Mohon tunggu...
Muda Kelana
Muda Kelana Mohon Tunggu... -

belajar, agar memahami dan memiliki arti.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu dan Sebuah Harapan

3 April 2014   21:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu legeslatif sudah di ujung tanduk, ups maksudnya di ujung mata, tinggal hitungan hari. Hari-hari Parpol-Parpol kian genjar melancarkan aksi untuk menarik simpati masyarakat mulai dari kampanye terbuka, bagi-bagi kalender hingga menyewa gadis-gadis seksi untuk menyebar brosur di jalan-jalan. Pemandangan lain kita lihat di sepanjang jalan kiri kanan penuh dengan poster para caleg beraneka warna. Ada yang dipajang di papan reklame berbayar namun lebih banyak yang ditempel asal-asalan di pepohonan, tiang listrik, tiang telpon, hingga tiang jemuran. Oleh karena itu, harap maklum bila mata saya akhir-akhir ini lebih sering pilek karena pemandangan poster caleg yang semrawut itu.

Heboh, mungkin itulah satu kata yang bisa menggambarkan uphoria pemilu tahun ini. Ada yang bilang ini pesta rakyat namun benarkah rakyat yang benar-benar berpesta? Atau justru ini adalah panggung pesta bagi drakula kekuasaan yang selalu berdalih atas nama rakyat? Maaf Kawan bila kata ‘drakula kekuasaan’ terasa cukup kasar dan berkonotasi negatif. Mengingat rekam jejak para anggota dewan, agaknya wajar bila saya dan mungkin juga kawan semua menjadi apatis dan suudzon dengan para caleg ini. Stigma negatif atau rasa suudzon terhadap para caleg ini sudah menjadi noda yang sepertinya melekat permanen, sulit dihapuskan bahkan dengan deterjen paling ampuh sekali pun. Ya meski masih ada kemungkinan di antara mereka ada orang-orang baik yang memang berniat dan bekerja untuk bangsa tercinta. Cap negatif dari masyarakat menjadi semacam dosa yang harus ditanggung bersama oleh seluruh caleg, tak peduli mereka orang baik atau orang busuk.

Lantas, dimana sih sebenarnya posisi rakyat dalam Laga Politik ini? Apa untung ruginya bagi seluruh rakyat Indonesia ini? bagi saya, anda, dan para gadis seksi penjaja brosur caleg. Hahahaha. Saya tiada maksud menggurui apalagi memberi kuliah umum, namun secara teori pemilu merupakan satu titik balik yang menentukan nasib bangsa ini. Betapa tidak, melalui pemilu ini rakyat ‘terpaksa’ memilih para anggota dewan yang punya peran menentukan kebijakan negara ini. Sederhananya begini, para caleg yang posternya kececeran dimana-mana ini apabila terpilih akan menjadi anggota dewan yang terhormat. Ambilah contoh misalnya Kampret menjadi anggota dewan di DPRD Kota Kuch-Kuch Hota Hai. Sebagai anggota dewan, Kampret punya kewenangan untuk ikut mewarnai APBD Kota Kuch-Kuch Hota Hai tersebut, ikut menentukan seberapa besar anggran untuk membangun gedung sekolah dasar, dan lain sebagainya. Kampret ikut menentukan apakah tanah milik Kota Kuch-Kuch Hota Hai akan dibangun pasar tradisional untuk masyarakat kecil, atau akan dibangun sebuah mall plus hotel berbintang milik kapitalis asing. Kampret ikut menentukan Kawan, Alhamdulillah Kampret adalah orang yang soleh dan berpihak pada wong cilik. Kampret mati-matian mengajak teman-temannya sesama anggota dewan untuk menolak rencana mall dan hotel berbintang, ia berbulat tekad bahwa pasar tradisionallah yang seharusnya dibangun. Bayangkan, seandainya saja Kampret punya hati busuk, menerima suap dari kapitalis asing untuk meloloskan rencana mall dan hotel berbintang, tentu ceritanya tak demikian.

Belum lagi Kawan, salah satu muara pemilu legeslatif ini ialah pada pemilu presiden. Siapa yang hendak maju menjadi presiden dan wapres, itu tergantung dari perolehan suara tiap parpol.  Presiden selain menjadi simbol negara juga menjadi pemimpin pemerintahan. Presiden nantilah yang menyusun kabinet, mengangkat menteri-menteri dan membuat kebijakan-kebijakan yang berdampak luas bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu kualitas si Presiden ini menjadi sangat penting, ia harus memiliki wawasan luas, pemikiran yang tajam, dan yang paling penting keberpihakan pada kepentingan bangsa. Jangan sampai nantinya kita memilih presiden ‘pesanan’ para kapitalis hitam dan negara manca.

Oke Bro, intinya secara teori pemilu itu penting.

Selanjutnya, sejauh mana dampak pemilu yang konon penting itu terhadap penyelesaian berbagai macam persoalan bangsa saat ini? sepertinya kita sudah dua kali pemilu terbuka demokratis namun juga tetep gini-gini aja? Apa benar pemilu bisa menciptakan solusi atas permasalahan bangsa ini?

Permasalahan bangsa untuk saat ini menurut saya setidaknya ada empat; permasalahan ekonomi, kemandirian bangsa,  korupsi, dan degradasi moral.

Pertama masalah ekonomi ditandai dengan masih kecilnya pendapatan per kapita, tingginya kesenjangan sosial di masyarakat, dan jumlah lapangan kerja yang masih sedikit, serta masalah-masalah lain.

Kedua ialah mengenai kemandirian bangsa. Tentu kita semua sejak lahir sudah diperdengarkan cerita dongeng tentang betapa makmurnya alam Indonesia. Sumberdaya alam kita luar biasa mulai dari pertambangan batubara, emas, minyak. Tanah kita teramat subur. Namun apa? Semua itu belum membuat kita sepenuhnya mampu berdiri di kaki sendiri. Batubara dan minyak kita melimpah namun lihat betapa banyaknya daerah yang bahkan sampai hari ini belum dialiri listrik. Kita memiliki tambang emas yang mungkin terbesar di dunia, freeport, namun tak juga kita kaya raya, tak jua Papua.  Sekedar info, cadangan emas kita hanya sekitar 78 ton saja. Bandingkan dengan Amerika jumlah cadangan emasnya lebih dari 8.800 ton. Amerika menjadi negara dengan jumlah cadangan emas terbesar di dunia, disusul Jerman kemudian Italy. Pertanyaan yang menggelitik kira-kira emas Amerika segitu banyaknya dapat dari mana saja ya? Mungkinkah dari Indonesia?

Cengkraman asing tidak berhenti di situ saja, mulai dari beras, garam, kedelai, daging, buah-buahan kita juga masih impor. Apakah kurang subur tanah kita? Apakah kurang luas tanah kita untuk sekedar bercocok tanam, berternak mencukupi kebutuhan sendiri? tentu tidak. Tanah kita lebih dari cukup untuk sekedar kebutuhan kita sendiri. masalahnya sektor pertanian memang tak pernah secara serius digarap oleh pemerintah. Petani kita tak pernah benar-benar diajari bagaimana bertani secara maju menggunakan teknologi. Petani kita tetap saja dipandang sebelah mata, tak pernah dilindungi. Belum lagi permasalahan alih fungsi lahan. Cobalah tanyakan pada diri Kawan sendiri, kemana perginya bentangan sawah hijau waktu kita kecil dulu? Saat ini sawah itu mungkin sudah jadi pabrik-pabrik, perumahan atau komplek pertokoan. Singkat kata, ada salah kebijakan yang teramat besar sehingga kita yang sejak 1945 merdeka belum juga mampu mandiri, berdiri di atas kaki sendiri.

Permasalahan ketiga adalah korupsi yang sudah mencapai semua lini. Berapa banyak pejabat negara yang terlibat korupsi, saking banyaknya mungkin kita sendiri lupa menghitungnya. Mulai dari anggota dewan, bupati, walikota, gubernur, jenderal polisi, menteri, hingga ketua mahkamah pun tak luput dari korupsi. Mereka yang seharusnya menjadi panutan namun justru diam-diam berkhianat menelikung dari belakang. Endingnya rakyat cuma bisa sakit hati. Lebih mengerikan lagi, korupsi ternyata tidak hanya melanda tingkat elite atas saja. Faktanya di kalangan masyarakat bawah pun korupsi merajalela. Kebetulan saya sendiri praktisi pada bidang pemberantasan korupsi. Hari-hari saya dan rekan-rekan disuguhi berbagai macam kasus kecil-kecilan ya misalnya saja korupsi Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Hibah dan Bansos, PNPM Mandiri, dana Bos dan macam-macam lainnya. Para pelaku korupsi tersebut bukanlah orang yang memiliki kedudukan tinggi, dalam beberapa kasus pelakunya Cuma bendahara desa, kepala desa, pengurus ormas, pengurus PNPM tingkat desa dan kecamatan, kepala sekolah SD hingga seorang takmir masjid. Mereka semua rakyat kecil juga. Jumlah yang mereka kemplang pun jarang sampai angka milyaran, paling sekitar 100-400 juta an. Kecil memang, namun itu tidak merubah apa yang telah mereka lakukan. Mereka tetap saja koruptor! Hal ini yang kadang-kadang saya sendiri miris. Apa memang sebagai bangsa kita sudah teramat busuknya? Apa memang perilaku koruptif sudah menjadi bagian dari karakter masyarakat secara luas? Miris Kawan.

Terakhir. Disadari atau tidak saat ini bangsa kita mengalami degradasi moral yang luar biasa. Tingginya angka kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, tawuran pelajar, maraknya seks bebas dan lain sebagainya menunjukkan bahwa moral bangsa kita sedang mlorot sebenarnya dan sudah seharusnya kita waspada. Kemrosotan moral ini terjadi menurut saya karena kurangnya internalisasi nilai-nilai agama dan nilai lainnya kepada generasi muda. Ada kecenderungan agama saat ini hanya dijadikan predikat, tanpa dihayati dan diamalkan dalam kehidupan. Belum lagi budaya asing negatif seperti pornografi dan kekerasan juga menyerang generasi kita tiada henti. Ya meski Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah sebisa mengkin membendung konten-konten porno, namun tetap saja anak-anak kita mampu mengaksesnya.

Fiiiiuuuhhh…. Ngeri juga ternyata masalah bangsa kita saat ini. oke, sekarang kembali ke pemilu. Apa arti pemilu bagi bangsa kita? Mampukah pemilu ini menjadi solusi dari keempat persoalan tadi?

Mampu atau tidaknya pemilu ini nantinya mengatasi segala persoalan, tergantung out put dari pemilu ini. Sejauh mana para pemimpin yang terpilih nantinya mampu mengemban amanah, mengedepankan kepentingan bangsa, menganalisa dan mencari solusi dari masalah-masalah yang telah terjadi. Ya DPRD Kota/Kabupaten, ya DPR RI, ya Bupati/Walikota, ya Gubernur, ya Presiden yang kan terpilih kelak harus mampu membuat perubahan membawa bangsa kita ke kehidupan yang lebih maju dan sejahtera. Tidak cukup para pejabat saja, sebagai masyarakat pun kita punya peran. Kalau nanti muga-muga saja para pejabat yang terpilih oleh pemilu ini adalah orang-orang baik yang punya kemampuan, tentu mereka akan membuat kebijakan dan program-program yang pro rakyat, yang mengatasi masalah bangsa. Peran kita mendukung dan mengawasi kebijakan tersebut agar tercapai hasil yang diaharapkan bersama.

Nah lo, itu kalau out put dari pemilu ini adalah orang-orang baik yang amanah? Lha kalau yang terpilih malah kucing garong semua bagaimana? Allahualam Kawan. Allah Yang Mahatahu. Semoga saja tidak terjadi, aamiiin. Kalau terjadi ya bangsa kita akan tetap gini-gini aja, tak bakal berkembang.

Maka itu Kawan, pemilu ini adalah sebuah arena judi dimana nasib kita semua yang menjadi taruhannya. Siapa yang menang nantinya, itu tergantung kita. Kita yang menentukan. Saat ini semua parpol kampanye dengan janji-janji semanis madu. Kawan mau percaya atau tidak, ya itu hak Kawanlah. Kawan mau nyoblos apa dan siapa itu juga hak Kawan. Biar Kawan sendiri yang menilai. Kawan mau enggak nyoblos, ya jangan kalau bisa. Sebagai putra-putri bangsa janganlah kita cuek terhadap nasib bangsa ini. ya meski saya juga maklum kalau Kawan semua apatis dan tak percaya lagi dengan politik karena pengalaman yang sudah-sudah. Apapun Kawan, yang terpenting jangan sampai hilang kepedulian kita terhadap nasib bangsa ini. Menggunakan hak pilih hanya satu hal, masih ada hal lain yang bisa kita lakukan untuk membangun bangsa dan memberi manfaat luas bagi masyarakat.

Pemilu, bisa jadi sebuah harapan. Harapan rakyat Indonesia untuk memiliki pemimpin yang mampu mengatasi segala persoalan. Harapan rakyat Indonesia untuk merubah hidup mereka menjadi lebih sehat, lebih cerdas, lebih aman dan lebih sejahtera. Pemilu ini adalah sebuah harapan dan harapan itu penting. Kenapa? Karena meskipun seandainya rakyat kita sedang sekarat tanpa bisa ditolong sedikitpun saat ini, jangan biarkan mereka mati tanpa harapan.

Samarinda, 3 April 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun