Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #012] Nenek Pencabut Kejantanan

25 September 2020   05:20 Diperbarui: 25 September 2020   12:30 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Disain Sampul: Felix Tani; Foto: Erabaru.com


 "Poltak, kau sudah kasi makan itu babi kita?" Kalau neneknya bertanya begitu dan Poltak menjawab, "Belum, Ompung," maka selanjutnya adalah berondongan kecaman.  

"Perutmu saja yang kau urus. Perut babi itu lebih penting.  Kalau dijual, babi itu bisa menyekolahkanmu.  Kau? Diobral juga taklaku!"

Sebegitu pentingnya arti ekonomi babi untuk keluarga Batak.  Sehingga seorang anak atau cucu menjadi tak berharga bila lupa memberi makan babinya.  Anak-anak Panatapan harus mencamkan itu.

Nenek Poltak memelihara dua ekor babi jantan: besar dan kecil.  Pagi hari  babi-babi itu  ditambatkan di lapangan rumput di depan rumah. Sore, sampai pagi lagi, dikandangkan.  

Mereka diberi makan dua kali sehari. Pagi dan sore. Menunya rebusan cacahan singkong, daun ubijalar dan happa atau talas air. Diberi bumbu garam dan dedak untuk penyedap.

Di kampung Toruan, caranya beda pula. Di sana babi dilepas. Tapi diberi kalung palang sepanjang satu meter di lehernya.  Agar terhalang saat berusaha menerobos pagar bambu untuk masuk ke kebun orang.  

"Poltak! Sini! Bantu Ompung!"  Nenek Poltak memanggil.  

Tangan kanannya memegang sebilah belati tajam. Di tangan kirinya ada  baskom berisi singkong parut, bubuk belerang, minyak kelapa, minyak tanah, korekapi,  dan seberkas  mendong kering.

"Mau kebiri babi yang kecil, ya, Ompung?" tanya Poltak. Dia tahu, belati dan bahan-bahan dalam baskom itu khas perlengkapan kebiri babi.  

Ya, kebiri, mencopot lepas dua biji kejantanan babi dari kantungnya.  Begitulah nasib setiap babi jantan peliharaan di Panatapan. Dicabut pelirnya, kejantanannya.

Momen pengebirian babi adalah tontonan meriah berdarah untuk anak-anak Panatapan.  Agak sadis, tapi itu proses ajar.

Begitu mendengar babi milik nenek Poltak menguik keras, karena dibekuk ketat, anak-anak Panatapan langsung datang berkumpul. Termasuk Binsar dan Bistok, tentu saja.

"Kenapa babi dikebiri, Inangtua," Binsar bertanya.  Nenek Poltak terbilang inangtua, ibu tua, untuknya.  

"Agar cepat gemuk," jawab nenek Poltak lugas.

"Bisa begitu, ya, Ompung?"  Poltak menyidik.

"Iya.  Kalau tak dikebiri, ini babi mikir betina terus sampai kurus."  Nenek Poltak meyakinkan.

"Sampai kurus, Inangtua?"  Bistok heran. Nenek Poltak juga terhitung inangtua, ibu tua untuknya.

"Iyalah. Seperti abangmu Si Hotman.  Mikirnya perempuan terus. Tapi sampai tua tak kawin-kawin juga. Kuruslah dia," sambar Binsar nyinyir.

"Hus! Jaga mulutmu!" Nenek Poltak melotot pada Binsar.

"Amanguda Gomgom, abang Si Binsar, gemuk sekali.  Dia dikebiri, ya, Ompung."

"Bah!  Kau juga, Poltak! Jaga mulutmu itu!" bentak kakek Poltak yang sedari tadi mengamati dari teras rumah.  

Sebagai sesama mahluk berbiji dua, kakek Poltak tidak mau mengebiri babi.  Ngeri. Ngilu benar dia membayangkan dua biji kejantanan itu dirogoh lalu dicopot dari kantongnya.

"Bistok, pegang kaki depannya. Binsar, kau pegang kaki kiri belakang. Poltak, pegang kaki kanan belakang. Pegang kuat. Jangan sampai lepas." Nenek Poltak memberi instruksi.

Babi malang itu tiarap lekat ke tanah. Tak berdaya dikunci tiga sekawan Poltak, Binsar dan Bistok. Dia hanya bisa menguik keras. Ah, tepatnya,  menjerit histeris. Instingnya mengatakan, "Habislah kau, babi." .  

Proses kebiri itu, tanpa bius,  berlangsung cepat. Setelah kantong biji babi malang itu diolesi minyak tanah, sebagai antikuman, nenek Poltak memencetnya sampai jendul. Lalu secepat kilat kulit kantong biji itu dibeset pakai belati. Dalam hitungan detik, dua biji lonjong sudah pindah tempat ke dalam baskom.  

Tak terkira jerit kesakitan babi jantan malang itu pada momen pencopotan dua biji kebanggaannya. Udara Panatapan penuh oleh jeritnya. Sampai-sampai para burung pun berhenti berkicau.

Sedikit berempati. Dari perspektif babi, secara fisik dikebiri itu sakitnya luar biasa. Tapi lebih sakit dari itu, secara psikis,  adalah fakta kehilangan kejantanan dalam hitungan detik di tangan nenek-nenek.  

Duduk mengamati di teras rumah, kakek Poltak mengerinyitkan dahi dan memicingkan mata. Mendesis, meringis ngilu, seakan dia yang dikebiri.

Nenek Poltak dengan cepat mengisi kantong kosong di pantat babi malang itu dengan campuran singkong parut, bubuk belerang dan minyak kelapa. Untuk membunuh kuman, berkas mendong disulut lalu disundut-sundutkan ke pantat babi itu.  

Seusai itu semua, babi malang itu dilepas. Di bawah tempik-sorak anak-anak, dia langsung lari sembunyi ke bawah perdu. Meringkuk di situ kehilangan harga diri.

Nenek Poltak terlihat sangat puas dengan hasil kerjanya.  Dia baru saja melakukan sesuatu yang sangat ingin dilakukan setiap perempuan terhadap laki-laki yang tak bisa menertibkan kejantanannya. Terutama bila lelaki itu adalah suaminya.

"Ini diapakan, Ompung?" Poltak menanyakan nasib biji kembar kejantanan babi itu.

"Berikan sana ke ompungmu," ujar nenek Poltak enteng,  sembari melirik sedikit sengit ke arah kakek Poltak, suaminya. Masih ada buntut cekcok di rumah Ompung Toruan, terkait peristiwa Losung Aek, rupanya.

"Apa katamu? Buang itu ke jurang sana!"  Kakek Poltak membalas sengit dari teras rumah. Sambil melotot ke arah Poltak.

"Bah!" Poltak terjepit di antara pelototan nenek dan kakeknya. "Harus bagaimana ini," dia putar otak. (Bersambung)
 
 
 
 
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun