Ketika sejarah dijadikan alat politik, yang muncul adalah masyarakat yang tidak kritis, mudah digiring oleh propaganda, dan kehilangan kemampuan untuk mengevaluasi masa lalu secara objektif. Ini sangat berbahaya, sebab bangsa yang tidak belajar dari sejarah akan mengulangi kesalahan yang sama.
Demokratisasi Sejarah: Menolak Monopoli Narasi
Kritik terhadap penulisan ulang sejarah bukan berarti menolak adanya interpretasi. Yang dikritik adalah dominasi satu narasi yang menyingkirkan keberagaman suara. Demokratisasi sejarah adalah keharusan jika Indonesia ingin membangun masyarakat yang adil dan sadar akan masa lalunya. Ini bisa dimulai dengan membuka akses terhadap arsip sejarah, mendorong diskusi terbuka di ruang publik, dan merevisi kurikulum pendidikan yang selama ini cenderung politis dan monolitik.
Perlu juga mendorong keterlibatan masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas lokal dalam menulis sejarah dari perspektif mereka sendiri. Sejarah rakyat (people's history) harus diberi tempat yang sama dengan sejarah versi negara. Narasi para petani, buruh, perempuan, dan kelompok-kelompok yang selama ini dipinggirkan harus diangkat untuk memperkaya pemahaman kita terhadap masa lalu.
Sejarah Bukan Milik Penguasa
Sejarah adalah milik bersama, bukan milik penguasa. Ketika sejarah ditulis ulang untuk melayani kekuasaan, maka yang dikorbankan adalah kesadaran masyarakat. Kebenaran menjadi relatif, fakta dibengkokkan, dan masa lalu dikunci dalam versi tunggal yang tidak boleh dipertanyakan. Kita harus menolak praktik ini. Masyarakat Indonesia berhak mengetahui sejarahnya secara utuh lengkap dengan konflik, perlawanan, dan luka-luka kolektifnya. Dengan begitu, kita bisa belajar, menyembuhkan, dan membangun masa depan yang lebih bijak.Menulis ulang sejarah seharusnya dilakukan dengan semangat kritis dan etika akademik, bukan sebagai alat propaganda. Jika tidak, maka sejarah hanya akan menjadi alat untuk memperpanjang kekuasaan, bukan untuk memperluas kesadaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI