Peran awalnya sebagai Ketua Cabang Golkar di Bone-Bone membentuk fondasi karakter kepemimpinannya: tegas, adaptif, dan berbasis kerja kolektif. Ini pula yang membedakannya dari banyak politisi lain---ia tumbuh dari bawah, mengerti denyut aspirasi masyarakat sejak dari titik terendah struktur politik.
Langkah ke Legislatif dan Puncak Kepemimpinan".
Pada tahun 2009, Basir memulai kiprah politiknya secara resmi dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Luwu Utara. Ia memilih daerah pemilihan (dapil) Bone-Bone dan Sukamaju, wilayah yang dikenal memiliki dinamika politik yang kompetitif. Dengan pendekatan yang membumi dan kedekatannya dengan masyarakat akar rumput, Basir mampu meraih dukungan luas dan memenangkan kursi legislatif. Keberhasilan ini menjadi titik tolak penting dalam karier politiknya, membuktikan kapasitasnya sebagai figur yang tidak hanya dikenal, tetapi juga diandalkan oleh konstituennya.
Pada periode pertamanya, Basir langsung mencatat sejarah. Dengan dukungan kuat dari masyarakat dan kepercayaan penuh dari partainya, ia dipercaya menduduki jabatan Ketua DPRD, posisi strategis yang memberinya ruang luas untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Di bawah kepemimpinannya, berbagai kebijakan dan rekomendasi strategis didorong melalui fungsi legislatif, anggaran, dan pengawasan untuk memastikan kebutuhan mendasar masyarakat---seperti pertanian, infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik---dapat terpenuhi secara tepat sasaran oleh eksekutif.Â
Kepemimpinan yang visioner dan dedikasi tanpa henti membuat namanya semakin dikenal dan dihormati. Tak heran, pada periode kedua, masyarakat kembali memberikan mandat kepadanya untuk melanjutkan pengabdian sebagai anggota DPRD. Meski tidak lagi menjabat sebagai Ketua, semangat juangnya tidak surut. Ia tetap menjadi sosok yang vokal, aktif, dan konsisten dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dari dalam parlemen.
Namun, di tengah pengabdiannya, badai ujian tak terelakkan. Situasi sosial di Bone-Bone mulai memanas. Sebuah konflik horizontal yang melibatkan kelompok dan kepentingan mulai mencuat, dan tak luput menyeret namanya sebagai tokoh publik yang cukup dominan di wilayah tersebut. Ketegangan memuncak saat kediaman pribadinya dibakar oleh sekelompok orang tak dikenal. Tragedi ini mengguncang dirinya dan keluarganya, memaksa mereka untuk segera mencari perlindungan dan titik aman.
Dalam kondisi yang serba sulit tersebut, Drs Basir bersama dengan keluarga mengambil keputusan untuk meninggalkan Bone-Bone dan memulai hidup baru di Desa Radda, Kecamatan Baebunta. Kendati secara geografis berpindah, komitmennya terhadap pelayanan publik tidak pernah luntur.
Memasuki Pemilu 2019, Basir mengambil langkah strategis dengan mencalonkan diri dari dapil Baebunta, Baebunta Selatan, Rongkong, dan Seko---seluruhnya masih berada dalam wilayah Kabupaten Luwu Utara. Meskipun beliau secara pribadi merupakan putra asli Rongkong, kenyataan politik menuntutnya untuk membangun kembali basis dukungan dari nol. Perpindahan dapil mengharuskannya menjalin ulang jejaring sosial dan memperkuat hubungan politik di wilayah yang secara geografis dikenal, namun secara politis menantang. Berkat ketekunan dan kemampuan membangun kepercayaan publik, Basir kembali meraih suara terbanyak di internal partainya---sekaligus mengukuhkan dirinya untuk kedua kalinya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Luwu Utara.
Drs. Basir: Lima Tahun Mengawal Aspirasi, Menjawab Tantangan
Selama menjabat sebagai Ketua DPRD Luwu Utara periode 2019--2024, Drs. Basir membuktikan bahwa kepemimpinan yang kuat tak selalu ditunjukkan dengan suara lantang, tapi dengan keberanian mengambil sikap dan keberpihakan pada rakyat. Di tengah dinamika politik, bencana, hingga dampak pandemi, ia menjadikan DPRD bukan sekadar simbol demokrasi, tetapi rumah besar aspirasi yang benar-benar bekerja untuk masyarakat.
Salah satu wujud kepemimpinan itu tampak dalam penguatan fungsi pengawasan dan transparansi anggaran. Drs. Basir aktif mengawal pelaksanaan APBD, mengkritisi proyek infrastruktur yang dinilai tak menjawab kebutuhan dasar warga, dan mendorong realokasi anggaran ke sektor vital seperti pertanian dan pendidikan. Sikap kritis ini membawa DPRD menjadi mitra strategis pemerintah yang tetap berpihak pada kepentingan rakyat.