Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Poltak Jatuh Ketimpa Pohon Pisang

10 September 2022   16:07 Diperbarui: 4 Januari 2023   06:19 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barang bukti batang pisang yang menimpa seorang lansia di Gang Sapi Jakarta (Dokpri)

Ini berita serius. Dilarang tertawa. Apalagi menertawakan. Bisa kualat.

Beberapa minggu lalu, atau mungkin bulan, Engkong pernah nulis mengapa lansia dilarang jatuh di kamar mandi.  

Lupa isi artikelnya. Pokoknya, lansia jangan jatuh deh di kamar mandi. Balung tua nabrak ubin, kamu bisa bayangin gak sakitnya. Setengah mati. Bahkan ada yang beneran mati.

Intinya, Engkong selalu waspada. Jangan sampai terjatuh di kamar mandi.

Saking fokus agar tak jatuh di kamar mandi, Engkong sampai lupa masih banyak tempat lain untuk jatuh bagi lansia.

Tidak perluh jauh-jauh semisal ke Blank 75 Semeru. Cukup di sekitar rumah saja. Semisal jatuh dari ranjang karena salah mendarat saat latihan lompat kodok. Atau jatuh dari kursi karena pamer keseimbangan berdiri dengan satu kaki.

Aih, jadi lansia itu mbok ya ojo nganeh-nganehi nopo, tho, Engkong.

Bah, Engkong gak nganeh-nganehi. Tapi mau berkisag tentang Poltak. Dia baru saja melakukan sesuatu yang benar dengan cara yang tak menimbang tenaga. Akibatnya ya, itu, cilaka.

Begini. Tadi pagi Poltak menebang satu pohon pisang batu di pekarangan depan. Pohon itu sudah terlalu besar dan tunggi. Sehingga menghalangi sinar matahari pagi masuk pekarangan. 

Eh, kamu tahu kan asal-usul pisang batu milik Poltak? Kalau belum, cari sendiri artikelnya di Kompasiana.

Berkat penerapan Tebangologi, ilmu tebang-tebasan, pakai tali pengarah rubuh, Poltak sudah sukses memapas batang atas pohon pisang itu, lengkap dengan daun-daunnya.

Daun-daun pisang itu sudah compang-camping, sehingga gak bisa dipakai untuk bungkus lontong atau ketimus. Ada sih yang masih mulus. Tapi Poltak beset-beset juga, agar tak bisa digunakan, kecuali untuk kompos.

Persoalan timbul saat merubuhkan batang bawah. Panjangnya sekitar 2.5 meter. Diameter 25 cm. Berat 50 kg. Itu semua angka taksiran. 

Poltak memotong batang bawah persis pada bonggolnya. Golok She Tan miliknya beraksi. Hanya dengan enam kali tebas, langsung bergerak rubuh ke arah Poltak-- sesuai disain tebangan.

Merasa masih perkasa, Poltak dengan cekatan menangkap batang pisang rubuh itu. Tapi dia lupa, otot lansia sudah menyusut massanya. Nafsu besar, tenaga kurang.

Akibatnya Poltak ikut terbawa rubuh. Untung refleksnya bekerja dengan baik -- pasti berkat terlatih menulis tanpa pikir di Kompasiana. Batang pisang dengan cepat dorong ke samping menggunakan jurus belalang sembah (fist of the mantis).  Lalu memutar tubuh menggunakan jurus kucing garong jatuh, sehingga mendarat di lantai pekarangan pada posisi push-up. 

Posisi jatuh seperti itu pasti lebih romantis jika ada Berta, istrinya tertindih di bawah, seperti pada sinetron lokal dan film Hollywood picisan.

Begitulah. Setelah jatuh dengan selamat, Poltak duduk mengatur nafas dan detak jantung, sambil merenung. Ini karma apa, ya.

Ah, jadi teringat Engkong Felix, alter ego Poltak.  Kemarin dia baru membully kompasianer Dian S. Hendroyono. Gara-garanya, pada artikel nirmutu Acek Rudy, Engkong berkomentar tidak punya kekebalan diplomatik. Kalau Engkong bohong, silahkan cabut kekebalan diplomatik Engkong. 

Dengan polos dan lugu, Mbak Dian menyanggah, gimana caranya mencabut kekebalan diplomatik yang gak ada.

Engkong bilang, kalau mau tau gimana caranya, coba saja cabut bulu kodok.

Jawab Mbak Dian tanpa dosa, ih, harus pegang kodoknya, gak mau, ah.

Mbak Dian jadi polos, lugu, dan zonder dosa gitu karena tak pernah masuk sekolah berasrama. Kasihan, kan? Seumur-umur gak pernah bandel, membully adik kelas. Apa enaknya seumur hidup menjadi orang baik-baik, sih?

Ah, entahlah.

Yang jelas, guru SD Si Poltak dulu memberi petuah, jangan sekali-sekali mengusili orang baik. Nanti kamu kena karma. 

Baiklah kalau begitu, Gurunami. Nanti saya ingatkan agar Engkong akan mengusili Mbak Dian berkali-kali. (eFTe)

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun