Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari ke Garis Depan Melawan Covid-19 dengan Akal Sehat

15 Juli 2021   14:29 Diperbarui: 16 Juli 2021   05:38 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Covid-19 dari kompas.com via kompas.tv

Caranya?   Sangat sederhana:  lebarkan jarak sosial dengan individu lain.  Dalam praktek sosial sehari-hari, itulah yang dimaksud dengan ajakan untuk menjaga jarak fisik dengan orang lain (minimal 1.5 m), menghindari kerumunan atau keramaian sosial, dan menghindari mobilitas spasial (tetaplah tinggal di rumah).  

Manajemen jarak sosial itu harus menjadi komitmen setiap individu warga negara ini.  Itulah kontribusi terbaik anak bangsa yang dapat diberikan untuk memenangi perang melawan pandemi Covid-19.  

Satu pengabaian kecil, satu "kepak sayap kupu-kupu", dalam proses itu akan berakibat "jarak sosial" antar-individu tetap "nol" atau "satu".  Artinya, Covid-19 tak menjauh, sehingga korbannya adalah orang-orang terdekat kita, kalau bukan diri kita sendiri.

Kebenaran Obyektif Bisa Menyelamatkan tapi  Keyakinan Subyektif Bisa Menyesatkan

Sepanjang masa pandemi Covid-19 ini, sejujurnya saya telah dibuat jengah, kalau bukan muak secara sosial, oleh sejumlah tokoh, entah itu tokoh politik, agama, sosial, profesional, budaya, dan hiburan. Muak karena kegairahan mereka untuk menebar keyakinan-keyakinan subyektifnya tentang Covid-19 ke ruang publik.  Entah itu lewat jalur media daring, televisi, podcast, youtube, tiktok, medsos, dan WAG.

Sebuah keyakinan subyektif tak memerlukan pembuktian untuk menguji kebenarannya.  Seorang tokoh agama tinggal mengujarkan keyakinannya bahwa Covid-19 tidak ada ke tengah kelompok umatnya, maka umatnya akan percaya, lalu abai pada prokes Covid-19. Seorang podcaster tinggal mengundang seorang penganut sesat-pikir untuk menyiarkan keyakinan bahwa vaksin Covid-19 itu takguna.  Maka warga yang sudah punya predisposisi anti-vaksin akan semakin kukuh pada keyakinannya.

Tanpa melarang kritik, dalam arti menunjukkan kesalahan dan memberikan solusi secara obyektif, manajemen jarak sosial (dan karena itu praktis juga fisik) untuk menaklukkan pandemi Covid-19 hanya mungkin berhasil mencapai tujuan jika setiap warga, terutama tokoh bangsa, memberi kontribusi positif.

Kontribusi positif itu dapat dengan mudah diberikan setiap warga bangsa, terutama para tokoh yang punya kualifikasi sebagai pemimpin pendapat (opinion leader, influencer), dengan melakukan hal-hal berikut secara intensif dan konsisten.

Pertama, berhentilah menyebarkan keyakinan-keyakinan subyektif tanpa dasar empirik, atau tanpa dasar saintifik, tentang Covid-19, pandemi Covid-19, dan langkah-langkah pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.  Sebuah keyakinan subyektif hanya benar untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain, sehingga bisa menyesatkan orang lain yang mengadopsinya.

Kedua, jangan pernah berhenti menyebarkan kebenaran obyektif, berdasar data yang valid dan terbarui atau berdasar hasil riset, tentang Covid-19, pandemi Covid-19, dan upaya-upaya untuk mengatasinya. Kebenaran obyektif, sekecil apapun itu, pasti sangat berguna menuntun setiap orang untuk mengambil tindakan yang tepat dalam menghindari dan mengendalikan Covid-19.

Ketiga, dukunglah pemerintah dengan cara berperanserta dalam kebijakan dan program terbaik yang telah dan sedang dijalankan untuk mengatasi pandemi Covid-19.  Dukungan paling sederhana adalah mematuhi prokes Covid-19 (cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, hindari keramaian, batasi mobilitas spasial) dan mengikuti program vaksinasi Covid-19.

Keempat, jadilah pemimpin di garis depan perang melawan Covid-19 dengan cara menjadi teladan prokes, vaksinasi, dan manajemen jarak sosial di lingkungan sosial terkecil, terutama keluarga dan, paling jauh, komunitas tempatan (local community).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun