Mohon tunggu...
Muhamad Daerobi
Muhamad Daerobi Mohon Tunggu... Administrasi - Ga Neko-neko, sederhana saja, mencoba jadi pembaca yg cinta kesederhanaan

Ubi Liberte Ubi Patria diskursusidea.blogspot.com "Seorang Pecinta Kesederhanaan"

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kelucuan Negara dan Warga +62 saat Menghadapi Korona

15 Mei 2020   21:54 Diperbarui: 15 Mei 2020   22:03 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Kelucuan lain tergambar juga kebiasaan mencuci tangan. Hampir disetiap tempat, seperti swalayan, toko atau parkiran dan kompleks menyediakan alat pencuci tangan bahkan ada bilik disinfektan.

Namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai hilang ditelan waktu meskipun pandemik masih tetap melaju. Bahkan beberapa tempat vital sudah tak lagi menyediakan handsanitizer atau bilik disinfektan.

Tak ketinggalan juga tradisi penyemprotan wilayah, hampir semua daerah mengadakan penyemprotan. Tak berselang lama, tradisi ini hanya bertahan sesaat, saat momentum ketakukan melanda, atau istilah lain pas ‘anget-anget tai kucing’. Meminjam istilah Prof Komarudin Hidayat manusia suka hal seremonial yang besar disetiap momentum ‘Homo Festifus’.

Selain itu, kulucuan juga terjadi saat kelangkaan masker, disinfektan, hand sanitizer dan obat penguat imunitas di toko dan apotek. Semua orang panik, sebagai langkah preventif, orang-orang berlomba membeli barang tersebut, karena takut terkena korona.

Tapi tradisi ini sepertinya juga tak bertahan lama, gelagat warga sudah terlihat bosan disaat yang sama warga sudah tak mengindahkan protokol kesehatan saat bepergian. Ambil contoh berkumpulnya warga diacara penutupan McD Sarinah disaat Pandemi.

Kelucuan lain terlihat dari respon warga +62, suka membicarakan negara lain yang terkena korona akibat lemahnya social distancing dan minimnya implementasi perilaku hidup bersih, hal itu justeru menimbulkan tingkat kematian yang tinggi.

Di saat yang sama warga +62 juga tersinggung saat ditanya mengapa tingkat kematian dan kasus covid-19 di Indonesia tinggi. Seketika kena tembakan, seketika itu juga langsung diem seribu bahasa.

Ada juga kelucuan berbaut religius, saat warga tetap ngotot ibadah bisa dilakukan di mesjid/gereja dll saat pandemi tetap mewabah—mereka percaya mati dan hidup adalah takdir Tuhan bukan karena korona. Sudah dihimbau oleh masing-masing pemuka agama untuk tetap ibadah di rumah saja. Namun ada saja kengototan warga +62 cari cara justifikasi dalil-dalil yang ada.

Herannya, selang beberapa hari saat dilakukan rapid test, hasilnya diluar dugaan, warga tersebut reaktif korona. Sebetulnya ini bukan soal perdebatan teologis, tetapi soal kesadaran bagaimana pentingnya menghargai para petugas medis, disaat kerapuhan sistem kesehatan Indonesia dan tidak berimbang jumlah paramedis.

Bisa saja kalau tetap ngotot untuk ibadah di manapun dan kapanpun selagi tidak merepotkan paramedis dan tidak menularkan kepada orang lain. Lucunya negeriku ini. Entah dari pemerintahnya maupun warganya seolah disambut kompak saat menghadapi pandemi ini.

Bederet berita prank dan kelucuan di atas mungkin menggambarkan kondisi, dimana negara dan warganya bukan saja tidak siap dari serbuan serangan virus, tetapi karena kerapuhan persoalan antara tatakelola negara, perangkat dan kesadaran warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun