Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

BRIN, Politik Riset, dan Kerbau Belang Toraja

20 Januari 2022   15:37 Diperbarui: 21 Januari 2022   17:15 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu diingat BRIN bukan lembaga yang bebas dari kontrol sosial dan politik. Ada lembaga DPR  yang wajib mengontrol visi, misi, strategi, dan program riset BRIN.  Agar tak melenceng dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tugas masyarakat madani juga untuk mengingatkan hal itu.

Lagi pula anggota BRIN itu, kecuali Megawati, bukanlah orang partai. Upaya mengarahkan BRIN sebagai instrumen partai, bagaimanapun, akan mendapat perlawanan dalam internal Dewan Pengarah sendiri.

***

Paparan di atas mungkin terlalu abstrak dan sedikit susah dipahami. Saya akan menariknya ke aras mikro, dengan mengambil kasus riset pembentukan pola warna pada kerbau belang Toraja. Hasil riset itu sudah diumumkan Ronny R. Noor di Kompasiana baru-baru ini.[2]

Kerbau belang Toraja itu adalah kekayaan plasma nutfah khas Indonesia. Tidak ada di tempat lain di dunia ini. 

Fungsi adat kerbau belang sangat penting untuk upacara kematian dalam masyarakat Toraja. Korban kerbau belang adalah keharusan adat. Tetap dibeli walau harganya bisa mencapai ratus juta sampai milyar rupiah.

Masalahnya populasi kerbau belang Toraja dihadapkan pada risiko kepunahan. Karena tingkat kesuburan yang rendah. Serta tingkat mortalitas embrio dan anaknya tinggi. Suatu saat kerbau belang bisa punah, dan nilai adat kematian orang Toraja akan memudar.

Kerbau jenis saleko adalah kerbau termahal, bisa lebih dari Rp 1 miliar per ekor, di lingkungan budaya Toraja. (Foto: KOMPAS.COM/ARBAIN RAMBEY)
Kerbau jenis saleko adalah kerbau termahal, bisa lebih dari Rp 1 miliar per ekor, di lingkungan budaya Toraja. (Foto: KOMPAS.COM/ARBAIN RAMBEY)
Karena itu, keberadaan kerbau belang Toraja harus dilestarikan, dengan cara menemukan rahasia pembentukan pola belangnya. Sebuah tim riset gabungan telah melakukan riset tersebut. Terdiri dari periset dari Fakultas Peternakan IPB, Fakultas Kedokteran Hewan IPB University,  LIPI, Swedish Agriculture University (SLU, Swedia) dan Uppsala University (Swedia).

Dengan cara menganalisis DNA pada materi genetik sperma kerbau belang yang telah dikorbankan, tim riset akhirnya berhasil menemukan rahasia pembentukan pola belang pada kebau Toraja. Analisis DNA itu difokuskan pada  gen microphthalmia-associated transcription factor (MITF) yang mengatur kemunculan warna totol totol pada kerbau rawa Asia.

Hasil analisis menunjukkan kemunculan pola belang pada kerbau Toraja disebabkan dua mutasi independen DNA di gen MITF. Pertama, premature stop codon (c.328C>T, p.Arg110*) dan, kedua, donor splice-site mutation (c.840+2T>A, p.Glu281_Leu282Ins8).  

Temuan rahasia pembentukan pola  belang pada kerbau Toraja itu sangat penting dalam upaya pelestariannya. Hal itu memungkinkan embrio kerbau belang yang memiliki mutasi pembentukan belang  spesifik dapat digunakan untuk perbanyakan populasi kerbau belang. Itu bisa mencegah kepunahan kerbau belang Toraja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun