IV. Danantara: Katalisator Penyehatan dan Pengawasan Ketat untuk BUMN
Saya melihat Danantara sebagai pilar utama dalam upaya penyehatan Krakatau Steel dan BUMN lainnya. Sebagai sovereign wealth fund (SWF) dengan aset mencapai Rp 16.333 triliun, Danantara bukan sekadar entitas investasi pasif. Presiden Prabowo memandangnya sebagai "kekayaan bangsa Indonesia" yang harus "dikelola secara optimal dan akuntabel" untuk menjadi "penggerak utama pembangunan ekonomi". Target imbal hasil di atas 7,5% per tahun yang diberikan Prabowo kepada Danantara menunjukkan ekspektasi kinerja yang sangat tinggi. Ini akan mendorong Danantara untuk tidak hanya berinvestasi pada entitas yang prospektif, tetapi juga menuntut akuntabilitas dan kinerja yang setara dari BUMN yang menerima dukungan atau menjadi bagian dari portofolionya. Contoh rencana Danantara dan INA (Indonesia Investment Authority) untuk menyuntik modal Rp 13 triliun ke TPIA menunjukkan peran aktifnya dalam penyehatan dan pengembangan BUMN strategis. Krakatau Steel harus menjadi bagian dari agenda ini.
Keterlibatan langsung Presiden Prabowo, dengan Rosan (Kepala Danantara) melaporkan perkembangan setiap minggu, menunjukkan tingkat pengawasan yang belum pernah ada sebelumnya. Ini adalah sinyal kuat bahwa tidak ada lagi ruang untuk kinerja di bawah standar atau pemborosan. Arahan Prabowo untuk mengevaluasi kinerja semua direksi BUMN dan meninggalkan "praktik-praktik yang enggak bener" akan memberikan tekanan signifikan bagi Krakatau Steel untuk berbenah secara fundamental. Semangat Danantara yang berfokus pada efisiensi, transparansi, dan profitabilitas (implisit dari target
return dan arahan Prabowo) akan menjadi tolok ukur baru bagi kinerja Krakatau Steel. Bahkan, Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar, sendiri "yakin Danantara Bisa Bawa Hoki", menandakan adanya kesadaran internal akan potensi positif dari inisiatif ini jika direspons dengan serius.
Secara historis, beberapa BUMN mungkin dianggap bergantung pada suntikan modal negara (PMN) dan kurang memiliki akuntabilitas kinerja yang ketat. Namun, visi Presiden Prabowo secara konsisten menekankan efisiensi, transparansi, dan operasi BUMN yang didorong oleh keuntungan. Danantara, sebagai dana kekayaan negara dengan target pengembalian yang ambisius dan pengawasan langsung dari presiden, diposisikan sebagai penegak utama dari visi baru ini. Mandatnya adalah mengelola kekayaan nasional untuk pengembalian yang optimal. Kombinasi ini menandakan pergeseran mendasar dari BUMN yang terutama melayani kewajiban pelayanan publik (PSO) atau dilindungi dari realitas pasar, menjadi entitas yang layak secara finansial dan kompetitif yang berkontribusi langsung pada kekayaan nasional. Hal ini memaksa BUMN seperti Krakatau Steel untuk mengadopsi tata kelola perusahaan yang lebih ketat, metrik kinerja, dan mekanisme akuntabilitas, mengubahnya menjadi perusahaan yang lebih gesit dan berorientasi pasar.
Berikut adalah tabel yang merangkum komitmen dan arahan Presiden Prabowo untuk BUMN, yang sangat relevan dengan kondisi Krakatau Steel:
Tabel 1: Komitmen dan Arahan Presiden Prabowo untuk BUMN (terkait Danantara dan Tata Kelola)
V. Ultimatum Kinerja
Mengingat kerugian Krakatau Steel yang terus berlanjut hingga 2024, dan akumulasi kerugian per Kuartal I 2024, saya merasa perlu untuk memberikan ultimatum yang jelas. Jika Krakatau Steel masih mencatat kerugian hingga beberapa Kuartal kedepan, maka ini adalah bukti nyata kegagalan manajemen saat ini dalam menjalankan tugasnya secara efektif. Tidak ada alasan lagi untuk menoleransi kerugian yang terus-menerus. Periode waktu yang diberikan cukup untuk menunjukkan adanya perbaikan signifikan atau setidaknya tren yang jelas menuju profitabilitas.
Tuntutan ini bukan tanpa dasar hukum. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah telah mengatur secara jelas tanggung jawab direksi BUMN. Pasal 27 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2022 secara tegas menyatakan bahwa "Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya". Â Lebih lanjut, Menteri sebagai pemegang saham dapat mengajukan gugatan terhadap direksi yang lalai. Anggota DPR juga telah menegaskan bahwa direksi BUMN tidak kebal hukum dan bisa diproses jika terbukti lalai atau sengaja merugikan negara. Direksi harus mampu membuktikan bahwa kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian mereka untuk terhindar dari proses hukum. Saya berpendapat, jika kerugian bersifat kronis dan berkelanjutan tanpa perbaikan nyata, sulit untuk mengklaimnya semata-mata sebagai "risiko bisnis".