Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Batak Toba Tak Mengenal Panti Jompo

4 November 2021   17:40 Diperbarui: 5 November 2021   06:02 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua Batak (Foto: pariwisatasumut.net)

Mengapa bukan anak perempuan yang menjadi penanggungjawab hidup orangtua?  Dalam masayarakat Batak yang patrilineal, anak perempuan ikut ke dalam keluarga suaminya. Karena itu dia terutama akan ikut suami menjaga mertuanya. 

Dalam prakteknya, tentu saja pemeliharaan hidup orangtua tak sepenuhnya ditimpakan pada anak bungsu.  Jika ada peristiwa besar, semisal pengobatan orangtua sakit, adat manulangi (memberi makanan) orangtua, dan adat kematian, maka semua anak harus ikut menanggung biayanya.  Termasuk anak perempuan dalam posisinya sebagai boru (pihak penerima istri) yang harus somba marhula-hula (mendukung pihak pemberi istri).

Sebaik apa hidup orangtua Batak yang sudah jompo -- secara materil dan immateril -- akan didukung anak-anaknya, tergantung pada keberhasilan kehidupan orangtua itu.  Ukuran yang lazim adalah hamoraon, hagabeon, hasangapon (kekayaan, kesuksesan produksi dan reproduksi, kehormatan/kemuliaan). Semakin kaya, sukses, dan terhormat anak-anaknya, maka semakin baik pula pemeliharaan hidup orangtua mereka.  

***

Apakah adat penjaminan kehidupan orangtua Batak seperti di atas masih berlaku kini?  Pada dasarnya masih berlaku. Pantang bagi anak Batak mengirim orangtuanya ke panti jompo. Sekaya apapun dia.

Ada dua alasannya. Pertama, karena adanya faktor keyakinan orangtua adalah sumber berkah bagi anak. Karena itu anak tak ingin kehilangan berkah karena mengirim orangtuanya ke tempat lain.

Kedua, nilai budaya Batak tentang pasangap natoras, memuliakan  orangtua.  Mengirim orangtua ke panti jompo, berarti menghinakan orangtua.  Itu sama seperti orangtua tak punya keturunan, sehingga di hari tuanya terlantar, atau dipelihara orang lain.  

Anak yang mengirim orangtuanya ke panti jompo akan dinilai komunitasnya sebagai manuia tak beradat.  Dan manusia tak beradat itu tidak sangap (terhormat),  sekaya dan sesukses apapun dia. 

Tapi dalam masyarakat Batak  yang berjiwa perantau, ketetapan anak bungsu sebagai penanggungjawan harian kehidupan orangtua tak selalu bisa dipenuhi.  Jika anak lelaki bungsu merantau, maka tanggungjawab akan diserahkan kepada seorang abangnya.  Tentu ditunjuk secara masyawarah.

Bagaimana kalau semua anak pergi merantau? Ini banyak terjadi.  Lazimnya orangtua akan tetap tinggal di rumahnya di kampung, sepanjang secara fisik masih memungkinkan untuk bekerja.  

Jika sudah tak kuat lagi bekerja, maka orangtua akan berkeliling tinggal bergilir di rumah anak-anaknya.  Istilahnya bagi si anak, "kedatangan berkah".  Lazimnya, orangtua akan memilih tinggal lebih lama di rumah anak lelaki bungsunya.  Jadi, anak lelaki bungsu tetap diakui sebagai "penanggungjawab harian".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun