73 tahun sudah Indonesia menjadi negara yang menyatakan merdeka dari jeratan kolonialisme. Walaupun pascaproklamasi Indonesia masih mengalami penjahan oleh Belanda.
Rentetan peristiwa berdarah, ekploitasi sumber daya alam dan manusia oleh kolonial membuat rakyat Indonesia sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan. Persatuan dan kesatuan perbagai elemen masyarakat mampu memupuk rasa kebangsaan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme.
Oleh karena itu, persatuan, kesatuan dan rasa kebangsaan merupakan warisan dan idealisme berharga yang harus tetap dipertahankan oleh generasi muda, bukan perbedaan suku, agama, ras  dan antargolongan yang diagungkan dan diprioritaskan.
Karena perbedaan dan keanekaragaman yang tidak dibingkai dengan persatuan dan kesatuan akan menghatarkan Indonesia pada kehancuran dan disitegrasi bangsa.
Sumpah pemuda yang dihelat pada 28 Oktober 1928 yang diinisiasi oleh Perhimpunan pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) adalah salah satu momentum heroik dan patriotik yang dilakukan kaula muda.
Ikrar yang menjadi salah satu katalisator kemerdekaan dan kristalisasi semangat berdirinya bangsa ini. Salah satu klausul konsensus pemuda bersumpah untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Perjuangan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bukan tanpa alasan, tetapi dengan argumentasi kolektif dan futuristik bahwa bangsa ini perlu mempunyai satu bahasa yang akan mempermudah akselerasi kemerdekaan dan merawat kedaulatan negara.
Bahkan Soeharto pada tahun 1995 pernah mencanangkan  bahwa bahasa Indonesia harus menjadi bahasa pengantar (Lingua Franca) di kawasan ASEAN.
Wacana menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (lingua Franca) di kawasan ASEAN adalah salah satu agenda besar negara untuk memperkuat posisi dan dominasi Indonesia dalam percaturan ekonomi-politik di kawasan ASEAN.
Akhir tahun 2015 Negara-negara ASEAN atau MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) sudah berkomitmen untuk membuka keran perdagangan bebas dan transaksi ekonomi melalui penghapusan kebijakan negara yang terkesan menghambat akselerasi peningkatan daya saing ekonomi antarnegara.
Dalam proses transaksi guna menggenjot peningkatan daya saing ekonomi dibutuhkan alat komunikasi yang mampu menghubungkan pihak-pihak yang ingin melakukan kerja sama tersebut.