Saat SMP dulu, aku ingat beberapa teman mulai mencoba merokok. Ada yang memang diperbolehkan oleh orang tua, tapi ada juga yang melakukannya diam-diam. Bahkan, candaan yang sering muncul saat itu adalah: "Bukan laki-laki kalau nggak ngerokok." Karena penasaran dan ikut-ikutan, aku pernah mencobanya. Tapi yang kudapat justru pahit di lidah dan bau yang susah hilang dari mulut. Dari situ, aku mulai bertanya-tanya: Kalau menurutku rokok itu nggak enak, kenapa masih banyak orang yang merokok?
Seiring waktu, aku mulai memahami setidaknya ada dua alasan utama. Pertama, karena zat dalam rokok memang bersifat candu. Kedua, karena sensasi relaksasi yang muncul setelah menghisap rokok.
Rasa tenang setelah merokok ternyata ada hubungannya dengan teknik pernapasan. Saat seseorang merokok, tanpa sadar mereka menggunakan napas perut---dan napas perut memang terbukti bisa memberikan efek ketenangan. Aku pertama kali mendengar teori ini dari podcast Om Ade Rai. Sejak itu, aku mulai membiasakan diri untuk menggunakan napas perut setiap kali merasa panik, cemas, atau bingung. Hasilnya luar biasa. Dengan menarik napas dalam secara teratur, perasaan tenang lebih mudah muncul. Tapi tentu saja, masalah tetap harus diselesaikan, bukan hanya diredam dengan napas.
Dari sini aku berpikir lagi, seberapa berat beban yang dipikul para bapak---termasuk bapakku sendiri---hingga setiap kali senja datang setelah seharian bekerja, isapan rokok menjadi pelarian mereka?
Tapi, jika rokok sekadar menjadi "ritual setelah bekerja," bukankah ada cara lain yang lebih sehat? Napas perut memang bisa membantu menenangkan pikiran, tapi selain itu, bercengkerama dengan sanak famili, atau sekadar menikmati obrolan ringan dengan teman/keluarga sambil meminum kopi juga bisa memberikan efek yang sama. Jika rokok dianggap sebagai jeda dari kepenatan, mungkin kita perlu bertanya: Apakah benar kita butuh rokok, atau kita hanya butuh momen untuk berhenti sejenak dan bernapas lebih dalam?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI