Lalu apakah bahasa Indonesia mampu menjadi bahasa pengantar (lingua Franca) di kawasan ASEAN?
Bahasa Melayu adalah sumber dan akar bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar (lingua Franca) tidak hanya di tanah Nusantara.
Tetapi hampir di pelbagai Negara Asia Tenggara. Totok Suhardijanto, Ph.D seorang pakar bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia meyakini bahwa bahasa Indonesia sangat berpotensi menjadi bahasa pengantar di kawasan Asean.
Potensi tersebut berdasarkan besarnya penggunaan bahasa melayu sebagai akar bahasa Indonesia di kawasan Asean.
Totok mencatat, secara sosial ekonomi jumlah penutur aktif dan pasif bahasa melayu di kawasan Asean sekitar 268 juta jiwa atau 40% dari jumlah populasi penduduk di kawasan Asean.
Lanjutnya, jumlah penutur bahasa Melayu hampir tersebar di 50% wilayah Asia Tenggara selain Indonesia dan Malaysia.
Secara sosio-kultural, struktur gramatikal dan fonologi bahasa Melayu lebih mudah untuk dipelajari dari pada bahasa yang digunakan oleh Negara Asean lain, sehingga minat mempelajari bahasa Melayu setiap tahunnya terus meningkat. Tetapi, apakah potensi tersebut berbanding lurus dengan realita penggunaan bahasa Indonesia di dalam negeri?
Secara konstitusional, bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia. Legitimasi tersebut tercantum di Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-undang no.24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambing Negara dan Lagu Kebangsaan.
Pada pasal 36 ayat 1 menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia, dan ayat 3 bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan nama bangunan atau gedung, jalan, pemukiman, perkantoran, Â komplek perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, Â dan organisasi yang didirikan oleh warga Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Pasal 4 mempertegas bahwa penggunaan bahasa daerah atau asing dibolehkan dengan catatan harus berdasarkan nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan keagamaan.
Faktanya, jika diamati banyak nama-nama gedung, merek dagang, komplek perdagangan, iklan di ruang publik, papan petunjuk, dan apartemen yang dimiliki oleh warga Indonesia atau badan Hukum Indonesia menggunakan bahasa asing.