terkandung didalam Alfiyah Maimuniyah ini mencakup berbagai disiplin ilmu, mulai dari fan tauhid, fan fikih dan bidang tasawuf, juga didalamnya banyak mengandung ilmu hikam, kata-kata mutiara penuh sayangnya .. kitab ini sedari tahun 1990 telah hilang, dipinjam seseorang dan tidak pernah kembali.

Di pesantren ini juga para santri diajarkan berbagai jenis ilmu bela diri. diantaranya jenis sera Cimande, Cikalong dan berbagai ilmu kanuragan yang lainnya. orang Pandeglang biasa menyebutnya kaulinan. dengan kaulinan ini kelak bisa di aplikasikan di keseharian selain sebagai pelatihan santri untuk berjiwa sehat jaani. karena pada prinsipnya santri tak cukup hanya bisa mengaji, tapi juga harus bisa ilmu beladiri.

Mama Sanja memegang teguh prinsip kesahajaan dan tawadhu adalah sifatnya yang paling menonjol. Walau beliau dikenal banyak memiliki kekayaan, tetapi hidupnya begitu sederhana. Disela-sela kesibukan mengajar ngaji para santri, beliau selalu menyempatkan diri pergi ke sawah untuk mencangkul. Sawahnya luas membentang dari ujung ke ujung. karena Saking luas dan banyak sawah kepunyaannya, menurut kabar beliau sudah tidak diperkenankan lagi membeli sawah oleh pemerintah atas nama dirinya, karena sawahnya telah berjumlah ratusan hektar.

Adapun sebutan akrab untuk beliau adalah Mama yang memiliki arti salah satu gelar orang yang mumpuni dalam keilmuan terutama bidang agama. namun sang raja Alfiah ini enggan disebut Mama, beliau hanya ingin disebut  'Akang' (kakak) dalam bahasa sunda.

Begitulah sosok ulama yang  tawadu' dalam perikehidupan sehari-hari. setelah mempunyai murid banyak pun beliau tidak gila hormat.

Pernah satu hari. Sebagaimana biasa ba'da sholat subuh Abuya Sanja mencangkul disawah sampai menjelang waktu dimulainya pengajaran di majlis sekitar pukul tujuh pagi. Ada calon santri yang datang dari jauh ingin mondok ke Abuya Sanja kadukaweng. santri itu membawa banyak barang bawaan. sehingga ditengah perjalanan ke pesantren, dia kewalahan membawa barang-barangnya sendirian. 

kebetulan ada seorang petani tua yang berjalan kaki menuju ke arahnya. karena kewalahan dan belum tahu akan tempat yang dituju Santri ini bertaya pada petani tua itu bahkan meminta dibawakan barang bawaanya. petani tua ini mengiyakan saja dan mengantarkan santri yang ingin mondok ini hingga sampai ke pesantren. Sesampainya di depan majlis, orang itu berkata: " Saya hanya bisa antar sampai disini saja, bila "mamang" (sebutan pada santri di Pandeglang) mau bertemu guru di pondok ini, silahkan mamang kesana dan itu rumahnya, saya mau pulang".

Selanjutnya santri itu pergi menuju rumah pimpinan pondok pesantren nya, dan tak berselang lama dia bertemu juga. Namun betapa terkejutnya, ternyata orang tua yang mengantarkannya tadi adalah seseorang yang akan di jadikan gurunya.
Sang santri merasa malu, penuh penyesalan dan meminta maaf,  Abuya Sanja mengiyakan dan memakluminya maklum tidak tahu.

Singkat cerita setelah bercengkrama, santri itu dititipkan kepada lurah Kobong (ketua santri) agar ditempatkan di kobong yang masih tersedia, selanjutnya santri ini ikut dengan lurah Kobong menuju tempat yang akan ditinggalinya, namun tanpa diketahui oleh siapapun santri ini sudah tidak ada, pergi meninggalkan pesantren begitu saja di malam hari.

Mama Sanja mengawali dunia pendidikannya dibawah gemblengan Kiyai Luthfi di sebuah pesantren di kampung Kadugadung, Cipeucang, Pandeglang Banten. sambil sekolah Di Vervolksch School, Sekolah lanjutan untuk sekolah desa, dengan bahasa pengantarnya bahasa daerah selama 2 tahun. lalu melanjutkan nyantri di  KH.Tubagus Abdul Halim (Abuya Abdul Halim) kadupeusing. seorang Kiayi sekaligus Bupati Pandeglang pertama pasca kemerdekaan. Kemudian Mama Sanja melanjutkan pesantrennya ke Abuya Muqri Karabohong Labuan, Pandeglang Banten. Sosok Kiyai yang terkenal dengan semangat pembelaannya pada tanah air. 

Abuya Muqri terjun langsung pada perang Pandeglang tahun 1926 bersama Syekh Asnawi caringin dan Syekh Falati dari Maghribi (maroko) yang sengaja datang ke tanah Banten untuk membantu perjuangan rakyat Banten melawan belanda.

Setelah itu Mama Sanja menuntut ilmu di luar wilayah Banten. beliau berguru kepada Syaikh Adro'i Sukaraja Garut Jawa Barat. Syaikh Sdro'I ini terkenal sebagai Raja Alfiyah pada masa itu. Setelah wafatnya Syaikh Adro'I, Mama Sanja menjadi penerus risalah penghulu para ahli Kitab Alfiyah. lalu Mama Sanja menuntut ilmu di pesantren Sempur asuhan Syekh Tubagus Ahmad Bakri bin Tubagus Seda (Mama Sempur).

Mama Sempur adalah Bangsawan Banten yang menuntut ilmu kepada Syekh Nawawi bin Umar al-Jawi Al Bantani kelahiran Tanara, Serang, Banten. yang dipusarakan di pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah.
Setelah Mama Sempur pulang ke jawa beliau mendirikan pesantren di Sempur Plered Purwakarta Jawa Barat.

Dari Mama Sempur,  Abuya Sanja melanjutkan pesantrennya ke Gentur asuhan Syekh Ahmad Syatibi (Mama Gentur). Mama Gentur adalah seorang ulama ahli ilmu balaghoh pengarang Kitab Maqulat dan Kitab Nasta'in. Lalu Mama Sanja melanjutkan pesantrennya ke Cirebon, Pekalongan, dan ke Bogor Bogor di Syaikh Ruyani (Mama Ruyani). Juga Mama  Sanja belajar pada guru-guru yang lain.

Para ulama dan  pengasuh pondok pesantren di seluruh Banten dari mulai tahun 1950 an sampai 1990 rata-rata pernah merasakan nyantri di Mama Sanja. sebab  Belum lengkap rasanya ilmu yang ditimba di banyak pesantren bila belum merasakan nyantri dan ngaji ilmu nahwu dan shorof di Mama Sanja yang merupakan penghulu para ahli al-Fiyah.

Murid-murid Mama Sanja tersebar di seluruh Banten dan tanah pasundan khususnya, pulau jawa dan lampung juga Nusantara pada umumnya. dari ratusan bahkan ribuan Kiyai yang bisa disebutkan sebagai muridnya dan sempat mengenyam pendidikan di Kadukaweng baik husus belajar dan menetap di sana.

Atau juga banyak santri yang ikut pengajian kilatan sebulan di bulan Ramadhan yang dinamakan pasaran Kitab Alfiyah (satu kali khatam), atau mengikuti 'Yamanan' di bulan Rabi'ul Awal selama empat puluh hari dari tanggal dua puluh safar hingga akhir Rabi'ul Awal, diantara kiyai tersebut adalah Hadratus Syaikh Abuya Ahmad Damanhuri Arman (Abuya Damanhuri) Syekh Ahmad Bushtomi (Abuya Bustomi Cisantri), dll.

Mama Sanja dikaruniai sebelas orang anak yaitu:
KH. Encep fathoni (alm),
H. Naning Yunani,
KH. Juwaini (menjadi pengasuh pesantren sekarang bersama adik dan adik iparnya, KH. Malik (alm)),
Hj. Fathonah,
H. ahmad Yani,
H. Badruddin,
H. Farhani,
H. Endin,
H. Lutfi,
Hj. Lutfiyah dan si bungsu
H. Encep.
Mama Sanja adalah Penganut Thoriqoh Al-qadiriyah wa- Annaqsyabandiyah ini kembali ke Rafiiqul a'la dalam usia ke 82 tahun pada hari Ahad tanggal 25 Muharram 1420 H. bertepatan dengan 11 mei 1999 M.
Mengingat orang-orang Soleh menurunkan Rahmat Allah SWT.

Diambil dari berbagai sumber bacaan, dan semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun