Ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jenis hukuman sanksi yang dikenakan kepada pelaku homo dan lesbi itu kepada tiga pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa para pelaku homosek harus dibunuh. Pendapat ini dianut oleh sahabat-sahabat Nabi Saw, al-Nashir dan Qasim bin Ibrahim serta Imam Syafi‟i dalam salah satu riwayat.20 Argumentasi mereka berdasarkan hadits riwayat Nasai dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas:
(َ Artinya : “Siapa yang kalian temukan melakukan perbuatan seperti perbuatan Kaum Luth (perbuatan homoseksual), maka bunuhlah pelakunya dan pasangannya karena perbuatan itu. (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas) Pendapat kedua dikemukakan oleh Imam al-Syafi‟i dalam pendapatnya yang populer bahwa pelaku liwath harus dirajam tanpa membedakan apakah pelakunya itu masih bujangan ataukah sudah menikah. Pendapat kedua ini juga dikemukakan oleh Sa‟id bin Musayyab (w. 94 H). „Atha‟ bin Abi Rabah (w. 114 H), Hasan Abu Qatadah (w. 118 H), al-Nakhai, Sufyan al-Sauri, Abdurrahman al-Auza‟i, Abi Talib, Imam Yahya dan sebagian ulama mazhab Syafi‟i, hukuman terhadap pelaku homoseks sesama pria itu sama dengan hukuman (had) zina. Mereka berpendapat bahwa kepada pelakunya diberlakukan hukuman zina, yaitu dicambuk bagi yang masih bujangan dan dirajam (dilempar dengan batu sampai wafat) bagi mereka yang sudah menikah. Argumentasi yang mereka ajukan adalah bahwa perbuatan homoseks dalam bentuk liwath/sodom itu termasuk dalam kategori perbuatan zina.
Imam Nawawi al-Bantani (w.1314 H/1897 M; muffasir Indonesia asal Banten) juga mengelompokkan homoseks sesama pria ke dalam perbuatan zina. Hal ini terutama dikaitkan dengan surah al-Mu‟minun (23) ayat 5-7:
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. Dalam ayat ini dan ayat sebelumnya, Allah Swt telah menjelaskan bahwa kebahagiaan seseorang hamba Allah Swt itu amat tergantung pada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaannya supaya tidak termasuk orang-orang yang tercela. Menahan ajakan hawa nafsu jauh lebih ringan daripada menanggung akibat buruk dari perbuatan zina atau homoseks tersebut. Allah Swt telah memerintahkan Rasulullah Saw agar menyampaikan perintah itu kepada umatnya agar mereka menjaga pandangannya dengan cara memejamkan mata dan memelihara kemaluannya.23 Sebagaimana firman Allah Q.S anNur (24) : 30, 31
Pendapat ketiga menyatakan bahwa hukumannya diserahkan kepada penguasa. Pendapat ini dianut oleh Imam Abu Hanifah, Mu‟ayyad Billah, dan al-Murtadha, keduanya ahli fikih Syiah dan Imam Syafi‟i dalam riwayat yang lain. Penguasalah yang berhak menetapkan jenis hukumannya, karena perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan ke-dalam perbuatan zina, maka hukumannya pun tidak dapat disamakan dengan hukuman zina.24 Menurut al-Syaukani, pendapat pertama yang kuat, karena berdasarkan nas sahih, sedangkan pendapat kedua dianggap lemah, karena Hadis yang dipakainya lemah. Demikian pula pendapat ketiga, juga dipandang lemah, karena bertentangan dengan nas yang telah menetapkan hukuman mati (hukuman had), bukan hukuman ta‟zir
Sedangkan hukuman bagi pelaku lesbi, ulama sepakat mengatakan, bahwa hukumannya adalah ta’zir yaitu suatu hukuman yang macam dan berat ringannya diserahkan kepada pengadilan. Jadi, hukumannya lebih ringan daripada homoseksual, karena bahaya atau resikonya lebih ringan dibandingkan dengan bahaya homoseksual, karena lesbian itu hanya bersentuhan langsung tanpa memasukkan alat kelaminnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI