Dulu salah seorang pamanku lolos dari interogasi calon mertuanya dengan cara yang aneh. Dia penganggur. Wajar bila calon ayah mertuanya cemas akan masa depan anak gadisnya.
"Mau kau kasih makan apa anak gadisku!" Ini pertanyaan, tapi dengan suara meninggi.
"Bah, sedangkan burung-burung di langit bisa makan tanpa kerja."Â
Jawaban pamanku itu mengutip satu kalimat dalam Injil. Calon mertuanya mati kata.
Sekarang pamanku dan istrinya sudah menjadi pasangan kakek-nenek.
***
Tadi malam belasan ekor laron masuk ke dapur dan terbang merubung lampu di plafon. Tandanya besok cuaca cerah. Mungkin, ya.
Seekor cicak yang setia berumah di kolong kulkas keluar dari persembunyiannya. Sudah lama dia bersarang di situ. Saya biarkan saja, sambil berharap dia jantan.Â
Cicak itu merayap di lantai, bulan di dinding, lalu menempatkan diri persis di bawah lampu yang dirubung laron.Kepalanya menengadah ke atas. Siap menyambut laron jatuh karena sayapnya lepas.
Satu per satu laron jatuh ke lantai. Setiap kali pula cicak itu langsung melahapnya.
Ah, sebuah acara makan malam yang nikmat bagi si cicak.
***
Dulu saya tak terlalu paham makna jawaban pamanku pada calon ayah mertuanya. Saya cuma ngakak saat mendengarnya. Menurutku itu lucu sekali.
Tapi setelah mengamati perilaku makan seekor cicak itu tadi malam, saya tiba-tiba paham maksudnya.
Seekor cicak kecil itu telah mengajarkan padaku bahwa Tuhan sejatinya telah menyediakan rezeki halal bagi setiap umatnya.Â
Tapi untuk mendapatkan rezeki itu seseorang harus berusaha dengan penuh ketabahan -- dan tentu saja juga ketakwaan pada-Nya.Â
Kata orang bijak, rezekimu takkan ke mana, kecuali ke dirimu. Seekor cicak telah membuktikan kebenaran kata-kata itu.
Selamat hari Minggu. (eFTe)