Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Walau Samudera Bergelora, Teguh Kudayung Bidukku

7 Maret 2021   17:11 Diperbarui: 7 Maret 2021   20:07 12414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Rembrand, Angin Ribut di Danau Galilea (Foto: www.gardnermuseum.org via wikipedia.org)

Lagu  Nang Gumalunsang Angka Laut, Walau Samudera Bergelora, mungkin adalah kidung gerejani paling terkenal dan paling populer di lingkungan gereja-gereja Kristen Batak. 

Setiap umat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), HKI (Huria Kristen Indonesia), dan GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia) pasti tahu lagu itu. Kalau taktahu, berarti dia takpernah ke gereja.

Lagu itu adalah lagu wajib untuk setiap kelompok koor gereja Kristen Protestan berumat Batak. Koor Ama (Bapak), Koor Ina (Ibu), Koor Parari Kamis (Janda), dan Koor Naposobulung (Muda-Mudi), semua wajib menyanyikannya.

Syair lagu itu sangat indah, puitis. Mengambil inspirasi dari peristiwa perahu yang ditumpangi Yesus dan para muridnya diterjang badai di tengah danau Galilea.  Suatu peristiwa yang mengajarkan bahwa setiap badai yang menerjang bahtera kehidupan pasti bisa dilalui, bila setia berpegang pada Yesus.

Tapi lagu itu juga mengambil inspirasi dari keseharian masyarakat  Batak Toba di tepian Danau Toba.  Entah itu berperahu untuk menangkap ikan atau bepergian ke kampung lain, lazim warga pesisir danau itu bertarung melawan gelombang di tengah danau.  

Karena itu lagu rohani ini boleh dibilang sebagai lagu gerejani yang inkulturatif. Klop dengan kultur orang Batak Toba yang berkoevolusi dengan ekosistem Danau Toba. Tak heran jika lagu ini sangat mengena di hati orang Batak yang menganut agama Kristen Protestan. 


***

Syair lagu itu mengibaratkan perjalanan hidup manusia menuju surga ibarat mengayuh perahu di tengah laut bergemuruh. Banyak musuh yang berniat menenggelamkan perahu itu. Tapi jika berpegang pada Yesus, percaya pada kuasa sabda-Nya, semua musuh akan menyingkir. Lalu, pada akhirnya, perahu kehidupan akan berlabuh di surga, kedamaian abadi.

Kata per kata, kalimat per kalimat, dan bait per bait lagu itu sangat dalam, kuat, menguatkan, dan memberi harapan. Cobalah simak perlahan:

Nang gumalunsang angka laut.
Nang rope halisungsung i.
Laho mangharomhon solukki.
Molo Tuhan parhata saut.
Mandok hata na ingkon saut.
Sai saut doi, sai saut doi, sai saut doi.

(Walau samudera bergelora. Sekali pun puting-beliung melanda. Tuk menenggelamkan bidukku. Jika Tuhan berkata jadilah. Maka sabda-Nya pasti terjadi. Pasti terjadi, pasti terjadi, pasti terjadi.)  

Ndang be mabiar ahu disi.
Mangalugahon solukki.
Ai Tuhanku donganki.
Ai tung godang pe musukki.
Lao mangharomhon solukki.
Sai lao do i, sao lao do i sian lambungki.

(Tiada lagi aku takut. Mendayung bidukku. Sebab Tuhanku bersamaku. Kendati banyak musuhku. Hendak menenggelamkan bidukku. Pasti akan pergi, pasti akan pergi dari sisiku.)

Hatop marlojong do solukku tu labuhan na sonang.
Naso adong be dapot hasusahan i.
Tudos tu si nang pardalananki.
Laho mandapothon surgo i.

(Cepat melaju bidukku ke labuhan bahagia. Takkan lagi bersua susah. Ibarat itulah perjalananku. Tuk menemukan surga.)

Sipata naeng lonong do ahu.
So halugaan galumbang i.
Tudia ma haporusanki.
Ingkon hutiop tongtong Jesus i.

(Terkadang aku hampir karam. Takkuat kulawan ombak. Kemanakah ku kan berlindung. Hanya Yesus kupegang erat selalu.)

Ditogu-togu tanganki.
di dalan na sai maol i.
Di parungkilon hasusaan.
Tung Jesus haporusanki.
Nang pe di dalan lao tu surgo,
Di iring Jesus ahu disi.

(Tanganku dibimbing. Di jalan mahasukar. Dalam kedukaan dan kesusahan. Hanya Yesus pelindungku. Pun di jalan menuju surga. Yesus setia menuntunku.)

Secara keseluruhan syair lagu itu mengisahkan perjalanan hidup manusia, sebagai suatu ziarah iman yang penuh tantangan dan pencobaan, menuju kedamaian nan abadi,  surga milik-Nya. Sehebat apun gelora samudera, biduk harus tetap didayung, bertolak labuhan damai. 

Karena isinya demikian, selain dinyanyikan dalam acara kebaktian mingguan di gereja, lagu itu juga dinyanyikan sebagai pengantar orang meninggal ke peristirahatan terakhir.  Orang meninggal diyakini telah berhasil melabuhkan perahunya di keabadian.

***

Tidak pernah diketahui dengan pasti identitas penggubah lagu itu. Dalam Buku Ende, Buku Nyanyian HKBP misalnya, tidak dicantumkan nama pengarangnya. Menurut cerita dari mulut ke mulut, penggubahnya seorang guru huria, penatua dari sebuah gereja HKI di tepian Danau Toba.

Tapi siapa pun dia, pengarang syair sekaligus penggubah nada lagu itu menurutku seorang genius spritual. Dia mampu menggubah lagu yang berlaku lintas masa dan lintas denominasi dan lintas agama-agama Kristiani. Mebgena untuk kinteks lokal maupun global.    

Saya seorang Katolik sejak bayi, bukan Kristen Protestan, tapi suka, malah sangat suka, pada lagu itu. Di kala masalah datang menerpa, apapun itu, saya akan mendengarkan lagu itu sendirian. Meresapkannya ke dalam hati, merenungkan masalah, lalu mensublimasikannya menjadi doa kepada Tuhan.

Saya tidak bilang setelah mendengarkan lagu itu solusi masalah langsung ditemukan. Tidak. Tapi jelas bahwa hati lebih tenang, pikiran lebih terang, sehingga bisa berpikir lebih kreatif untuk menemukan solusi masalah. 

Barangkali memang benar,  sebuah komposisi lagu bisa merangsang otak untuk mengaktualkan kecerdasannya. Hal itu konon benar untuk ragam komposisi klasik W.A. Mozart. Saya pikir, itu berlaku pula untuk lagu Nang Gumalunsang Angka Laut.

Berbagai versi lagu Nang Gumalunsang itu kini tersedia di YouTube. Tapi saya paling suka mendengarkan versi Victor Hutabarat. Suara dan penghayatannya menurutku sangat pas dengan jiwa lagu itu. Silahkan dicari sendiri bila ingin mendengarnya.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun