Atau kurang lucukah jika seorang hakim memutus bersalah seorang mantan menteri karena antara lain kebijakannya memihak kapitalis? Lha, menteri bidang ekonomi mana sih di negara ini yang kebijakannya tidak melayani antara lain kapitalis? Menteri Koperasi dan UMKM? Hmm, yakin kebijakannya anti-kapitalis?Â
Tapi aku sih tetap setia nulis candaan  di Kompasiana. Dulu terutama untuk  merisak Admin K yang menurutku suka nganeh-nganehi. Tapi belakangan hari Admin K semakin bener ulahnya. Akibatnya jarang kurisak.
Tapi aku gak kurang akal sih. Ganti sesama kompasianer yang kujadikan korban risakan. Bukan karena mereka aneh atau salah atau apalah. Cuma mau bercanda saja. Boleh, kan?Â
Apakah mereka sakit hati aku risak? Gak juga tuh. Malah ada yang ketagihan. Tubuhnya pwgel-pegel kalau gak kurisak. Â Bahkan ada yang menyodorkan diri untuk kurisak. Ogahlah. Pasrah nyodorin diri gitu kan murahan, ya. Emangnye kita laki apaan, gitu.
Akhir-akhir ini yang sering aku risak adalah Pak Tjip dan Ayah Tuah. Bukan karena mereka menyebalkan atau bikin salah. Â Gak ada salahnya pun mereka akan kusalah-salahkan. Namanya juga bercanda.
Banyak bacotku di atas cuma pengantar saja. Agar tulisan ini lebih dari 70 kata saja. Jadi sah sebagai artikel. Â Padahal aku cuma mau bilang kakimat ini: "Ayo bercanda di Kompasiana."
Sebenarnya aku bisa juga sih nulis puisi untuk menyiasati. Tapi nanti Ayah Tuah ngamuk-ngamuk lagi. Sebab puisiku jauh lebih jelek dari puisinya tapi selalu dilabel "Pilihan" oleh Admin K.
Oh ya, kalau puisiku "lebih jelek" dari puisi Ayah Tuah, berarti puisi Ayah Tuah "jelek" dong, ya. Â Skalanya dari nilai 1 sampai 3 kan gini: Sangat Jelek, Jelek, Lebih Jelek. Â Betul, kan logikaku? Â [eFTe]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI