Mohon tunggu...
Muhamad RaihanArravi
Muhamad RaihanArravi Mohon Tunggu... Editor - Saya merupakan mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya.

SD Negeri Jakasampurna 3 Bekasi Barat. SMP Negeri 1 Banyuasin III, Sumatera Selatan. SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III, Sumatera Selatan. Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Generasi Milenial Indonesia dan Pancasila di Era Industri 4.0

25 November 2019   22:48 Diperbarui: 25 November 2019   22:57 14947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila sejatinya bukanlah jargon kosong yang muncul ditengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia, namun ia merupakan Core Values inklusif yang di gali oleh para pendiri bangsa yang mencoba mempertemukan nilai-nilai ideal yang mampu mewujudkan cita-cita Bhinneka Tunggal Ika yang akan selalu sesuai dengan segala perubahan waktu termasuk era industri 4.0 (Nurhadianto, 2014). 

Hal demikian karena pancasila adalah hasil konsensus dari Founding Fathers yang diwariskan kepada generasi penerus sebagai suatu dasar falsafah bangsa dan pandangan hidup negara yang begitu visoner dan tahan banting (durable). Suatu dasar falsafah yang memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat. Jika terpahami secara mendalam, diyakini secara teguh, dan diamalkan secara konsisten dapat mendekati perwujudan negara paripurna (Nurhadianto, 2014).

Oleh karena itu, internalisasi dan revitalisasi pancasila dapat mencegah, melindungi, dan menanggulangi kaum milenial bangsa ini dari segala hal yang dapat menjerumuskan para pemuda kedalam jurang yang membinasakan bangsa ini

Internalisasi dan revitalisasi dari sila-sila pancasila dapat menjadi paradigma yang mengakar kuat dalam sehingga kaum milenial Indonesia akan memiliki landasan filosofis dalam berperilaku baik secara individu maupun masyarakat. 

Sila pertama yang berbunyi ketuhanan yang maha esa apabila di internalisasikan secara radikal kepada bangsa ini akan menjadi social control bagi setiap orang sehingga orang yang menanamkan nilai-nilai ketuhanan akan merasa selalu diawasi oleh sang Maha Pencipta. 

Orang yang menanamkan nilai ketuhanan sebagai landasan falsafah akan memiliki nilai dan norma bagi dirinya berdasarkan aturan-aturan agama sehingga orang tersebut akan menjauhi segala hal yang menjadi larangan dalam agama seperti perilaku-perilaku dalam penyimpangan sosial, penyimpangan seksual termasuk pornografi, penyalahgunaan narkoba dan seks bebas, hingga segala tindakan amoral lainnya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi tolak ukur berperilaku sosial.

Internalisasi dan revitalisasi dari sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengedepankan nilai humanisme yang mana orang yang menerapkan nilai menjadi falsafah hidupnya akan menjadi anti terhadap segala bentuk tindakan yang bersifat tidak berperikemanusiaan.

Nilai humanisme dalam sila kedua inilah yang akan menciptakan masyarakat yang saling tolong menolong, mengedepankan nilai kemanusiaan, berusaha mewujudkan dan mencari keadilan sejati, anti rasisme dan tindakan diskriminatif, dan anti segala bentuk tindakan lainnya yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Internalisasi dan revitalisasi terhadap nilai dari sila persatuan Indonesia akan mewujudkan persatuan, harmonisasi, dan keutuhan bangsa yang akan menguatkan kedaulatan negara. Apabila nilai persatuan ini diprioritaskan menjadi paradigma sosial maka perpecahan akibat kontestasi politik tidak akan terjadi.

Bipolarisasi hingga multipolarisasi karena adanya primordialisme dalam sektor sosial hingga politik tidak akan menjadi persoalan yang mengancam bangsa ini. Bangsa kita termasuk kaum milenialnya yang mulai lupa akan makna sejati dari Bhinneka Tunggal Ika adalah karena tidak mendalami dan meresapi nilai dari sila ketiga pancasila.

Oleh karena itu, sila ini amatlah penting agar persatuan sosial bagai satu tubuh dapat terealisasikan tidak hanya sebatas simbol melainkan sebagai falsafah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk namun tidak melupakan persatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun