Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi hitam

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diam di Rumah Saat Corona dan Makna Berjamaah

30 Maret 2020   21:36 Diperbarui: 30 Maret 2020   22:12 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumpul dengan anak isteri

Setelah virus yang lahir di akhir tahun 2019 ini tiba Di indonesia dan mulai menginfeksi penduduk sampai ke pelosok daerah di tiap-tiap Provinsi. Pemerintah mulai menerapkan kebijakan bekerja di rumah belajar di rumah dan berdiam diri di  rumah. 

Tujuanya tak lain tak bukan demi  memutus mata rantai penyebaran virus yang bernama corona. bila masyarakat kompak menyikapinya tentunya tujuan pemerintah dan harapan kita akan berhasil dengan segera. dan kita rakyat bisa kembali  beraktifitas seperti sediakala dengan rasa aman. 

Kita bisa keluar rumah tanpa perlu memakai masker, bisa bergelantungan di busway KRL dan MRT tanpa risih, kita bisa ngobrol dengan sesama tanpa harus menjaga jarak, dan kita tidak khawatir lagi ketika ada yang bertamu ke rumah kita dari luar kota.

Tidak seperti sekarang, sedikit saja kita bersin merasa seperti jadi tersangka, sedikit sakit kepala buru-buru pingin periksa takutnya bagian dari gejala, padahal hanya karena telat makan saja

Berdiam di rumah. Bagi para petani tentulah ini hal biasa biasa saja toh setiap hari petani hanya berkutat di sawah di ladang dan di rumah saat malam tiba. Akan kebutuhan sehari hari petani juga tidak akan begitu risau karna sudah terbiasa makan, pakai baju, dan hiburan seadanya. 

Paling petani hanya merasa berat ketika harus libur pengajian rutin di majlis taklim. Tapi ketika diberi pengertian mereka akan lebih cepat menerima dan melaksanakanya.


Lain halnya dengan pedagang di pasar pegawai kantoran karyawan pabrik dan aktifitas usaha yang tidak bisa dilakukan seperti petani. Kalangan ini tentunya sangat besar kena imbasnya. Pedagang khawatir dengan usaha yang sudah dengan susah payah dirintisnya, stress memikirkan penghasilanya, stok barang yang pastinya tidak terjual sampai berujung rusak, bon bon belanja yang harus disetorkan sampai sewa toko yang harus segera dibayar. 

Bagi pedagang sembako tentunya masalah makan/bekal selama di rumah tidak akan begitu risau karena tersedia di tokonya. Lalu bagaimana dengan karyawan yang pastinya hanya mengharap gaji. 

Sedangkan kerja saja sekarang tidak. Inipun tidak termasuk kalangan yang kekhawatiranya besar. Toh pastinya biar sedikit mereka punya tabungan baik berupa simpanan di bank atau simpanan emas yang bisa dijual ketika dibutuhkan. katakanlah cukup untuk bulan berikutnya

Lain pula halnya dengan aktifitas usaha yang pendapatanya mengandalkan pemberian orang/buruh serabutan. dalam kondisi normal saja untuk dapat pekerjaan sangat sulit, apalagi sekarang. 

Mau jadi buruh angkut di pasar Tokonya pada tutup, ikut kerja kenek bangunan proyek tutup. Okelah jajan anak sekolah sekarang ini berkurang, paling jajan sehari hari. Tapi kebutuhan dapur tidak mau tahu dan tidak mau libur. bisa saja kita selaku orang tuanya menahan lapar cukup dengan minum air putih. 

Tapi tegakah kita dengan perut anak anak. Hitungan paling kecil saja resiko dapur makan seadanya paling tidak harus ada uang Rp. 30.000,- cukup untuk 1 liter beras, sepotong tempe, seperempat minyak sayur, bumbu dan pelengkapnya. Cukupkah ini untuk 2 hari. Tentunya tidak.

Mungkin disinilah kesadaran kita harus dikembalikan, kenapa dulu orangtua kita dan bapak ibu guru di sekolah tak bosan bosanya mengajarkan agar kita menabung.

Okelah saya tidak akan terlalu panjang membahas tentang kebutuhan hidup. Karna tentunya ini sudah diatur masing-masing jalan dan rejekinya oleh Tuhan yang maha kuasa.

Berdiam di rumah memang membosankan. sekalipun bagi orang yang terbiasa di rumah. tapi kali ini kita tidak ada pilihan. Sekarang tinggal bagaimana kita mengatur seenak/sebetah apa tinggal di rumah. Tentunya masing2 punya cara dan rencana sendiri.

14 hari kita bisa mengevaluasi diri anak dan keluarga, selama itu kita bisa menikmati istirahat dibanding ketika kita bekerja yang selalu mengharap cepat libur.

14 hari kita bisa menggali ilmu agama dan ilmu lainya atau setidaknya membuka kembali lembaran-lembaran yang selama ini kitab dan buku nya hanya jadi pajangan saat kita berpoto. dan kita ajarkan ke anak.

Mengajari anak shalat
Mengajari anak shalat
Dan.. Bila anjuran berdiam diri di rumah ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat (berjamaah berdiam di rumah). Haqqul Yakin Covid19 pasti berlalu.

Yakinlah mereka para ahli kesehatan di seluruh negara Di Dunia sedang mati-matian mencari obatnya. Para pemimpin negeri dengan segala kebijakanya dan para ulama/tokoh agama dengan segala fatwa dan doanya. Maka itu kita bantu mereka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun