Kebersihan lingkungan bukan hanya soal estetika semata, tetapi juga soal budaya, kesehatan, dan cerminan dari peradaban suatu masyarakat. Sebuah kampung yang bersih menunjukkan bahwa warganya sadar akan pentingnya hidup sehat, peduli terhadap lingkungan, dan memiliki kesadaran kolektif yang tinggi. Di sinilah letak urgensinya peran setiap elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, dalam menciptakan ruang hidup yang bersih dan lestari.
Kampung Tugurejo, sebuah desa yang terletak di wilayah pesisir dengan potensi luar biasa, kini sedang menapaki langkah baru menuju desa yang bersih dan berkelanjutan. Melalui program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) oleh universitas muhammadiyah malang,  yang  berjumlah lima orang mahasiswa , dalam satu kelompok dan di dampingi oleh satu pembimbing yaitu I'anatut Thoifah S.Pd.I.,
 kami hadir bukan sebagai pahlawan, melainkan sebagai sahabat belajar dan bergerak bersama masyarakat. Tujuan utama kami adalah sederhana namun bermakna, menciptakan kesadaran tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan melalui edukasi dan pembuatan bank sampah.
Kebersihan bukan hanya tentang membuang sampah pada tempatnya. Lebih dari itu, ia adalah bentuk kesadaran dan tanggung jawab sosial. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemahaman ini belum sepenuhnya mengakar dalam keseharian masyarakat. Di sinilah pentingnya pendekatan edukatif.
Melalui sosialisasi yang kami lakukan dari sekolah-sekolah dasar, hingga pertemuan warga , kami menyampaikan edukasi seputar bahaya sampah plastik, pentingnya pemilahan sampah, dan bagaimana konsep bank sampah bisa menjadi solusi jangka panjang bagi masalah lingkungan.
Tak jarang kami menjumpai anak-anak yang belum tahu perbedaan antara sampah organik dan anorganik, atau orang dewasa yang terbiasa membakar sampah sebagai cara paling praktis. Namun kami tidak datang untuk menghakimi, melainkan menawarkan alternatif yang lebih baik dan berdampak positif jangka panjang.
Edukasi ini kami kemas dengan cara menyenangkan dan interaktif. Mulai dari pemutaran video edukatif, kuis , hingga permainan daur ulang. Respon masyarakat, khususnya anak-anak dan ibu-ibu, sangat positif. Mereka tidak hanya antusias, tetapi juga menunjukkan ketertarikan untuk berpartisipasi dalam gerakan menjaga kebersihan ini.
Setelah fase edukasi, kami melanjutkan dengan langkah konkret, mendirikan bank sampah. Bank sampah bukanlah sekadar tempat menampung limbah, tetapi lebih dari itu, ia adalah wadah pemberdayaan masyarakat. Melalui sistem tabungan berbasis sampah, warga bisa menukar sampah anorganik yang sudah dipilah menjadi nilai ekonomis.
Langkah ini kami yakini tidak hanya membantu mengurangi volume sampah yang mencemari lingkungan, tetapi juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap limbah, dari beban menjadi berkah. Kini, anak-anak di Kampung Tugurejo tahu bahwa botol plastik yang sebelumnya dianggap sampah tak berguna, ternyata bisa "ditabung" dan menghasilkan manfaat nyata.
Mahasiswa, dalam konteks pengabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM), bukanlah orang luar yang sekadar datang lalu pergi. Kami berusaha menjadi bagian dari masyarakat, belajar bersama, dan tumbuh bersama. Dalam proses ini, kami menyadari bahwa perubahan sosial, sekecil apa pun, membutuhkan kesabaran, kolaborasi, dan kepercayaan dari warga.