Artinya, konsep masyarakat menempatkan baik mereka yang keturunan kerajaan atau masih satu afiliasi dengan penduduk biasa adalah mereka yang sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Itulah mengapa baik Wahdatul Wujud yang dicetuskan Al-Hallaj dan juga Manunggaling Kawula Gusti milik Syekh Siti Jenar sama-sama memiliki dimensi sosial.Â
Lalu apa kaitan ajaran ini dengan film India? Oke. Mari kita mulai dari film Jeet. Salah satu adegan film itu tersisip sebuah lagu berjudul "Sanso ki Mala Pe" yang merupakan  puisi abad ke 16 yang ditulis oleh Meera Bai. Puisi ini disebut banyak kalangan memiliki unsur mistis yang kuat karena berkaitan dengan ajaran Hindu kala itu. Lagu ini juga digubah oleh Rajesh Roshan dalam film Koyla yang dibintangi oleh Shah Rukh Khan dan Madhuri Dixit.Â
Lama tidak tergaung, seorang penyanyi dan pencipta lagu handal asal India beragama Islam, Nusrat Fateh Ali Khan lantas menggemparkan publik dengan menggubah lagu ini menjadi cukup tenar. Bahkan dalam even bernama "Qawwali" pria yang akrab disapa Ustadz Fateh itu menyanyikan lagu tersebut dengan menambahkan kata "masjid" di dalamnya. Meski ada penambahan kalimat namun umat Hindu di India tidak mempermasalahkan hal itu, karena lagu ini dianggap sebagai nyanyian cinta hamba kepada Tuhannya.Â
Sama seperti yang penulis bahas dalam artikel bejudul "Cinta dan Sufisme dalam Film India (Bagian 1)", ada banyak lagu dalam film India yang mengutarakan bagaimana ajaran sufi yakni cinta kepada Tuhan namun dikemas dalam suasana hubungan romantika antara manusia. Lirik lagu yang sebenarnya memiliki pesan religius namun kerap disalahpahami sebagai sebatas lagu cinta semata juga ada dalam beberapa film India.Â
Lagu-lagu itu biasanya diaransemen oleh komposer kelas "dewa" macam AR. Rahman dan Nusat Fateh Ali Khan yang memang memiliki pengalaman spiritualitas yang kuat. Bahkan, Lagu-lagu mereka bisa menyekat batas dan mendamaikan umat Islam dan Hindu yang kerap berkonfrontasi di India dan menyisipkan pesan bahwa mereka bersaudara dan sama di hadapan Tuhan.Â
Nah, eksplorasi nuansa sufi dalam film India juga ditampilkan dalam jalan cerita dan juga beberapa adegan yang ada dalam film. Upaya melawan perbedaan kasta, ras, suku dan agama tak lain adalah manifestasi dari ajaran sufi yang sebagaimana dijelaskan di atas.Â
Penulis banyak menemui film India yang mencoba melawan sistem kasta sebagaimana Syekh Siti Jenar membumikan kalimat Masyarakat sebagai upaya menempatkan semua manusia sama di hadapan Tuhan. beberapa film misalnya Article 15 yang dirilis pada tahun 2019, secara gamblang melawan sistem kasta yang ada di India.Â
Begitu pula ketika menonton film Manjhi: The Mountain Man yang tayang pada tahun 2015. Film ini berdasarkan kisah nyata seseorang bernama Manjhi yang harus kehilangan nyawa anaknya lantaran istrinya keguguran saat di tengah perjalanan. Bagaimana tidak jarak antara rumah dan kota tempat rumah sakit terdekat ada dibatasi oleh sebuah gunung besar.Â
Sejak kematian anaknya itu, Manjhi yang berasal dari kasta Dalit yakni kasta terendah yang ada di India bertekad keras untuk membuat jalan tembus semasa hidupnya. Ia mencoba membongkar gunung dengan satu palu yang ada di tangannya hanya untuk membuat jalan pintas bagi masyarakat.Â
Kisah Manjhi ini yang legendaris ini membuktikan bahwa meskipun dari kasta terendah ia tetap mencoba menjadi bermakna bagi manusia lain karena sejatinya penilaian Tuhan atas manusia bukanlah dari kasta mana ia ditempatkan oleh masyarakat.Â
Beberapa film India juga membawa misi Teologi Pembebasan yang ingin mendobrak sistem kasta yang kuat di India. Meski dibalut dalam kisah cinta beda kasta namun, Â film tersebut menunjukkan bagaimana upaya beberapa sineas melawan sistem kasta.Â