Mohon tunggu...
Muh. Fariduddin Attar
Muh. Fariduddin Attar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 22 Universitas Negeri Surabaya. Saya juga seorang madridista sejati yang siap mendukung Real Madrid sampai kapanpun dan apapun yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Penggambaran Gender pada Cerita Rakyat Indonesia

6 April 2024   19:43 Diperbarui: 7 April 2024   00:31 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara dengan jumlah puluhan ribu pulau yang kaya akan keindahan alam, ras, tradisi, dan budayanya. Kekayaan tersebut tercermin pada salah satu bentuk warisan budaya yang tersimpan megah di dalamnya, yang salah satu contohnya ialah cerita rakyat. Cerita rakyat adalah karya sastra dalam bentuk lisan yang diwariskan oleh nenek moyang dari satu generasi ke generasi lainnya. Pada umumnya, cerita rakyat mencakup tentang suatu fenomena yang terjadi di daerah tertentu dengan menghadirkan objek atau tokoh yang beragam, seperti manusia, tumbuhan, binatang, dewa, dan lain sebagainya. Dan dalam pengisahannya, cerita rakyat sering kali menceritakan tentang mitos, legenda, kepercayaan, dan kearifan lokal yang melekat pada suatu daerah tertentu. Selain itu, Cerita rakyat juga memiliki tujuan dalam menyampaikan pesan moral, memperkaya budaya serta memperjelas jati diri masyarakat. Dengan demikian, cerita rakyat memiliki peranan yang krusial dalam mewariskan tinta budaya bangsa kepada generasi yang akan datang. Sehingga, kekhasan tersebut bisa menjadikan cerita rayat sebagai sumber inspirasi yang tiada habisnya bagi para seniman, sastrawan, dan peneliti budaya dalam mempelajari dan mengembangkan warisan budaya. 

Selain itu, kemunculan cerita rakyat juga dapat menciptakan hubungan yang emosional antara masyarakat dengan warisan budaya yang dimilikinya. Bahkan kehadiran cerita rakyat tidak hanya sebatas sarana hiburan belaka, tetapi juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat identitas budaya, mempertegas nilai budaya, dan juga bisa dijadikan sebagai bahan kajian mengenai representasi gender. Cerita rakyat juga acap kali menggambarkan nilai budaya dan norma yang berkaitan dengan peran gender pada suatu masyarakat tertentu. Bahkan, di dalam banyaknya cerita rakyat yang ada di Indonesia, terdapat beberapa pola penggambaran gender yang cukup kental dan sangat melekat di mata masyarakat, sehingga secara tidak langsung akan menimbulkan bias gender. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya penggambaran karakter yang sepenuhnya kurang tepat, seperti penggambaran tokoh lelaki sebagai sosok raja atau ksatria yang tangguh dan dominan, sedangkan tokoh perempuan yang sering digambarkan sebagai sosok wanita subordinat berparas cantik yang bersifat lembut & penyayang. 

Disamping itu, banyaknya pola penggambaran gender yang kurang tepat pada sebuah cerita rakyat, juga dapat memengaruhi pandangan masyarakat terhadap kemampuan & potensi individu, yang akhirnya hal tersebut akan dikotak-kotakan sesuai dengan jenis kelamin mereka. Dengan adanya hal tersebut, tentu akan berdampak pada munculnya diskriminasi gender dan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan, seperti pekerjaan, pendidikan dan berbagai hal lainnya. 

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai pola penggambaran gender para tokoh pada sebuah cerita rakyat yang ada di Indonesia. Dan demi memudahkan dalam mengkaji topik akan yang dibahas, penulis kemudian membagi pola penggambaran gender pada cerita rakyat Indonesia menjadi 3 hal, yang diantaranya adalah : 

1. Fisik & Psikis
Pada cerita rakyat Indonesia, setiap tokoh pasti mempunyai karakter yang hampir sama antara satu dengan lainnya. Seperti tokoh lelaki yang sering kali digambarkan sebagai sosok raja yang tampan, gagah, dan berani. Sementara tokoh perempuan yang digambarkan sebagai seseorang yang cantik & jelita. Selain itu, dalam sisi karakteristiknya, sosok tokoh lelaki cenderung digambarkan sebagai seorang pemarah & sewenang-wenang, sementara karakter tokoh perempuan yang digambarkan dengan sifat yang beragam, seperti halnya tokoh ratu, anak tiri, dan pembantu yang bersifat protagonis serta tokoh selir & ibu tiri yang bersifat antagonis.


2. Peran Publik & Domestik
Dalam cerita rakyat, setiap tokoh pasti memiliki peranan tersendiri dalam pengisahannya. Peran tersebut dibagi menjadi dua bagian, yakni peran publik dan peran domestik. Peran publik merupakan peranan atau kegiatan yang berhubungan erat dengan masyarakat luar, sedangkan peran domestik merupakan peranan atau segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga.
Di setiap cerita rakyat, tokoh laki-laki kerap kali digambarkan sebagai tokoh publik, seperti pada tokoh Raden Banterang pada cerita rakyat Asal-usul Banyuwangi.

"Pada suatu hari, Raden Banterang pergi meninggalkan kerajaan demi melakukan perburuan di hutan bersama para pengawalnya. Setelah merasa lelah dalam perburuan, ia memutuskan beristirahat."

Berbeda dengan tokoh laki-laki yang identik dengan gambaran sebagai tokoh publik, tokoh perempuan cenderung digambarkan sebagai tokoh domestik. Seperti yang tergambarkan pada karakter tokoh bawang putih pada cerita rakyat Bawang Merah Bawang Putih.

"Selain itu semua pekerjaan di rumah selalu dilimpahkan kepada Bawang Putih. Mulai dari mencuci pakaian, memasak, membersihkan rumah, hampir semua pekerjaan rumah selalu dikerjakan oleh Bawang Putih seorang diri."


3. Relasi Gender
Pada cerita rakyat Indonesia, mayoritas tokoh lelaki dianggap sebagai karakter yang melambangkan kekuatan, keberanian, dan kekuasaan, sementara tokoh perempuan dianggap sebagai karakter yang lemah, lembut, dan selalu dinomor duakan setelah karakter lelaki. Dengan demikian, hal tersebut tentu akan menciptakan relasi gender yang erat di mata masyarakat dan perlahan-lahan mulai terkonstruksi secara sosial ataupun kultural.

Sebagian besar dalam cerita rakyat Indonesia, relasi gender dibagi menjadi dua poin, yaitu relasi dominan dan relasi subordinat. Relasi dominan adalah segala sesuatu yang berpengaruh dan memegang kendali penuh terhadap sesuatu hal, sedangkan relasi subordinat adalah segala sesuatu yang terbatas dan lebih rendah/lemah ketimbang hal lainnya.
Seperti yang kita ketahui, di setiap cerita rakyat Indonesia tokoh lelaki cenderung digambarkan lebih dominan ketimbang tokoh perempuan. Hal tersebut dapat kita lihat dalam tokoh Raden Putra pada cerita rakyat Indonesia yang berjudul Cindelaras.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun