"Amani Poltak! Â Poltak jatuh!" Â Nenek Poltak berteriak panik.
Bapak Poltak spontan balik badan. Â Mendongak. Poltak sedang meluncur pada pantatnya dari atas.Â
Kejadiannya berlangsung sangat cepat. Bapak Poltak tak sempat bereaksi. Â Tiba-tiba Poltak sudah tersangkut pada selangkangannya di kaki bapaknya.
"Amang  oi amang!  Sakit!"  Poltak memegangi "burung dan dua butir telur" miliknya.  Benturan keras selangkangannya pada tulang kering  kaki bapaknya menyebabkan rasa sakit tak terperi.  Tak ada lelaki yang sudi mengalaminya.
"Hati-hati, Poltak ! Â Perhatikan jalan! Matamu jangan jelalatan!" Â Sangat keras, teguran bapaknya.
"Kita ke Silosung mau menabur boras si pir ni tondi, Poltak. Â Apa jadinya kalau kau celaka!" Neneknya ikut mengingatkan. Â Tak kurang kerasnya.
Nai Rumintang, sepupu perempuan nenek Poltak, terhitung ompung untuk Poltak sendiri, adalah salah seorang warga Silosung yang selamat dari bencana kapal karam di perairan Danau Toba.  Sebuah bencana yang memakan banyak korban tewas. Kejadiannya sekitar dua minggu lalu di perairan Danau Toba  sebelah selatan Silosung.Â
Dalam masyarakat Batak Toba, jika ada anggota kerabat yang lolos dari maut, maka wajib diselamati dengan menaburkan boras si pir ni tondi, beras penguat jiwa, di ubun-ubunnya. Itu adalah doa agar jiwa korban kuat kembali, tegar menjalani hidup ke depan.Â
"Olo, Ompung." Hanya itu yang terucap dari mulut Poltak. Â Selebihnya meringis menahan sakit. Â Sambil merayapi kembali jalan setapak berkelok-kelok ke kampung Silosung di dasar tebing.Â
"Itu tanaman apa, Ompung?" Poltak tertarik pada barisan berdaun jarum di bedengan-bedengan sempit pada tebing. Rasa ingin tahunya sulit dibendung.
"Jangan jelalatan! Itu bawang merah!" Bapaknya yang menjawab, setengah membentak.