Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sotoy Mencari Soto Batak

27 September 2021   17:27 Diperbarui: 28 September 2021   06:54 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman bangun-bangun atau jintan (Foto: wikipedia.org)

Mungkin ini memalukan untuk seorang lelaki Batak.  Tapi, sejujurnya, saya baru kenal soto tahun 1980.  Itu pun lantaran merantau ke Jawa.  Jika tidak, mungkin selamanya saya tak pernah kenal soto.

Soto pertama yang saya kenal dan cicipi adalah soto kuning Bogor.  Beli di tukang soto keliling yang lewat di depan kamar kos.  Bisa pilih sendiri dagingnya.  Mau kulit, lemak, atau daging. Tergantung selera. Rasanya, menurut saya waktu itu, enak sekali.

Berawal dari soto kuning Bogor, saya lalu mencoba rasa soto-soto lainnya.  Soto bening Bandung, soto Jakarta, soto Lamongan dan aneka soto Jawa lainnya.  Juga soto Padang dan, terakhir, coto Makasar yang masih diperdebatkan status kesotoannya.  (Aih, makanan kok diperdebatkan.  Nikmati aja!)

Karena dalam perjalanan ke berbagai kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi kerap bertemu soto, saya lantas bertanya-tanya dalam hati, “Adakah soto Batak?”

Nah, itu pertanyaan yang keren banget.  Sangat menantang rasa ingin tahu.

***

Masa sih orang Batak gak punya soto? Ketinggalan zaman banget.  Itu pertanyaan dan pernyataan lanjutan yang berkelindan minta jawaban di benak.

Karena itu saya harus menggali ingatan dan pengetahuan takterungkap di dalam kepala. Untuk menelisik adakah menu soto, atau sekurang-kurangnya mirip soto,  dalam kasanah kuliner asli Batak (Toba)?

Untuk itu saya harus mendaftar menu berkuah dalam masyarakat Batak.  Ada varian  mi gomak kuah, spageti Batak, yang disantap menggunakan bio-garpu.  Maksudnya digomak, diraup dengan kelima jari tangan. (Kecuali kuahnya.  Itu diseruput langsung dari piring atau mangkoknya.) Jelas, itu bukan soto.

Di daerah Porsea tahun 1970-an, seingatku, namanya bukan mi gomak tapi mi tao. Mi rebus berkuah santan plus aneka bumbu dasar (cabe, bawang, garam) dan rempah. Tak jelas kenapa dinamai mi tao. Mungkin karena kuahnya banjir sehingga tampak seperti seonggok mi yang sedang berenang di tao (danau).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun