Mohon tunggu...
Muhamad Ramdhani
Muhamad Ramdhani Mohon Tunggu... Aktor - Pemula

@donii_il

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Helltown

27 Februari 2020   01:00 Diperbarui: 27 Februari 2020   01:02 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ini aku, sama seperti biasanya. Bosan. Melakukan hal yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa. Berdiri dibelakang kasir, memanggang roti, menyapu lantai, membuang sampah. Maksudku, aku berhak menikmati hidup dengan umurku yang sekarang ini. 14 tahun bukanlah umur untuk seseorang melakukan pekerjaan yang seharusnya orang dewasa kerjakan. Bersenang-senang dan bermain bersama teman. Itu yang aku butuhkan, bukannya bekerja di toko roti yang jarang sekali orang kunjungi. "Cloo..eee.." Bibiku memanggil dari lantai dua dengan nada yang cukup keras, nyaris membentak. "Yaa.." sahutku. "Mengapa kau belum juga membuang sampahnya?!" tanyanya. "Diluar hujan" "Tapi tidak besar. Ayolah cepat!" "Baik, akan ku keluarkan sekarang!" dengan nada agak membentak. Aku pun langsung membawa tumpukan sampah menggunakan trolley ke halaman belakang. Karena pengangkut sampah biasa mengambilnya disana. 

Aku agak ragu untuk kesana, karena halaman belakang menghadap langsung ke hutan. Gelap dan dingin yang kubayangkan saat melihatnya. Cuaca yang selalu mendung dikota ku, menambah kesan menyeramkan. Tak ada orang yang pernah masuk kedalam hutan itu kata Bibiku. Sangat misterius. "Huh, sangat melelahkan." Keluhku. Tak sengaja saat aku menoleh ke hutan itu, aku seperti melihat sesosok makhluk yang sering warga kota bicarakan. Dengan perawakan yang menyeramkan. Wajah tak berstruktur hanya mempunyai mulut, tak berambut, tangan kecil tak berdaging dan sangat panjang sehingga menyentuh tanah, kaki hanya berupa tulang dan menyerupai tangannya. Konon katanya bila ada orang yang melihatnya, maka dia akan langsung memakan orang tersebut secara brutal dengan cakar dan giginya yang sangat tajam dengan cara mencabiknya. "hahh..itu kan," seketika seluruh tubuhku bergetar. 

"Bukan, itu bukan dia. Aku pasti sedang berhalusinasi. Aku yakin itu bukan, bukan....MUTAN." Secara spontan aku berlari masuk ke dalam toko. Aku berusaha untuk tenang, tetapi tetap saja tidak bisa. Kemudian aku memutuskan untuk pulang ke rumah hari itu. Sulit menerima kenyataan bahwa rumor yang orang bicarakan telah kulihat dengan mataku. Aku berbaring dikasur dengan harapan dapat tertidur dan melupakan semuanya. Walaupun sulit, tetapi akhirnya aku dapat tertidur. .... Saat terbangun waktu menunjukan pukul 02:00 malam. Aku melihat keluar jendela. Suasana diluar masih gelap, hanya diterangi lampu rumah yang menyala dibagian luar. Malam sangat kelam dikota-ku. Udara dingin yang menusuk adalah hal yang biasa di Helltown. Kegelapan yang menyelimuti kota ini, menambah keberadaan makhluk itu semakin mendominasi. Cakar yang tajam dan mulut penuh darah menengok ke arahku tadi sore. Masih teringat. Mungkin tak akan lupa. Saat sudah pagi, aku melakukan rutinitsku seperti kebanyakan masyarakat desa lakukan. Membersihkan rumah, sarapan, mencuci pakaian, mengeruk salju dihalaman, dan banyak hal lainnya. Sampai saatnya aku pun harus bekerja kembali. Melelahkan memang. Tetapi bila bukan aku, siapa yang akan memenuhi kebutuhan rumah. Ingin rasanya punya keluarga. Dulu aku dirawat oleh Bibi dan Paman-ku. Mereka sangat baik sekali padaku. Aku sudah menganggap mereka sebagai orang tua-ku sendiri. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Mulai dari menjaga toko, ber-rekreasi, dan bermain bersama. Rindu, sangat rindu bila mengingatnya. 

Tetapi saat paman meninggal, Bibi Daisy sangat terpuruk. Ia tak mau ditemui oleh siapapun, termasuk aku. Berminggu-minggu ia tak keluar kamarnya. Ia hanya membuka sedikit celah pada pintu agar makanan yang kuberikan dapat ia ambil. Sampai saatnya ia menyadari bahwa terlalu lama bersedih tak ada gunanya. Dan untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu aku dapat melihat wajah Bibi yang cantik, walaupun agak pucat. Tetapi aku lega karena dapat bertatap muka dengannya. Setelah beberapa hari kami menjalankan toko kembali, banyak perkataan orang yang cukup mengganggu Bibiku. Entah apa yang mereka bicarakan, karena pada saat itu umurku masih kecil. Sekitar 7 tahun. Aku memang tidak bersekolah karena biaya yang dibutuhkan pasti akan sangat banyak, tetapi aku tahu bahwa Bibi merasa terganggu dengan perkataan orang-orang. Walaupun ia tidak memperlihatkannya secara langsung, tetapi aku tahu dari raut wajahnya. Ia tak bisa menyembunyikannya, tidak padaku. Hal inilah yang membuat sifatnya berubah. Pemarah, arogan, dan tak suka bersosialisasi. Jujur aku rindu masa-masa itu. Kami seperti keluarga. Akur, aman dan damai. Tetapi yang menjadi persoalan utamanya adalah, siapa?. Siapa yang memulai dan menyebabkan semua ini terjadi?. Sempat aku bertanya pada Bibiku, "Kalau Cloe boleh tahu, apa yang menyebabkan Paman meninggal?". Tetapi ia menjawabnya dengan perkataan yang membuatku tercengang "Bukan apa, tapi siapa". Halus dia mengatakannya. Aku tahu bahwa dalam perkataannya ia menyiratkan suatu hal, yang tidak aku ketahui adalah apa maksud dari kata, "Siapa?". Apakah dia tetangga kita, orang tak dikenal, atau justru bukan manusia?. Apapun itu aku tak ingin lagi orang terdekatku meninggalkanku. Yang terpenting sekarang adalah aku dan Bibiku masih hidup dan bisa menjalankan hidup dengan normal. 

Walaupun sedikit berbeda suasananya, tapi aku sudah terbiasa. Aku kembali pada rutinitasku yang lain yaitu menjaga toko. Memastikan semuanya baik-baik saja dan tak ada satupun yang berkurang. Jangan lagi. Bedanya hari ini, aku terus memikirkan tentang Mutan itu. Aku ingin tahu lebih banyak tentang mahluk yang selalu mengganggu kota. "sebenarnya apa yang dia inginkan?, Apa yang dia cari?, Apa yang dia butuhkan?" perkataan ini yang selalu terngiang-ngiang dalam pikiranku saat ini. Tetapi pertanyaan yang sebenarnya adalah..."Mengapa dia ada di kota ini?". "Kling...kling..." seorang pelanggan masuk dengan pakaian yang sangat aneh. Tak seperti orang kota kebanyakan. Pakaiannya hampir seperti seorang detektif. Aku yakin dia adalah seorang detektif. Dia melihat sekitar, seperti ada sesuatu yang dia cari. Aku pun mendekatinya untuk menawarkan daftar menu, "Silahkan mau pesan apa?" tanyaku. "Teh hangat satu." Sambil menatapku dengan tajam. "Sekalian makannya?" " Tidak, itu saja." "Baik akan kubuat sekarang." Saat aku akan pergi ke dapur untuk membuatkan pesanan, dia menyuruhku berhenti dan kemudian menanyakan hal-hal yang sama sekali tidak aku ketahui. Seperti nama-nama ilmiah,hewan, dan cairan mungkin. Aku jawab tidak tahu karena aku memang tidak mengetahuinya. Lalu dia memberiku kartu namanya. Dia bilang, "Hubungi aku bila ada hal yang mencurigakan di kota ini." Kemudian dia pergi tanpa memesan apapun. ... Waktu menunjukan pukul 19:00 malam. Saatnya aku pulang kerumah dan menyerahkan tugas toko pada Bibi. Dalam perjalanan pulang aku terus menatapi kartu nama yang orang tadi berikan kepadaku. Apa maksud dari semua ini. Perkataan yang tidak aku pahami satupun membuatku penasaran akan hal tersebut. Tetapi aku memiliki satu pemikiran, "Apakah dia mencari sesuatu yang aku ingin cari tahu juga?". Keesokan harinya aku meminta libur 2 hari dari pekerjaan di toko. 

Akupun mendatangi orang itu, karena aku tahu dia mengetahui sesuatu mengenai mahluk itu. Ternyata rumahnya tidak jauh dari rumahku. Hanya beberapa blok dari rumahku. Aku sudah berada di depan pintu rumahnya. Tetapi aku hanya bisa terpatung kaku karena merasa ragu akan hal yang akan aku tanyakan atau mungin aku ungkapkan mengenai hal ini. Tetapi rasa penasaranku melawan semua keraguanku. Dengan tenang, aku ketuk pintu rumahnya. Dia keluar. Sambil memegang buku ilmiah tak menoleh sedikit pun padaku. "Siapa kau?" tanyanya. "Ini aku, pelayan toko yang kemarin kau ajak bicara." Pandangannya seketika terpacu padaku. Dia kaget melihatku datang secepat ini. "O..ooh, silahkan masuk." Dia mempersilahkanku masuk ke rumahya. Banyak serangga dan dedaunnan yang sudah diawetkan kemudian diberi bingkai yang menempel pada dinding utama rumahnya sebagai hiasan. Yang dapat menandakan bahwa orang itu adalah seorang ilmuwan atau semacamnya. Aku duduk di sofa yang membelakangi jendela, kemudian dia datang dan duduk dikursi yang tepat berada dihadapanku. Kami hanya terhalang sebuah meja kayu dengan ukiran yang sangat detail. Awalnya kami memulai obrolan dengan sebuah perkenalan. "Baik perkenalkan namamu terlebih dahulu." "Namaku Cloe Charlotte. Panggil saja Cloe." "Oke Cloe, apa yang kamu ketahui tentang makhluk yang tinggal di hutan kota ini?" Sontak aku pun kaget akan pertanyaan yang dia tanyakan padaku. Maksudku, siapa dia?, Mengapa dia mengetahui tentang makhluk itu?. "Siapa kau? Mengapa kau menanyakan hal ini?" tanyaku. "Aku minta maaf atas kelancanganku. Perkenalkan aku adalah seorang ilmuwan muda. Namaku Joy, Joy Grace." "Oke Joy. Aku percaya padamu, akan kuceritakan. Semuanya bermula saat..." Akupun menceritakan semuanya dengan lengkap tanpa ada satu kata pun yang terlewat. Tentang semua yang kulihat saat dihalaman belakang toko. 

Dia sangat terkejut setelah aku menceritakannya. Itu membuktikan bahwa pendapatku tentang dia mengetahui sesuatu mengenai mahluk itu. Aku yakin dia tahu sesuatu. Kemudian setelah mendengarkan perkataanku dia menunjukan penelitiannya tentang asal-usul terciptanya Mutan. "Sudah kuduga." Bisikku. Aku membaca beberapa buku yang dia tulis sendiri. Sebagian besar bukunya membahas anatomi tumbuhan, hewan, dan juga manusia. Tetapi ada satu buku yang berbeda dari buku yang lainnya, yaitu buku tentang makhluk mitologi yang juga dia tulis sendiri. Saat aku buka beberapa halaman ada selembar kertas yang di selipkan pada pertengahan buku yang berisi tentang peta atau lokasi mengenai keberadaan suatu mahluk di dalam hutan. Saat dia tak melihat aku mengambil peta itu dan menyelipkannya ke dalam jaketku. Aku tahu ini adalah sesuatu yang penting baginya, tetapi aku pun membutuhkan banyak informasi tentang makhluk itu lebih dari apapun yang dia butuhkan. Ini hanya sebagian kecil informasi yang aku dapat, aku membutuhkan lebih dari hanya sekedar peta. Dia mempunyai segala informasi yang aku butuhkan, sekarang tinggal bagaimana aku bisa mendapatkannya. "Cloe, apa kamu sudah selesai membaca-baca nya?" Tanyanya. "Su...sudah. Selanjutnya apa?" "Bila kau tidak keberatan maukah kau menemaniku untuk mengambil beberapa sample daun di hutan?" Saat mengatakan hal itu aku agak ragu untuk menyetujuinya. Maksudku setelah apa yang terjadi di halaman belakang, itu sudah cukup membuatku takut dan kepikiran. Meskipun dalam radius sekitar 20 meter. 

Sekarang justru ada orang yang mengajakku secara langsung untuk menemuinya. Bukan tidak mungkin kita bisa berpapasan dengan makhluk itu disana. Tetapi bila aku tidak ikut dengannya maka sama saja seperti aku membatasi jalan menuju informasi yang aku butuhkan. Lagi pula tak ada satu orang pun yang pernah kesana bukan?, jadi kebenarannya belum terbukti. Bisa saja dia tidak tinggal di hutan itu. Aku harus terima resiko apapun itu masalahnya yang akan kita hadapi nanti. Bagaimanapun juga aku tidak boleh menaruh sedikitpun curiga kepadanya, karena itu akan membongkar segala sesuatu yang sudah kusiapkan dari awal. "Baik, ayo kita kesana. Lagi pula aku ingin menghirup udara segar di dalam hutan." Jawabku lantang. "Baguslah kalau kau bersemangat. AYOO!!" Akhirnya kita berdua menyiapkan segala sesuatu yang mungkin akan dibutuhkan saat kita berada di dalam hutan. Dalam perjalanan menuju hutan kami sempat bertukar pengalaman tentang pekerjaan. Ternyata dia dulu adalah seorang detektif yang ditugaskan di suatu daerah untuk mencari tahu segala informasi mengenai pembunuhan yang dilakukan seseorang kepada sebuah keluarga. Akan tetapi dia mengundurkan diri saat dipertengahan tugasnya. 

Saat aku tanya, "Kenapa?" dia tak bisa memberitahunya. Dia memanglah seseorang yang sulit ditebak. Tak terasa kita sudah berada di tepi hutan. Saatnya aku memulai ekspedisiku mengenai makhluk itu. Dan aku tak peduli apa yang akan Joy lakukan didalam hutan. Dia terlihat santai dan menikmatinya saat kita berjalan menyusuri hutan. Dia sibuk melihat berbagai macam tanaman dan hewan yang ada disana. Seakan tak peduli dengan cerita yang baru saja aku beritahu sebelum kita menuju kesini. Entah dia lupa atau tak peduli dengan semua yang aku ucapkan kepadanya. Sejauh ini aku belum melihat sesuatu yang janggal ataupun tanda-tanda mengenai makhluk itu. Aku sudah sedia senjata, karena mungkin saja dia akan muncul dan memakan kita. Semakin kita masuk kedalam, kegelapan semakin menyelimuti. Dingin yang sangat menusuk begitu terasa. Aku meminta istirahat sejenak, tetapi dia berkata, "Kalau tidak salah sekitar 15 meter lagi, akan ada sebuah rumah kosong yang sudah lama ditinggal. Disana juga ada gudang berisi semua data mengenai misteri makhluk mitologi, bukankah itu yang kau cari?. Kita bisa beristirahat disana, bertahanlah sebentar lagi." Mendengar perkataannya aku jadi tahu maksudnya. Ternyata dia tidak sepenuhnya mencari sample, dia juga ingin mengetahui mengenai makhluk yang selama ini mengancam kota. 

Tiba-tiba dia memulai obrolan, "Kudengar kota ini mengadakan sebuah upacara setiap tahunnya berupa pengorbanan sebuah keluarga yang paling bahagia. Apakah benar demikian?". Aku heran mengapa dia bisa tahu lebih banyak tentang desa ini dibandingkan aku yang jelas-jelas adalah masyarakatnya sendiri. "Kamu tahu dari mana soal itu? Aku aja ngga tau." Jawabku. "Aku tahu dari Ayah angkatku, katanya aku adalah anak dari korban pembunuhan oleh makhluk misterius yang berada didalam hutan di kota Helltown, kota ini" "Jadi sebenarnya kamu itu orang sini. Tapi kenapa aku baru melihatmu sekarang. Kota ini kota yang kecil, aku tahu semua orangnya." Tanyaku dengan penuh rasa penasaran. "Ya, aku tinggal bersama Ayah angkatku di Amerika. Jadi ini adalah kali pertamaku datang ke kampung halaman, semenjak Ayah angkatku meninggal." Mendengar penjelasannya aku jadi tahu bahwa banyak orang yang tidak seberuntung diriku. Aku harus bisa lebih menghargai apa yang akau punya, bukannya ingin selalu lebih. Aku memang kurang pengalaman soal hal ini, karena kota-ku adalah kota yang terpencil. Sulit untuk dijangkau oleh kendaraan darat. Tak terasa kita sudah sampai di rumah tua. Ternyata dia benar. Memang ada rumah besar dengan sebuah gudang di halaman depannya. Terlihat sangat menyeramkan, tapi setidaknya aku dapat beristirahat walau hanya sebentar. Kita masuk ke gudang untuk beristirahat. Aku tak berani masuk sendiri kedalam rumah itu karena terlihat sangat menyeramkan. Sudah berlumut dan tak terurus. Saat aku sedang beristirahat walau hanya duduk dan minum, dia malah sibuk mencari buku yang entah apa dia cari. Saat kutawarkan minum dia menolaknya. Mungkin dia mencari data atau dokumen rahasia, aku tak tahu. 

Gudang ini memang memiliki banyak buku didalamnya. Mungkin ratusan. Ada sebuah komputer dan dua kursi di sampingku. Aku coba membukanya dan ternyata berisi data-data tidak jelas yang tidak aku ketahui. Terdapat pula rekaman CCTV yang sepertinya berada dirumah tersebut. Aku coba menanyakannya pada Joy, mungkin dia mengetahui sesuatu tentang ini. "Joy.... Kemarilah. Mungkin ini yang kau cari." Teriakku. Dia lalu datang menghampiri. "Ya, apa yang kau temukan?" Tanyanya. "Aku menemukan data-data yang aku tak tahu cara membacanya." "Coba kulihat." Dengan penuh rasa penasaran, dia pun bergegas melihatnya. Sembari dia mencari data, aku melihat situasi diluar. Aku takut kalau mahkluk itu akan datang kesini. Sejauh ini pula tidak ada tanda-tanda yang dapat membahayakan kita. Hanya saja, kabut yang semakin tebal dan hujan gerimis yang mengguyur menambah suasana di tempat ini semakin menyeramkan. Saat situasi aku kira aman-aman saja, aku pun kembali masuk kedalam gudang. Karena inilah satu-satunya tempat untuk kita dapat berlindung dari segala macam ancaman bahaya. Melihat umurku yang sekarang ini, bukankah aku terlalu muda untuk melakukan hal seperti ini. Tapi tak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu saat ini. Yang terpenting sekarang adalah aku bisa mendapatkan informasi dan kembali dengan selamat, agar kota dapat hidup tenang tanpa memikirkan hal ini itu. Kedengarannya memang konyol, tetapi inilah yang terjadi di kota-ku. Tak bisa mengelak dan tak bisa dipungkiri bahwa hal ini dapat menimpa tempat kelahiranku. "Clo...ee..." Sahutnya. "Aku telah mendapatkan apa yang aku butuhkan, kalau kau bagaimana?" Aku bingung mengatakannya, "Sebenarnya aku belum mendapatkan apa yang aku cari, tapi itu bisa dilakukan besok kan? Lagi pula kamu siap kan untuk mengantarku kesini lagi?" Rayuku. "Baiklah besok kita akan kesini lagi, aku akan mengantarmu." Jawabnya. Melihat situasi semakin memburuk, akhirnya kita berdua memutuskan untuk kembali kesini besok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun