Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adat Batak dan Kematian Brigadir Joshua

19 Agustus 2022   13:26 Diperbarui: 20 Agustus 2022   19:48 6861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ulos sibolang paling lazim digunakan sebagai ulos saput untuk orang mati dalam masyarakat Batak Toba (Foto: sitorusdori.wordpress.com) 

Ulos lampin, lage-lage, atau saput itu dikenakan dengan cara menyelimutkannya ke atas tubuh almarhum.  Untuk anak kecil dan remaja/pemuda, ulos itu bisa diberikan (diselimutkan) oleh orangtuanya atau tulangnya (paman).  Ini berlaku umum, di desa maupun di kota, di Tanah Batak maupun di tanah rantau.

Cara pemberian ulos saput atau lage-lage untuk Brigadir J jelas memungkinkan keluarga untuk melihat langsung jasad Brigadir J.  Karena peti mati harus dibuka agar ulos bisa diselimutkan ke atas tubuh Brigadir J.

Jadi adat kematian berupa pemberian ulos saput memang bisa saja menjadi kesempatan bagi keluarga Brigadir J untuk melihat langsung kondisi jenazah Brigadir J.

Adat Andung

Andung dalam kematian orang Batak bisa dikatakan sebagai adat apabila dilakukan oleh seorang pangandung, seniman lagu ratapan kematian khas Batak Toba.  Mangandung berarti mengisahkan riwayat kehidupan dan segala kebaikan almarhum semasa hidupnya serta mengekspresikan kesedihan atas kepergiannya.

 Andung memiliki alunan suara atau irama lagu ratapan yang khas Batak Toba.  Kosa kata yang digunakan juga khusus,  disebut rangsa ni andung, kosa kata andung.  Misalnya, simanjujung untuk ulu, kepala; silumallan untuk mual, air; silomlom i robean untuk lombu, lembu; sinuan beu untuk gelleng, anak; sipareon untuk pinggol, kuping.

Adat andung lazim berlaku jika almarhum adalah seseorang yang sudah berkeluarga.  Dengan demikian sudah ada riwayat hidupnya yang dapat dikisahkan.  Terlebih jika almarhum sudah tua, misalnya masuk kategori saur matua, meninggal ketika semua anaknya sudah menikah dan memberikan cucu.

Untuk mendapat gambaran, berikut ini adalah contoh seni andung yang diperlombakan (Youtube Yayasan TB Silalahi Center):


Jika almarhum adalah anak kecil atau remaja/pemuda maka hampir pasti tidak ada adat andung.  Karena tidak ada riwayat hidup panjang yang dapat dikisahkan.  Hanya ada tangis kesedihan karena kehilangan dari anggota keluarga, kerabat, dan tetanga.  Istilah untuk itu adalah angguk, tangisan kesedihan.  Sering disebut juga mangangguk bobar, semacam "nangis bombay".

Untuk kasus kematian Brigadir J, hampir bisa dipastikan tidak ada adat andung.  Tapi pasti ada angguk, tangisan kesedihan dari orangtua dan anggota keluarga.  Itu jamak untuk kasus mati muda, apalagi bersifat mendadak, tak disangka-sangka.

Untuk mangandung atau mangangguk tidak ada keharusan bahwa  jenazah almarhum harus terbuka atau terlihat mata.  Walau sebaiknya memang begitu.  Lazim juga orang Batak mangandung atau mangangguk di pusara almarhum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun